Gelar ustad papan atas yang dimiliki suamiku, menjadikan keharmonisan rumah tangga kami sebagai panutan bagi semua orang. Mereka mengatakan bahwa pernikahanku sangat bahagia, tentram, damai dan tanpa masalah. Semua itu omong kosong! Nyatanya, baru saja pernikahanku menginjak usia satu minggu, badai besar datang melanda bahtera rumah tangga kami.
Tadi pagi, seorang wanita yang mengaku sebagai istri dari suamiku bertandang ke rumah ini. Dan yang lebih parahnya lagi, suamiku mengatakan bahwa memang benar wanita itu adalah istrinya yang hilang kabar sejak dua tahun yang lalu. Dua tahun lamanya dia tidak mendapat kabar dari istri pertamanya yang pergi ke Arab entah untuk apa. Itulah sebabnya Arsy—suamiku—menikahiku.
Sakit. Sungguh sakit. Hatiku teramat sakit. Kenapa kebenaran itu baru terungkap sekarang? Kenapa tidak sejak awal kebenaran itu diketahui? Harusnya kebenaran itu terkuak sebelum pernikahan ini terjadi. Kenapa ya Allah? Kenapa....
Air mata mengalir dengan deras dan meninggalkan jejak seperti anak sungai di pipiku. Tanganku membekap mulut untuk meredakan isak tangis, tapi itu tidak berhasil sama sekali. Isakan ini malah semakin keras. Kini aku sedang duduk menghadap layar 32' yang menayangkan acara Arsy yang tengah meminta maaf secara terbuka pada media. Dia mengatakan bahwa dia tidak bermaksud membohongi publik perihal pernikahan pertamanya dengan wanita bernama Dewi.
Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku harus tetap meneruskan pernikahan ini atau mengakhirinya? Aku tidak tahu harus berbuat apa.
Kalau aku meneruskan pernikahan ini, artinya aku akan menjadi wanita yang sangat egois dengan berbahagia di atas penderitaan Dewi. Ya Allah ... aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Beri hamba-Mu ini petunjuk ya Allah.
*****
Satu minggu sudah semenjak pengakuan Arsy pada publik, selama itu pula Dewi tinggal bersama kami di rumah ini. Dan selama itu pun Arsy berusaha mengajakku berbicara. Namun, tak sepatah kata pun keluar dari mulutku, malah air yang terus mengalir dengan deras. Entahlah, akhir-akhir ini aku sangat sensitif.
Setiap melihat Dewi, aku menangis. Kala mendengar Arsy membahas tentang kehidupan rumah tangga kami kedepannya, aku menangis. Bahkan melihat semut mati pun aku menangis. Ya Allah! Kenapa aku sebenarnya? Tidak biasanya aku seperti ini.
Akhirnya kami bertiga—ku, Arsy, dan Dewi—berdiskusi untuk menyelesaikan masalah tentang kehidupan kami selanjutnya. Mataku tak kuasa menahan tangis kala membahas tentang ini. Entah sudah berapa banyak air mata yang kujatuhkan hari ini. Aku tidak sempat menghitungnya karena sibuk. Sibuk menangis! Coba saja kalau aku tidak sibuk, aku akan menghitungnya.
Keputusan pun dikumandangkan oleh suamiku terka—errr, maksudku suami kami—aku dan Dewi—karena dia adalah kepala keluarga. Dan dia memutuskan untuk tetap mempertahankan pernikahannya dengan Dewi. Lalu, bagaimana dengan nasibku? Keputusan ada di tangan istri pertama karena Arsy yang menyerahkan wewenang itu pada Dewi.
Ada sedikit rasa nyeri di hatiku saat suamiku menyerahkan keputusan itu pada Dewi. Tapi mau bagaimana lagi? Memang sudah seharusnya seperti itu 'kan? Setelah beberapa menit menunggu kata terucap dari mulut istri tua Arsy. Akhirnya Dewi mengatakan dengan ikhlas bahwa dia rela jika aku menjadi istri muda dari Arsy. Dan inilah akhir dari pernikahanku. Menjadi istri kedua dari seorang ustad papan atas.
The end....
*****
Ieu teh bukan ending yang manis, malah absurd, bhahahha
Takpelah takpe, dibuang sayang, dipublish ... Hah, sudahlah 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya Drabble
Short StoryJangan dibuka! Nanti menyesal! Mending dibaca aja ceritanya.