Selamat membaca...
Sudah satu tahun ini Randa bekerja keras banting tulang sana sini mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri juga tantenya. Bahkan impiannya untuk menjadi dokter harus ia kubur dalam-dalam setelah beasiswanya dicabut oleh pihak kampus tanpa ia tahu jelas alasannya apa, sementara dirinya tak ada biaya untuk melanjutkan kembali kuliahnya. Sedangkan Sang Tante kerjaannya hanya makan, tidur, pergi judi dari siang sampai pagi baru pulang. Sebenarnya Randa sudah mencoba beberapa kali untuk pergi jauh dari Tantenya, tapi selalu saja Rina tahu di mana keberadaannya. Dan sekarang ia tak bisa kabur lagi, setelah Rina mengancam akan menyakiti orang-orang yang membantu Randa pergi darinya.
Matahari belum memancarkan sinarnya, tapi Randa sudah berpakaian rapi. Ia sengaja pergi pagi-pagi sekali karena ia malas untuk ribut dengan Rina. Maka sebelum Rina pulang, ia harus sudah pergi dari rumah kontrakan itu. Entah ke mana yang penting pergi menjauh dulu.
Randa berjalan santai menyusuri trotoar menuju halte bus sambil menikmati sejuknya udara di pagi hari. Ia mengambil duduk paling pinggir di kursi panjang yang biasa orang gunakan ketika sedang menunggu bus atau angkot. Tiba-tiba ponselnya yang ia simpan di saku celananya bergetar.
Drttt.... Drttt....
"Ya halo... Assalamualaikum, Mal." sapa Randa pada Malika, sahabat yang selalu ada untuknya baik saat suka maupun duka.
"Wa'alaikumus salam, Ran. Lo di rumah kan?" tanya Malika.
"Enggak" jawab Randa cepat.
"Hah... Lo ada di mana emangnya?" ada sedikit keterkejutan dari nada suara Malika.
"Di halte." Randa menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Malika dengan singkat.
"Sepagi ini? Ngapain?" Nada suara Malika naik satu oktaf.
"Jualan cilok." Jawab Randa acuh.
"Gue nanya serius Nasywa Miranda..." Malika mulai kesal dengan sikap sahabatnya itu.
Randa menghela napas sebentar "Gue malas ribut sama Tante Rina. Lagian enggak enak juga sama tetangga kalau tiap hari mesti dengerin gue sama Tante ribut terus."
"Terus sekarang lo mau ke mana?" Nada suara Malika kembali melembut.
"Belum tahu." Randa memandang jauh ke arah depan. Tatapannya kosong.
Randa juga bingung harus melangkahkan kakinya ke mana. Setelah perusahaan yang didirikan papanya mengalami kebangkrutan akibat ulah Tantenya dan tak lama kemudian beasiswanya juga dicabut. Alhasil ia terpaksa berhenti kuliah karena tak mampu untuk membiayainya karena uang hasil kerjanya pun juga ternyata tak mencukupi untuk membayar biaya kuliahnya. Padahal sayang banget. Paling tinggal menunggu dua semester lagi ia sudah bisa menyandang gelar sarjana kedokterannya.
Selama tiga bulan ini juga ia merahasiakan hal tersebut kepada Malika. Ia tidak mau merepotkan sahabatnya itu terus menerus. Ia hanya beralasan sedang mengambil cuti kuliah jika sahabatnya itu tak pernah menemukannya di kampus. Namun tak mudah bagi Malika untuk mempercayai alasan Randa begitu saja. Karena ia sangat tahu ketika Randa sedang berbohong atau berkata jujur.
"Ya udah, sekarang mending lo ke rumah gue aja. Ada hal penting yang ingin gue omongin sama lo."
"Ngomongin apa sih, Mal? Lewat telepon kan bisa."
"Enggak! Pokoknya lo harus ke rumah gue SEKARANG. Gue tunggu. Assalamualaikum..." ucap Malika tegas tanpa penolakan.
.....Bersambung....
Vote dan commentnya jangan lupa ya....
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
RandomDandelion. Sosok kuat meskipun tampak rapuh, tapi memiliki semangat yang hebat dalam mencari kehidupan baru di luar sana. Seperti sosok Nasywa Miranda Wiguna atau biasa disapa Randa. Seorang gadis yatim piatu yang harus melanjutkan takdir hidupnya d...