3

51 10 10
                                    

"The best and most beautiful things in this world cannot be seen or even heard, but must be felt with the heart."

***
"

"Hhh, sumpah ya tuh guru kok judes amat. Untung tua, kalo gak gue labrak kali geh" Dinda nyerocos sana sini dalam perjalanannya menuju toilet, kepalan tangannya tak kunjung turun dari udara.
"Lagian gue juga eror banget! Goblok amat sih Din" Dinda menempeleng kepalanya sendiri dan mendengus sebal. "Dinda govlok begete" ujarnya lagi.

Senyum manis melekat di wajah seseorang yang sedari tadi memperhatikan Dinda.

***

Karin tampak kerepotan dengan 2 gelas es teh manis di kedua tangannya, ia melangkah pelan agar isi dari kedua gelas yang ia pegang tak tumpah mengotori seragam barunya.

"Din gue gak tahan banget sumpah. gue mau ke toilet dulu ya" Karin meletakkan kedua gelas itu diatas meja dan langsung berlari.
Dinda medecak sebal. Ia langsung memakan baksonya tanpa menunggu Karin yang sedang berada di toilet.
Istirahat siang ini Dinda dan Karin memutuskan untuk ke kantin untuk memakan bakso andalan mereka

"Mmm, boleh duduk disini?" Cowok ganteng nan cool mendekat ke arah Dinda yang sedang melahap bakso dengan penuh rasa lapar, mengejutkan gadis yang sedang menyantap baksonya.
Dinda tampak bingung sesaat, ia melongo sebentar dan langsung mengangguk tak sadar.

"Kenapa? Ada yang salah ya sama gue?" Lelaki dihadapannya mengangkat alis karna Dinda terus memperhatikannya.

"Ehh, nggakk kok, gak papa. Duduk aja" Dinda menunduk dan menyantap baksonya lagi, menahan malu karna sedari tadi wajahnya benar-benar tidak terkontrol. "Nama lo siapa?" Dinda mengangkat kepalanya malu-malu.

"Oh iya, gue Bima, tapi temen temen gue pada manggil gue Bim. I don't even know the reason, hahaha"

"Gue panggil Bim, boleh? Lebih simple soalnya hehe, gue Dinda" Ia menyampingkan poninya, melihat wajah Bima yang sedari tadi tersenyum tak henti-henti.

"Kalo itu gue tau dari lama kok" ucap Bima yang langsung disambut tatapan heran dari Dinda,

"How did you know? Lo ngestalk gue ya?" Dinda mendelik, Bima langsung menutup mulutnya.

"Maksud gue, gue denger... mmm, gue, ya pokoknya gitu deh" lelaki tersebut menjawab grogi, matanya tak sanggup menatap mata Dinda. "Btw ini bakso lo semua yang makan?" Bima mengalihkan pembicaraan dengan cepat.

"Lo kira gue apaan makan bakso 2 mangkok? Tuh punya cewek yang lagi jalan kesini" Dinda menunjuk ke arah Karin yang sedang berjalan pelan.

Karin yang melihat Dinda duduk dengan seorang lelaki yang tidak ia kenal langsung mempercepat langkahnya, ia terus melihat sinis ke arah Bima.
"Din, siapa lo?" Karin memasang wajah datar.

"Bukan siapa siapa gue lah, apaan sih lo. Gajelas banget" Dinda menjawab dengan cuek. "Namanya Bima"
Bima melambaikan tangannya ke arah Karin. Dan dibalas dengan senyuman.

"Demi apa sih Din bakso lo udah abis!?" Karin mengangkat mangkuj bakso milik Dinda, terkejut melihat mangkok yang sudah kosong dan hanya tersisa kuah yang hanya sedikit.

Dinda nyengir, "lo lama, gue laper" jawaban itu membuat karin menempeleng pelan kepala Dinda.

"Lo Karin?" Bima menatap Karin tajam, kedua gadis itu diam seribu bahasa memperhatikan Bima.
Sedangkan Karin mengangguk ragu dan mengangkat sebelah alisnya.

"How do you know me?!"

"That's simple!" Bima menyuruput minuman yang ia beli. "Apa guna bet nama lo"

Karin menepuk jidatnya ling lung, "o iya"

"Udah kayak dukun aja" gumam Dinda pelan.
"Lo kelas apa Bim??" Dinda bertanya kepada Bima tanpa menatap kedua bola matanya.

"11 IPA 1" balasnya datar

"Widi anak IPA, gak takut digosipin kalo duduk bareng kita kita?" Karin mencibir.

Bima hanya tertawa "Kalian kelas berapa?"

"11 IPS 4, beda jauh sama kelas lo" Dinda nyengir, menjawab.

"Jadi kelas kita selama ini berhadapan? Bisa kali belajar bareng" Bima tersenyum tipis.

"Ya nggak papa, tapi sory kalo kita gak setara sama anak IPA 1" Karin mencibir lagi.

"Gue bantuin kok, dijamin" Bima mengangkat 2 jari nya membentuk huruf V.

"Gila dibawa bener sama dia, bercanda kali. Tenang, kita gak goblok goblok banget kok" Karin menunjuk Bima, tertawa renyah.

"Yaudah, gue balik ke kelas duluan ya" Bima melambaikan tangannya saat Ia berjalan cukup jauh meninggalkan 2 gadis itu.

***

"Gimana? Berhasil?" Zidan menghampiri Bima begitu melihat temannya yang kembali ke kelas tanpa ekspresi apapun.

"GILA BOI GUE TAU KELAS NYA" Bima berteriak histeris.

Pertanyaan teman-temannya langsung menerjamnya tiba tiba tanpa jeda.

"Serius?"

"Terus gimana?"

"Dia kelas berapa"

"Orangnya supel?"

"Wih keren amat lo bro"

"Bangga gue sama lo"

"Akhirnya, Bima deketin cewek"

"Mantap jiwa"

"Gue kok gak percaya?"

"Gimana lagi? Mau dilanjut apa berenti sampe disini?"

"Perjuangin tuh Bim, jangan langsung ditinggal"

"Keren, Bima jatuh cinta juga"

Bima tersipu malu, memang benar jika Ia tidak pernah dekat dengan cewek manapun.

"Sabar, satu satu" lelaki itu menarik nafas panjang dan langsung menghembuskannya kuat. "Gila baru kali ini gue ngerasain jatuh cinta, virus nya beneran mematikan" katanya menghayati.

"Anjir bahas lo kok jadi kayak dukun cinta" Dika meledek sembari memukul pelan punggung Bima, sebagai tanda pertemanan.

"Serius gua Dik, ini beneran bikin orang jadi gila" Bima memejamkan matanya.

"Lo tau gak arti dari najis?" Muti menatap jijik teman sekelasnya yang sedang dirasuki virus cinta.

Bima menghampiri Muti dan langsung menggoncangkan kedua bahu gadis itu "Mut, gue cuma tau arti cinta untuk sekarang ini"

"Najis lo anjir" Muti melepaskan genggaman dari Bima. "NES TOLONG LEPASIN GUE DARI DEKAPAN BIMA" Muti berteriak.

"Gue gak mau juga kena virus cinta punya si Bima" Nesya bergidik ngeri dan mundur beberapa langkah.

"Gila baru kali ini gue merasakan bahagianya jatuh cinta!" Bima berjalan sembari menari meninggalkan kelasnya. Tersenyum hangat kepada seluruh orang yang ada di pandangannya.

***

AfraidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang