Takut

97 19 24
                                    

Ugh, kakiku basah terkena cipratan air berwarna hitam. Sumpah! Ini menjijikan. Udah kotor bau lagi, kenapa coba tadi harus hujan? Mana sampah yang ada di trotoar banyak, lagi. Ewh. Belum lagi jalan menuju rumahku harus melewati gang sempit dan gelap. Oh Tuhan! Lengkap sudah penderitaanku hari ini.

"Goblok! Lo berani ngelawan gue?" Aku tersentak mendengar suara laki-laki setengah berteriak di ujung gang yang sempit dan gelap ini. Tak lama setelah suara itu, terdengar bunyi 'gedebuk' seperti seseorang yang terjatuh.

Astaga! Apa itu? Kepalaku celingukan mencari asal sumber suara tersebut, mataku sedikit awas dalam keremangan dan sempitnya gang ini. Kakiku melangkah perlahan, suara itu terdengar semakin jelas. Tubuhku bergetar ketakutan dan dahiku mulai mengeluarkan keringat sebesar biji jagung saat melihat anak SMA yang tengah disiksa. Enggak, ini bukan lebay, aku sungguh ketakutan saat melihat dua orang preman berbadan besar dan tato yang hampir menutupi seluruh tubuhnya.

Wajah kedua preman itu tampak sangar, benar-benar menakutkan sekali. Aku terpaku saat salah satu dari preman berotot besar-besar itu menatap ke arahku. Astaga Tuhan selamatkan aku! Jangan sampai preman itu mencelakaiku. Oh tidak! Preman berkepala pelontos itu berjalan ke arah ku. Tidak, tidak, tidak, bagaimana ini. Otakku berputar memikirkan cara untuk berlari, namun saat mencoba melangkah kakiku terasa semakin berat.

Ya ampun! Orang itu semakin dekat, aduuuh bagaimana ini. Ayo Risma, mikir Risma, mikiiiir! Jantungku berdetak dengan hebohnya seperti genderang mau perang. Preman berkaos oblong itu semakin berjalan mendekat ke arahku. Kedua kakiku terasa seperti jelly, seperti tak sanggup lagi berdiri dan menopang beban tubuhku. Keringat dingin membasahi tubuhku kala preman itu sudah berada di hadapanku.

Matanya yang tajam menatap tepat manik mataku. Aku terpaku saat ditatap seperti itu. Hatiku semakin dag-dig-dug tak karuan. Preman itu menyilangkan tangan di dada,
Namun salah satu tangannya melambai. Tunggu. Melambai? Sepertinya ada yang salah, tapi apa? Preman itu terus memperhatikanku dari atas ke bawah. Aku yang diperhatikan seperti itu kepanikan. Aduuuh mau apa sih, preman ini?

"Hey, Cyiin," ucapnya sambil mencolek bahuku, "mau kemanose iyey, malampir gipinipi jili-jili sendokiran?" sambungnya dengan suara yang cempreng, seperti banci-banci yang sering mangkal di Taman Saritem.

Aku melongo mendengar suaranya yang cempreng. Mulutku terbuka lebar dan mataku melotot sampai rasanya bola mata ini hendak meloncat keluar. Astaga! Jadi, sejak tadi aku ketakutan setengah mati hanya karena seorang banci? Banci? OH MY GOD!!!

👻👻👻

Khrsmnadya mainannya sama banci. Bhaks 😂

Katanya DrabbleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang