10

29 4 2
                                    

"I choose you. And I'll choose you over and over and over. Without pause, without a doubt, in a heartbeat. I'll keep choosing you."

***

Dinda dan Karin berlari tanpa kendali begitu mendengar kabar bahwa Bima sudah sadar. Suster yang menelfon, karna memang Bima tidak pernah ditemani siapa-siapa kecuali Dinda.

Pintu yang tiba tiba terbuka dengan suara decitan yang memekakkan telinga mengagetkan seorang lelaki yang terduduk sembari memakan biskuit atau cookies.

"BIMA!" Dinda langsung ambruk di pelukan Bima, melepas kekhawatirannya selama ini. "Gue gak yakin kalo lo bisa sadar secepet ini, tapi makasih, lo udah ngilangin rasa khawatir gua sama lo" Dinda masih memeluk erat Bima yang hanya melongo, masih dengan cookies di tangan kanannya.

"Dinda? Lo kenapa disini? Kok lo bisa tau gue disini?" Bima masih mengernyit bingung, pelukan Dinda tak kunjung dilepasnya. Baru kali ini gue dipeluk cewek yang bener bener tulus mau meluk gue tanpa gue minta.

"Gue kenapa? Gue khawatir bego" ulas Dinda sembari melepas pelukannya dan menghapus air mata di pipinya.

"Apaan pake khawatir? Gue gak papa"

"Gila lo ya? Lo kecelakaan di deket rumah gue, dan setau gue di daerah itu gaada yang sekolah di SMA Jendsu II"

"Apa hubungannya kecelakaan gue sama anak Jendsu II?"

"Lo mau nyamperin gue kan? Gausah bohong" Dinda melotot, jari telunjuknya begitu dekat dengan wajah Bima.

"Apaansih geer amat!" Bima mengelak.

"Basi lo! Lo mau kerumah gue kan? Kok bisa kecelakaan sih demi apa" Dinda menurunkan jari telunjuknya.

"Lagian lo, gue telfon malem malem yang ngangkat buka lo atau Bang Landi atau Karin apa nggak Devin. Gue gakenal sama cowok itu, gue gak kenal dia" matanya tak menatap Dinda, "itu siapa lo sih?"

"Gila lo ya? Jadi orang kok lebay banget! Kalo gak tau gausah sok hebat" Dinda menjulurkan lidahnya. "Dia sepupu gue, yang paling deket sama gue. Radit"

Karin mendekat, "APAAN GILA BIM?! LO CEMBURU SAMA RADIT?" Ucapnya meledek.

Bima menunduk, "namanya cowok ya pasti pengen tau" malu.

"Gila lo sumpah! Cuma karna Radit angkat telfon gue lo kecelakaan? Bego banget" Dinda mengacak rambutnya, merasa bahagia karna Bima sebegitu perhatian dengan dirinya.

"Udah ah, gue mau tidur" ia mengalihkan pembicaraan. Menutup seluruh wajah dengan selmut, menutupi semua wajah merah bersemunya.

"Pasti ngeblush"

***

"Sumpah gue gak habis fikir sama Bima, gila kali ya tuh orang?" Dinda menutup pintu ruangan Bima dengan cukup keras. Karin hanya mangut mangut tidak ingin ikut campur.

"Cowok kayak gitu cuma ada 1 diantara 1000" ujarnya simpel lalu duduk di bangku tunggu.

"Maksud lo?"

"Dasar bolot"

"Eh beneran maksudnya apa?"

"Populasi cowok di dunia makin menipis" ulas Karin lalu bangkit, "gue balik dulu, kasian Landi sendirian. Gue mau modus sama Landi, bhay"

Dinda menendang pelan kaki Karin, menggumam sendiri, "apaan sih lo jadi puitis gini?"

Bima menarik lagi selimutnya, menggigit gemas selimut rumah sakit karna tak percaya apa yang tadi ia rasakan bersama Dinda. Patah tulang di kakinya sudah tidak terasa, apa lagi lecet-lecet disekujur tubuh. Yang dilakukan hanya memikirkan hal hal manis bersama Dinda. Toh, begitulah rasanya jatuh cinta, tak pernah memikirkan dunia, hanya ia dan gebetan.

AfraidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang