Part 4: Tak Bisa Melawan

9.9K 586 28
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa...

Selamat Membaca.....

Tak terasa waktu telah berlalu. Kehidupan Randa pun tak ada bedanya dengan beberapa bulan lalu. Setiap harinya ia habiskan waktunya hanya untuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Setiap hari pun ia harus menulikan telinganya karena teriakan-teriakan nyaring Tantenya yang terus merong-rong Randa meminta uang untuk modal ia berjudi.

Tak ada lagi air mata, tak ada lagi kata untuk mengeluh. Tapi hanya satu yang ia inginkan. Ia ingin hidup bebas. Bebas dari bayang-bayang Tantenya yang gila harta itu.

Waktu terus berlalu, tak terasa malam pun telah larut. Randa dan beberapa karyawan cafe pun bergotong-royong membersihkan setiap sudut cafe sebelum cafe tersebut tutup.

Tepat jam 23.00 WIB. Randa keluar dari cafe tersebut. Ia berjalan menyusuri trotoar. Letak cafe tempat Randa bekerja tak jauh dari kontrakan yang Randa tempati sekarang ini.

"Randa ......" terdengar suara seorang memanggilnya.

Randa berhenti melangkah namun ia tetap pada posisinya. Tanpa berbalik menatap asal suara tersebut, Randa sudah tahu bahkan ia sangat hafal dengan suara itu.

Rina melangkah maju mendekati Randa karena Randa enggan beranjak dari tempatnya berdiri.

"Tante butuh uang." ucap Rina langsung ke intinya tanpa basi-basi terlebih dahulu.

"Aku enggak lagi megang uang, Tan. Uang Randa udah habis buat bayar kontrakan tadi pagi" ucap Randa datar tanpa menoleh sedikit pun ke arah Rina.

Rina geram melihat kelakuan Randa yang terlihat cuek padanya. Ia menarik sebelah bahu Randa sehingga tubuh Randa tertarik dan berputar menghadapnya.

"Heh... Kamu jangan coba untuk bohongin Tante lagi ya. Tante udah hafal semua trik-trik bodohmu itu." Rina menoyor jidat Randa dengan jari telunjuknya.

"Kalau Tante tetap maksa dan enggak percaya dengan apa yang aku ucapkan, nih... Silakan Tante periksa tas aku. Tante lihat apa ada sepersen uang yang terselip di dalam tas aku?" Randa menyerahkan tasnya ke Rina.

Rina tak mengambil tas itu, ia hanya memandangnya sekilas kemudian menatap tajam Randa.

"Oke kalau kamu enggak bisa ngasih Tante uang malam ini, kamu ikut Tante sekarang juga." Rina menarik paksa tangan kanan Randa menyeretnya menuju ke sebuah taksi yang ditumpanginya tadi dan sedang menunggunya tak jauh dari tempat itu.

Randa berontak dalam cekalan tangan Rina. Ia tak perduli jika besok pagi pergelangan tangannya akan membiru. Ia memang menguasai bela diri taekwondo bahkan ia sudah sabuk hitam, tapi ia tak mau menggunakan ilmu bela dirinya itu untuk menghadapi kekejaman tantenya. Sejahat-jahatnya Tante Rina kepada Randa, Randa tak mau membalasnya dengan menyakiti balik tantenya.

Rina membuka pintu taksi kemudian mendorong Randa masuk ke dalam kursi penumpang belakang dengan paksa dan disusul oleh dirinya.

"Kamu bisa diam enggak sih." bentak Rina.

Randa yang tak bisa berbuat apa-apa hanya terduduk pasrah di samping Rina.

"Jalan, Pak." perintah Rina kepada sopir taksi.

Taksipun bergerak pelan meninggalkan tempat tersebut dan mulai menyusuri jalanan ibukota yang tak pernah sepi walau menjelang tengah malam begini.

Setelah sampai di tempat tujuannya, Rina langsung menyeret Randa masuk ke tempat itu.

Randa mengerutkan dahinya tatkala melihat banyaknya wanita berseliweran di depan kedua matanya dengan pakaian yang bisa dikatakan setengah telanjang yang memamerkan setiap lekuk tubuh mereka.

Matanya melotot lebar, nyaris mau keluar saat melihat beberapa pasang pria dan wanita bercumbu dengan panasnya tanpa tahu malu. Hatinya mulai gelisah. Ia merasa Tantenya akan melakukan hal buruk kepadanya.

"Lepasin Tan, aku mau pulang." Randa mencoba merenggangkan cekalan tangan Rina.

"Apa? Pulang? Enak saja kamu main minta pulang. Enggak bisa, pokoknya malam ini Tante harus dapat uang. Dan kamu harus membantu Tante." ucap Rina penuh dengan penekanan.

"Kalau Tante butuh uang, kenapa Tante malah ke sini? Tante tahu kan ini tempat apa? Ini rumah bordil, Tan." Ucap Randa kesal.

"Tante tahu, makanya Tante ajak kamu ke sini. Karena Tante yakin dengan tubuhmu Tante bisa mendapatkan banyak uang malam ini." ucap Rina diiringin senyum kemenangan.

"Udah cukup selama ini Tante selalu membuat hidup aku susah ya. Aku enggak mau Tante merusak hidup aku lagi. Apa Tante belum puas dengan harta kekayaan Papa yang udah Tante habiskan hanya untuk judi, judi, dan judi." ucap Randa keras. Ia mulai tersulut emosinya.

"Yang sekarang Tante butuhkan itu uang, bukan ceramah dari kamu. Lebih baik kamu diam dan nurut saja sama Tante." bentak Rina tak kalah emosi.

"Enggak! Aku mau pulang." Randa kekeh dengan keinginannya. Ia berhasil lepas dari cekalan tangan Tantenya dan langsung berbalik hendak meninggalkan Rina.

"Silakan kalau kamu mau pulang, jangan salahkan Tante kalau besok kamu dengar rumah panti asuhan yang di Bekasi Tante jual." Rina kembali mengeluarkan ultimatumnya.

Randa berbalik menghadap Rina. Matanya memerah menahan emosi.

"Tante pikir aku takut dengan ancaman Tante? Tante salah. Enggak ada seorang pun yang bisa mengotak-atik rumah panti tersebut karena rumah panti itu sudah diwakafkan sebelum Papa meninggal." ucap Randa penuh penekanan.

"Oh... Mulai berani ya kamu sama Tante? Oke. Memang Tante enggak bisa lagi mengobrak-abrik rumah itu, tapi Tante masih punya rumah baca yang bisa Tante jual." Rina tersenyum puas.

"Enggak! Tante Rina enggak boleh jual rumah itu." emosi Randa mulai tersulut lagi.

"Makanya jangan banyak bicara, diam dan nurut apa kata Tante." potong Rina cepat.

"Lepas, Tan. Lepasin tangan aku." Randa memberontak saat Rina menyeretnya memasuki rumah bordil itu.

Rina melepaskan cekalan tangannya lalu menampar pipi kiri Randa cukup keras hingga menimpulkan bekas merah di pipi putih Randa.

"Diam dan jangan banyak tingkah." bentak Rina.

Rina pun kembali menyeret Randa memasuki rumah itu untuk bertemu dengan seseorang yang bisa memberinya uang malam ini.

To be continue......

Sampai jumpa dipart selanjutnya.....

Jangan lupa VotMentnya ya guys.......

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang