"Darkness cannot drive out darkness: only light can do that. Hate cannot drive out hate: only love can do that."
***
Dinda turun dari mobil dan langsung membuka gerbang agar Bima bersama mobilnya bisa masuk ke dalam.
Mendengar suara mobil, Karin langsung keluar dari dalam rumah, untuk mengambil kantung belanjaan yang ada di mobil."ADA KAN DIN PESENAN GUE?" Karin berteriak histeris saat Dinda berjalan menuju teras rumah.
"Hush, berisik amat jadi orang! Biar gue duduk dulu napa" Dinda melepas kucirannya, menyisir pelan rambut halusnya menggunakan jemari tangannya.
"Eh, itu orang didalem mobil lo siapa?" Karin menyipitkan matanya, dan langsung melotot melihat Bima keluar dari dalam mobil Dinda dengan beberapa kantung belanjaan di kedua tangannya.
"Parah lo, udah deket aja sama si Bima. Gak pake cerita pula" Karin menunjuk Dinda dengan jari telunjuknya.
"Berisik Rin" Dinda menatap sinis Karin yang sedang terpana melihat Bima kesulitan membawa belanjaan.
"Bima? Kok bisa bareng Dinda? Duh gila, sini gue bantuin" Karin menghampirinya dan membantu membawa kantung plastik.
"Iya tadi ketemu di supermarket. Sekalian mam
Dinda berteriak pelan memanggil Landi karna es krim miliknya harus segera dihabiskan sebelum meleleh.
"Lo beli berapa emang?" Tanya Landi
"Gatau gue, liat di struk belanjaan aja, gue males harus bolak balik ke supermarket cuma buat es krim lo" Dinda menyodorkan kantung plastik berisi es krim pesanan Landi.
"Din, baru kemaren gua nasihatin" Landi menyipitkan matanya. "Lo siapa?"
"Bima kak, temen sekolahnya Dinda" Bima tersenyum.
"Oh, gitu... gue heran aja. Dinda jarang ngajak main temen ke rumah, apa lagi cowok, mentok-mentok si Karin"
"tadi gak sengaja ketemu di supermarket" Bima menggaruk tengkuk kepalanya
"Yaudah, gue tinggal ke belakang dulu ya Bim, santai aja, jangan dibawa susah" Landi mendorong kursi rodanya ke taman belakang.
"Mau duduk dimana? Di teras apa di ruang TV?" Tanya Dinda yang sudah kembali dengan beberapa snack juga softdrink di tangannya.
"Ikut kalian aja gue"
"Yaudah yuk, ke teras aja. Karin di luar" Dinda melangkah lebih dulu menuju teras depan.
Baru saja Dinda melangkahkan kaki kanannya ke teras rumah, Karin sudah berjingkrak-jingkrak ke arah-nya dan berteriak dengan wajah berseri-seri."Demi apapun, Devin mau kesini" Karin berteriak senang.
"Hah? Ke rumah gue? Gila lo ya, mau pacaran di rumah gue! Lo mau jomblo satu ini jadi obat nyamuk?!" Dinda memaki Karin, orang ini benar- benar semau nya, ia tidak berkompromi dengan Dinda terlebih dulu, sang pemilik rumah.
"Eh bukan gitu maksud gue. Ya lo tau kan kalo Devin orang nya gimana. Dia gak bisa diomongin, selalu bandel. Lagian lo kan sama Bima, jadi gak jones jones banget" Karin melewekkan lidahnya ke arah Dinda. Mengejek.
"Eh kok jadi ada nama gue disebut sebut? Lorang ngerencanain apa?" Bima menyahut, Dinda dan Karin menatap Bima dalam diam selama beberapa detik, hanya ada suara gemercik air kolam.
"Apasi lo kepo banget, udah duduk yuk, ngobrol apa nih?" Karin menarik Bima untuk duduk di sampingnya.
"Hobi? Gimana kalau hobi?" Bima menaikkan alisnya,
"Hobi? Oke, gue paling suka makan" ucap Mara, "sampe, waktu itu gue pengen buat cenel youtube tentang video makanan"
"Iya, gue inget banget waktu kelas 10 lo mau buat cenel youtube kan? Terus lo ngajak gue" Karin menimpali.
"Dinda suka makan? Badan lo gak melar melar anjir" Bima menunjuk tubuh ideal milik gadis berambut panjang.
"Gini gini gue juga suka olahraga ya. Jangan remehin gue dong" Dinda menyombong, membusungkan dada.
"Ya deh percaya... paling cuma jogging 5 menit terus makan 5 piring" Bima mencibir
"Hah? Apa kata lo? Eh buset lo Bim, meremehkan gue banget, besok gue tantang lo jogging keliling kompleks gue? Deal?"
"Heleh, tapi jangan nangis kalo kalah, terus itu kalo kalah lo harus nraktir gue? Deal?" Bima mengedipkan matanya, menggoda Dinda. Wajah gadis itu merah padam karna tingkahnya.
"Gila udah lupa dunia" Karin bersiul menengahi perdebatan mereka.
Suara klakson motor membuat pertengkaran mereka terhenti sesaat, Karin segera berlari membuka gerbang karna Devin sudah berada di depan gerbang rumah Dinda.
"Dev!!" Karin membuka 1 per 4 gerbang agar motor besar Devin bisa masuk ke dalam.
"Hai! Ini bawa kesana, Dinda sama.... siapa? Yang cowok?" Devin menyipitkan matanya, untuk memperjelas pengelihatannya.
"Itu? Itu Bima, temen Dinda . Thanks pizza nya Vin!" Karin tersenyum ringan. "Yuk ah gabung sama mereka" gadis itu menarik manja lengan Devin setelah lelaki itu turun dari motornya.
Dinda yang mengetahui Devin membawa buah tangan untuk mereka semua langsung berbinar- binar, tangannya menjulur secara tidak sadar. "Lo bener-bener temen sejati gua Vin" Dinda meraih kantung plastik dari tangan Karin.
"Ye dasar lo, makan terus"
"Bodo. Bim, mau? Ambil aja" Dinda menyodorkan pizzanya ke arah Bima yang sedari tadi hanya tersenyum dalam diam.
"Gue gak terlalu suka pizza, lo aja. Thanks" Bima menggeleng pelan, sedangkan Dinda terlihat begitu senang karna pizza pemberian Devin tidak berkurang 1 potong.
"Lo siapa? Kelas?" Devin menyodorkan rangan kanannya, bermaksud mengajak berkenalan.
"Bima, IPA 1" Bima membalas jabatan tangan Devin.
"Lagi proses pendekatan? Awas, makannya banyak" Devin mencibir, meledek Dinda yang sedang asyik menyantap pizzanya berdua dengan Karin.
"Gak pdkt kok... oh iya lo siapa?"
"Gue Devin, temen sekelas mereka"
"Ohh jadi yang namanya Devin itu lo?" Bima memalinhkan wajah, mengangguk.
"Iya gue, emang kenapa?" Devin menatap Bima bingung.
"Nggak papa kok, gue mau ke Dinda dulu ya" Bima beranjak dari tempat ia terduduk.
"Eh tunggu bentar dong, tadi kenapa bahasa lo gitu? Apa maksud lo?" Devin menarik tangan Bima, bermaksud mencegah lelaki itu meninggalkan tempatnya.
"Ah? Enggak ada maksud apa-apa. Gue cuma kaget aja ternyata pacar Karin itu lo" Bima meringis sembari mengelus tengkuk kepalanya. Ia lekas pergi meninggalkan Devin yang sedang sibuk mencerna ucapannya.
"Din, gue balik dulu ya" Bima menenteng kantung belanjaan yang sedari tadi berada di atas tangga.
"Hah? Mau balik sekarang? Yaudah tunggu bentar, gue ambil kunci mobil dulu" Dinda mengelap sisa pizza yang menempel di sudut bibirnya, lalu bergegas ke dalam untuk mengambil kunci mobil.
"Gak, gue balik sendiri aja, lagian disini lagi ada Karin sama Devin" Bima menggeleng pelan.
"Gue harus nganterin lo" Dinda masih bersikeras untuk mengantar Bima pulang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Afraid
Teen FictionI'm too afraid of fell in love. i'm too afraid to lose you Afraid by Ajeng. published on 27th January 2017