Part 6: Kabur

10K 589 10
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa ya..

Selamat membaca...

Sedari tadi Randa terus mondar-mandir. Ia berpikir keras mencari cara untuk bisa keluar dari ruangan itu. Randa kembali menghempaskan tubuhnya ke sofa. Menatap pintu kayu berwarna cokelat yang tertutup rapat. Ia yakin, di luar pintu itu pasti ada dua atau tiga orang bodyguard yang menjaganya.

"Hah.... ayo dong Randa mikir. Lo enggak mau kan hidup lo hancur di tempat ini? Ayo dong mikir......" Randa mulai bermonolog. Sesekali ia menatap langit-langit ruangan itu.

Setelah beberapa menit ia terdiam, akhirnya muncul sebuah ide. Terlalu biasa memang. Tetapi patut untuk dicoba. Ia berdiri, diraihnya tas selempang kecil yang berisikan KTP, SIM, dua lembar uang dua puluh ribuan, satu lembar uang lima ribuan, dan beberapa koin lima ratusan. Hanya itu tetapi itu sangat berharga bagi seorang Randa.

"Pak, buka pintunya Pak....." teriaknya dari dalam sambil menggedor daun pintu itu dengan keras.

Pintu pun terbuka, menampakkan dua orang laki-laki bertubuh kurus dan tinggi. Melihat perawakan dua orang itu, muncul beberapa ide di kepalanya. Mungkin dengan postur tubuh yang dimiliki kedua bodyguard itu Randa bisa melumpuhkan mereka dengan mudah tanpa harus menjalankan rencana pertamanya.

"Kenapa teriak-teriak?" Bodyguard yang memiliki kumis lebat itu bertanya kepada Randa dengan nada membentak.

"Woles, Om... woles. Saya mau ke tolilet Om, udah kebelet nih." Ucap Randa dengan tatapan memohon.

"Ya udah cepetan sono. Bas, lo anterin nih cewek ke toilet." Perintahnya kepada rekannya yang berkepala botak itu.

"Siap Jo. Ayo, Neng." Ajaknya sambil berjalan mendahului Randa.

"Jangan coba-coba kabur lo." teriak bodyguard yang membukakan pintu tadi.

"Jangan teriak-teriak mulu, Om. Entar rontok tuh kumis Om." ledek Randa saat melewati bodyguard berkumis itu yang diketahui bernama Paijo.

Randa berjalan di belakang pria botak itu, mengikuti ke mana arah Si botak itu melangkah.

"Om..." Randa mencoba mengajak bicara lelaki itu.

"Iya, Neng?" jawabnya ramah.

"Hem... ternyata tak seseram mukanya. Kayaknya mudah nih buat dikibulin." Batin Randa senang sambil menatap keadaan sekitarnya.

"Om udah lama ya kerja di sini?"

"Udah hampir lima tahun, Neng."

"Ehm... lama juga ya, Om. Terus Om betah kerja di sini?"

"Ya awalnya sih enggak betah, Neng. Agak nyesek juga di hati. Tapi ya gimana lagi, Neng. Hutang saya udah numpuk, jadi mau enggak mau saya harus kerja buat lunasinnya."

"Lagi-lagi karena hutang." ucap Randa dalam hati.

"Om punya hutang sama orang yang dipanggil madam-madam tadi ya?"

"Bukan, Neng. Dulu waktu masih di kampung, saya punya hutang sama seorang rentenir. Ya... Neng tahu sendirilah gimana seorang rentenir kalau ngasih hutangan. Bungannya gede, Neng. Jadi ya gini deh, kerja keras buat bayar hutang."

Randa berhenti sejenak saat matanya tak sengaja melihat sebuah pintu.

"Om, itu pintu apa ya Om?" tunjuknya pada pintu yang terbuat dari besi.

"Itu pintu keluar Neng, tapi lewat samping." Lelaki itupun tetap melanjutkan jalannya tanpa menoleh ke belakang di mana Randa masih berdiam diri memperhatikan pintu itu.

"Tapi kok kelihatannya sepi gitu sih Om, emangnya enggak dijaga?" tanyanya setelah berhasil menyusul laki-laki botak itu yang baru ia ketahui bernama Subastro.

"Kalau pintu samping jarang dijaga, Neng. Soalnya jarang yang mau keluar lewat samping. Pintunya aja cuma dikaitkan aja Neng, nggak digembok."

"Nih orang kok polos banget sih? Dari tadi gue nanya ini itu enggak ada curiga-curiganya sama sekali. Tapi syukur deh, mungkin ini jalan Allah untuk mempermudah gue pergi dari tempat laknat ini." Batinnya.

"Nih Neng udah sampai."

"Ini Om toiletnya?" tanyanya sambil membuka pintu yang terbuat dari kayu itu.

"Iya, Neng. Dinyalain dulu lampunya Neng, biar terang. Enggak gelap lagi."

"Oh iya Om, tapi aman kan Om?"

"Aman kok, Neng. Neng cantik tenang aja."

Randa masuk ke dalam toilet tersebut. Kemudian ia keluar lagi.

"Loh udah selesai, Neng?" tanya Subastro heran karena belum ada lima menit Randa masuk tetapi sudah keluar lagi.

"Belum Om, kran airnya enggak bisa nyala Om. Bisa tolong nyalain kran airnya, Om?"

Subastro masuk ke toilet namun baru dua langkah memasukinya, Subastro sudah terkapar di lantai dengan posisi telungkup. Ia pingsan karena dipukul oleh Randa dari belakang.

"Maaf Om, aku terpaksa ngelakuin ini sama Om." Ucap Randa kemudian menyeret masuk Subastro sepenuhnya ke dalam toilet lalu segera mematikan lampu toilet tersebut dan menutup kembali pintunya.

Setelah merasa situasinya aman, Randa segera menuju ke pintu keluar yang tadi ditunjukkan oleh Subastro. Ia membuka pintu itu perlahan lalu ditengoknya kanan dan kiri kemudian ia pun keluar perlahan.

"Alhamdulillah...." Ia bernafas lega setelah berhasil keluar dari tempat itu.

Randa berjalan mengendap-endap sambil terus menatap waspada mengamati keadaan sekitar. Sampai pada akhirnya sebuah suara berhasil mengejutkannya.

Hm....  Kira-kira suara apa ya...???

Sampai jumpa dipart selanjutnya.......
Vote dan komentarnya jangan lupa

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang