Chapter 8 : Run and Fight

229 24 6
                                    



Firasat buruk yang sejak pagi menghantui pikiranku belum juga hilang dicerna malam. Hutan selalu tampak berbeda kala matahari mulai mengundurkan diri. Bagi seorang Pemburu muda yang biasa beroperasi sejak pagi hingga sore, kegelapan mencekam ini seolah memberi sapaan baru, seakan rerumputan, pepohonan dan suara-suara binatang di kala matahari masih tinggi telah lelap tertidur dan kini mengenalkan versi mereka yang lain padaku. Versi yang tidak bersahabat. Versi yang sangat tak bisa dibandingkan dengan suasana temaram di desa.

Aku berjalan pelan di antara pepohonan dekat hilir sungai. Sejauh mata memandang, tak terlihat tanda-tanda keberadaan pemburu lain. Tidak ada gemerisik dari langkah berat, tidak ada guncangan aneh pada dahan pohon, tidak ada suara bisik samar dan hembusan nafas selain suara nafasku sendiri. Jujur saja aku tak ingin berbuat macam-macam di waktu seperti ini. Malam di pedalaman hutan menyuguhkan ratusan kemungkinan yang hendaknya patut dihindari, terlebih di hutan yang asing. Pemburu veteran sekalipun perlu berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk berburu di malam hari seperti ini.

Tentu saja di setiap skenario selalu ada pengecualian. Langkahku terhenti. Ada satu makhluk, satu pria yang kutahu sama sekali tak peduli dengan segala kewajaran dan teks dasar yang membatasi pola pikir dan gerak para pemburu muda. Pria tersebut selalu dapat mengintai mangsanya dalam hening dan sabar. Pria tersebut memiliki kekuatan tempur yang cukup untuk menumbangkan seekor beruang raksasa. Pria tersebut kini berdiri dalam jarak lempar batu dari posisiku. Ia memasang seringai lebar seakan sedang disajikan makanan lezat siap santap di depan matanya.

Di hutan ini, disebar dua puluh satu pemburu muda dan seorang pemburu veteran yang tak diketahui identitasnya. Tiap pasang pemburu muda memiliki satu kalung penanda yang dihargai sepuluh poin. Salah satu objektif utama ujian ini tentunya adalah saling berburu kalung penanda tersebut. Sebuah objektif yang juga jadi satu cara untuk memberi tahu bahwa tiap pemburu harus sadar bahwa diri mereka pun juga dapat diburu. Namun hal tersebut tampaknya tak berlaku untuk satu orang; untuk seorang pemburu veteran yang menyandang tiga kalung penanda di lehernya. Seorang pemburu veteran yang terang sudah identitasnya di tengah kegelapan malam ini. Pria yang hanya dengan kehadirannya serta-merta menjadikan ujian ini sepuluh kali lebih sulit dari seharusnya. Pria yang sangat kukenal. Bruno Bauer.

"GRAAAY!!" Dengan teriakan besar bak raungan raja rimba, dia memanggil namaku.

Biasanya aku akan menghampirinya ketika namaku diteriaki seperti itu olehnya. Sekarang ini, tanpa ragu aku berbalik lari.

"BERHENTI BERLARI!" Suaranya menggelegar memecah keheningan malam.

Saking kerasnya ia berteriak, aku tak akan heran jika seluruh pemburu muda di hutan ini juga ikut mendengar dan segera lari terbirit-birit melawan arah. Meski ia dibekali dengan tiga kalung penanda, yang berarti menumbangkannya sama dengan lulus dari ujian, dari dua puluh satu pemburu muda yang ada di hutan ini tak ada satu tim pun, tak ada seorang pun yang cukup gila untuk 'memburu' seorang Bruno Bauer. Lari, hanya itu pilihan yang tersedia begitu melihatnya. Perlakukan ia seperti seekor beruang grizzly pemangsa manusia. Jangan melawan, jangan melakukan kontak mata, kabur selagi bisa. Sekalipun ia pernah membunuh seekor beruang, tak mungkin dia bisa lari secepat beruang.

Suara mendesing terdengar tak jauh di belakangku. Refleks, aku langsung menunduk untuk menghindar. Sebuah pisau lempar melesat dengan kecepatan tinggi, tepat mengarah ke kepalaku. Pisau lempar kecil berwarna hitam itu tertancap mantap pada batang pohon tak jauh di depanku. Tubuhku bergidik ngeri. Terlambat menghindar beberapa detik saja otakku pasti sudah berlubang.

"DIAM DI TEMPAT BOCAH!"

Aku tak percaya dia mengatakan hal itu setelah melempar pisaunya tepat ke arahku, pak tua itu pasti sudah kehilangan akal sehatnya! Dikejar Bruno dan pisau-pisaunya rasanya seperti sedang diburu oleh predator paling mematikan. Aku pernah melihatnya melempar pisau dalam sesi latihan, dia tak pernah meleset. Kini akulah sasarannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Red EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang