Part 3: Arti Sahabat

11.9K 685 23
                                    

Selamat Membaca...

Diana, mamanya Malika menoleh saat Bik Jum asisten rumah tangganya berjalan memasuki dapur.

"Siapa, Bik?" tanyanya pada Bik Jum yang selesai membukakan pintu karena sedari tadi bel rumahnya berbunyi.

"Itu Bu, ada Non Randa. Temannya Non Malika." jawab Bik Jum.

"Ya sudah, tolong Bibik panggilkan Malika di kamarnya ya. Biar ini saya yang teruskan." ucap Diana sembari mengambil penggorengan bersiap untuk memasak nasi goreng untuk sarapan keluarganya. Sementara Bik Jum langsung pergi ke kamar Malika.

Tok..tok..tok..

"Ya, Bik. Ada apa?" tanya Malika saat pintu kamarnya sudah terbuka dan memperlihatkan Bik Jum yang berdiri di depan kamarnya.

"Itu Non ada tamu, nyariin Non Malika."

"Randa ya, Bik?" tebaknya.

"Iya, Non."

"Ya udah bentar lagi Malika turun. Makasih ya, Bik."

"Iya Non sama-sama. Kalau begitu Bibik permisi Non. Mau beres-beres yang lain." Malika tersenyum sambil mengangguk menanggapi ucapan Bik Jum.

***

Malika tersenyum tatkala melihat Sang sahabat sedang duduk manis di sofa yang berada di ruang tamunya.

"Sorry lama." Malika duduk di samping Randa. Mereka duduk bersisihan di sofa panjang.

Randa menoleh dan tersenyum manis. Beban hidupnya seolah menguap saat ia bertemu sahabatnya ini.

"Ngapain?" tanya Malika santai masih memperlihatkan senyum manisnya.

"Kok ngapain? Kan lo yang maksa gue datang ke rumah lo. Jangan belagak pilon deh lo." Malika cekikikan menanggapi ucapan Randa.

"Yaelah bercanda, Neng. Gue perhatiin akhir-akhir ini emosi lo gampang kesulut. Lo lagi ada masalah? Atau ada yang lagi ganggu pikiran lo?" Malika mulai memancing agar Randa mau bercerita dengannya. Walaupun mereka sudah lengket dan saling terbuka, namun tak semua yang Randa alami ia ceritakan secara blak-blakan kepada Malika.

"Enggak kok cuma lagi capek aja. Capek hati, capek pikiran, capek fisik juga." Randa menyenderkan punggungnya ke senderan sofa.

"Ran,"

"Hem."

"Kok lo enggak cerita yang sebenarnya ke gue sih? Lo enggak nganggap gue sahabat lo lagi? Lo enggak senang kalau punya sahabat macam gue ini yang katanya juga udah lo anggap kayak kakak lo sendiri?" Malika berkata tanpa menoleh ke Randa ia tetap menatap lurus ke depan.

"Ran." kesal Malika sembari menoleh menatap Randa saat Randa tak juga meresponnya.

Randa menghembuskan nafasnya kasar kemudian duduk tegak kembali menghadap Malika.

"Siapa bilang gue enggak nganggap lo sahabat lagi, hem? Lo itu sahabat terbaik gue. Baik itu dulu, sekarang, besok, bahkan selamanya lo tetap numbero uno buat gue."

Ia tersenyum menatap Malika.

"Gue juga bangga punya kakak macam lo. Lo itu langka, unik, judesnya lo itu enggak ada yang bisa nandingin." lanjutnya.

"Sialan lo. Lo muji apa ngatain gue nih?" Malika mendorong pelan bahu Randa yang membuat Randa terkekeh geli.

"Lo kenapa enggak jujur aja sih sama gue Ran, kalau lo udah berhenti kuliah?"

"Lo udah tahu?" tanyanya cuek.

"Gue enggak bego' ya, Ran. Gue itu udah tau lo luar dalam. Gue udah khatam watak lo. Gue juga bisa bedain saat lo lagi bohong dan saat lo sedang berkata jujur walaupun dengan mata tertutup, gue masih bisa bedaiin. Sekarang gue tanya sama lo dan gue mau lo jawab sejujur-jujurnya tanpa ada yang ditutup-tutupi kalau lo masih nganggap gue sahabat lo."

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang