1

133 12 15
                                    

"The best love is the kind that awakens the soul; that makes us reach for more, that plants the fire in our hearts and brings peace to our minds. That’s what I hope to give you forever."

***

Dinda memasuki kelasnya, kini hanya ada beberapa anak rajin  yang berada di kelas.

Dinda menghembuskan nafasnya perlahan, mengutak atik ponselnya, tertidur sekejap, dan akhirnya menyesali bahwa ia datang sangat pagi, ia berangkat pukul 06.05 pagi hari, itu semua dilakukan karna ia ingin meninggalkan rumahnya yang sudah seperti neraka di bumi.

"Din, tumben dateng pagi? Rumah banjir?" Karin langsung duduk di bangku depan Dinda.

"Bosen gue, liat 2 makhluk itu berantem terus" Dinda memejamkan matanya, ia masih mengatuk sebenarnya.

"Kenapa sih lo gamau tinggal dirumah gue aja, gue beneran cape liat lo begini terus" Karin menawarkan rumahnya  dengan penuh antusias.

"Kalo ngomong gapernah dipikir dulu sih, Landi mau ditaro mana?" Dinda kini bingung pasal kakaknya yang kurang sempurna itu tetap berada di rumah, mendengarkan setiap detik pertengkar kedua orangtuanya.

"Landi masih gamau ikut rehab? Paksa aja elah, susah amat"

"Landi bilang, kalo dia mau rehab untuk bisa jalan pas nyokap-bokap gue bener bener fix pisah" Dinda melirik ke arah pintu kelas "tuh pacar lo dah dateng, gue tidur bentaran lagi deh ya Rin.  Bye"

Karin melihat Devin dan Dinda secara bergantian, "kampret lo" Karin mendengus dan pergi meninggakkan Dinda.

"Vin, pagi!" sapa Karin dengan senyum di wajah yang begitu senang. bagaimana tidak, Devin, cowok yang ia suka sejak kelas 10 ini resmi jadi pacarnya sejak kemarin siang.

"Hei Rin, pagi" Devin membalas senyum itu dengan lambaian tangannya.

"Yee pacaran jangan disini kali" Dinda membuka matanya pelan, terbangun karna suara berisik dari teman sekelasnya yang begitu histeris karna Devin dan Karin sudah resmi pacaran. Dan menjadi couple goals di kelasnya.

"Sumpah Din, lo merusak pagi gue. Plis liat mereka so sweet banget" Sekar nenempeleng kepala Dinda pelan.

"Gak bakal ngaruh sama jomblo satu ini Kar, mending lo pergi"

***

Dinda melangkahkan pelan kaki kanannya ke dalam rumah yang kini sepi.

"Kak? Lo dimana?" Sahutnya pelan.

"Gue di teras samping nih" Landi berteriak kecil, Dinda langsung saja ke teras samping untuk menghampiri kakaknya yang sedang mendengarkan musik pop.

"Lagi ngapain nih? Serius amat?" Dinda mengecek judul lagu yang diputar kakaknya, Landi.

"Merenung lah, apa lagi" Landi melepas earphone yang tertancap di telinga kanannya.

"Dih? Masih jaman tah?"

"Lo sangka gue harus masak terus ngepel gitu? Apasih yang bisa gue lakuin sekarang kalo gak makan" Landi merubah posisi kursi rodanya. "Btw, apa menurut lo gue harus mulai rehab ya??"

Dinda melebarkan kelopak matanya, terkejut bukan main, karna baru kali ini Landi minta di rehab. Dengan keinginannya sendiri, "Lo serius mau direhab?" Dinda menggenggam tangan kakaknya.

"Abis gue pengen bisa jalan lagi. Rehab berapa bulan sih ya?"

"Tergantung lah, yang kayak gituan mah gak pasti kayaknya" Dinda menyeruput jus pisang yang berada di meja samping kursi roda Landi.

"Yaudah, besok lo daftarin gue ya gausah bilang ke Mama- Papa pinta Landi, Dinda mengangguk.

"Lan cari makan yuk" Dinda berdiri dari tempat yang sedari tadi ia tempati.

"Mama gak masak? Makanan di kulkas abis?" Tanya Landi, Dinda menggeleng.

"Mama? masak? Meski dia masak juga gue gabakal makan makanan buatan dia kok,  lagian gue lagi pengen makan sate" Dinda tersenyum, tertawa kecil.

"Dasar tukang ngidam" Landi mencubit pinggang adiknya.

"Bodo. Udah ah ayuk berangkat" Dinda mendorong kursi roda Landi.

**

"Lo mau makan disini apa gimana?" Tanya Landi.

"Makan sini aja kali ya? Gue gak betah di rumah" Sahut Dinda.

"Yaudah gue ikut aja"

Dinda mendorong kursi roda Landi masuk ke warung sate yang baru saja di buka. wajar saja, ini masih jam 3 sore, dan warung sate kompleksnya buka pukul 4.

"Kita kesiangan deh datengnya" ucap Dinda, dilanjut anggukan Landi.

"Cepet amat Lan, Din" sapa Bang Wito, pedagang sate yang sudah benar benar hafal dengan Dinda dan Landi.

"Kaya gatau ini orang aja, perut udah kayak karet ban truck fuso" Landi menunjuk Dinda yang berdiridi samping nya.

"Yowes, duduk dulu. Kaya biasa kan?" Bang Wito sudah hafal sekali pesanan yang buasa mereka berdua pesan.

"Iya lah, eh Bang, tapi kali ini gue gapake sambel" Dinda mengingatkan Bang Wito.

"Beres!" Bang Wito segera membuatkan pesanan Landi dan adiknya, Dinda.

**

Karin: Din lo tau gasih, gue bete banget sama Devin :'(

Dindakayaknya baru kemaren jadian, harusnya masih anget dong..

Karinenggak, bukan gitu! Devin itu terus terusan ngomongin syfa. Kesel lah gue:[

Dinda: syfa siapa lagi sih? Kan lo tau kalo Devin banyak direbutin cewek.
Dinda: gitu aj cmbru

Amara mematikan ponselnya ketika sate andalannya sudah selesai dibuat Bang Wito.

"Din, sekarang lo kelas 11 kan ya?" Landi bertanya seolah olah ia sudah lama tidak berjumpa Amara.

"Sumpah, gue udah jadi adek lo selama 17 tahun, dan lo gatau gue kelas berapa? Kenapa emang?" Mara menjawab dengan mulut penuh nasi.

"Eh bukan gitu gila, cuma mau nanya, 
Kok Belom pacaran?" Pertanyan Landi membuat nya tersedak tiba-tiba.

"Pertanyaan lo gak banget deh Lan" Dinda memasang wajah betenya.

"Wajar gue nanya, abisnya lo udah jomblo dari kelas 9 semester 2 kan" Landi menjulurkan lidahnya.

"Ya kan pas itu gue mau fokus UN, eh taunya sampe sekarang belom taken juga" Dinda menghela nafas. Ia tidak ingin pacaran, ia tahu betapa sakitnya patah hati, namun pertanyaan Landi sukses membuatnya melupakan semua prinsip 'tidak ingin pacaran' miliknya.

"Cari doi geh, jangan kelamaan jones" ucap Landi datar.

"Enak aja, gue gak jones ya! Lo kali punya pacar kok kayak gitu, cuma karna lo kecelakaan, terus dia minta putus gara gara lonya gak bisa jalan" Dinda balas meledek Landi dengan mantan pacarnya yang benar benar kurang ajar.

"Udah lah jangan ngomongin Sya terus, enek gue dengernya" Landi menutup kedua telinganya dengan telapak tangannya.

"Yee, impas geh, lo mah maunya menang sendiri" Dinda beranjak dari tempat duduknya dan segera membayar sate yang mereka santap.


***

AfraidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang