***
Kompas, 15 September 2011
Satu minggu setelah kasus keracunan gas senyawa glycoalkaloids atau yang sering dikenali dengan solanin, yang menewaskan salah seorang juru masak Hotel Arjuna di kawasan Grogol, Jakarta Barat, polisi menyatakan resmi menutup kasus tersebut karena selama penyelidikan yang sudah dilakukan, tim penyidik mengklaim bahwa tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan dari pihak manapun.
"Tidak ada bukti kuat untuk menyatakan jika kasus itu adalah pembunuhan berencana." Jelas Haryanto, (55/Sel,14/09) kepala penyelidikan Bareskrim Metro Jaya saat ditemui di acara konferensi pers tadi malam. "Kami sudah berulang kali menyelidiki rekaman CCTV juga beberapa staff hotel atau saksi kejadian, dan itu murni kecelakaan kerja. Pihak penanggungjawab hotel sudah menyatakan akan bertanggungjawab atas kejadian ini. Kami sudah memulangkan kembali kasus ini kepada pihak hotel, karena korban saat itu masih berstatus sebagai salah satu karyawan mereka."
Sesuai yang diketahui, belum lama ini kasus keracunan senyawa glycoalkaloids yang menewaskan Bening Hapsari (47)-salah seorang juru masak Hotel Arjuna sempat menghebohkan publik. Pasalnya, kasus seperti ini baru kali ini terjadi. Menurut rekaman CCTV hotel, Bening yang saat itu tengah bekerja terlihat memasuki ruangan penyimpanan sayuran dan tidak terlihat keluar selama satu jam. Setelah beberapa saat dua orang staff dapur mencarinya dan menemukannya telah tewas di dalam ruang penyimpanan sayuran diduga karena menghirup gas senyawa glycoalkalois dari kentang yang sudah membusuk terlalu banyak.
****
Gema terbangun keesokan harinya pukul setengah enam, secara mendadak seakan ada seseorang yang berteriak keras di dalam kepalanya. Membuatnya pusing. Bayangan ingatan akan upacara kematian Bening lima tahun lalu seperti memenuhi partikel-partikel kecil di otaknya, seakan menciptakan gejala listrik statis yang membuatnya mendesah frustasi. Sudah beberapa bulan ini dia tidak meminum lagi pil tidurnya, menghindari efek samping. Pun tidak baik untuk kesehatan.
Tidak tahan lagi, dia melompat kecil turun dari ranjang, mencuci muka kemudian pergi ke dapur. Memasak.
"Kak buruan. Laper nih." Dari belakang, Nuansa menghambur mendekat ke pantry, duduk di atas kursi di depan meja. "Masak mie instan aja lama."
"Bawel." Tubuhnya berputar menghadap Nuansa, menjitak kepalanya sambil menyodorkan semangkuk indomie goreng di atas meja.
"Telur gorengnya mana?"
"Cuman ada satu." Gema menjawab ambigu, berjalan dengan langkah tenang menuju ke ruang santai lantas menghidupkan televisi. "Buruan dimakan. Keburu dingin nggak enak."
Nuansa mengusap rambut kepalanya frustasi dan medengus kecil, mengikuti kakaknya duduk di sofa.
"Ponsel. Mana ponselnya?"
Lagi, Nuansa membuang napas kesal karena kakaknya. "Tanyanya nunggu gua selesai makan napa?" jawabnya, mulutnya masih penuh dengan suapan mie.
"Cuman ngingetin, bego. Ntar siang gua balik ke Jogja, awas aja sampe lupa."
"Ada tuh di kamar." Nuansa menjawab tanpa minat, "Bilangnya nggak kenal, tapi ngebenerin ponselnya yang udah rusak."
"Kita sekampus, anjing. Lu mau gue gagap di depan dia kalo seandainya kita nggak sengaja papasan dan tiba-tiba dia tanya soal ponselnya, hah?"
"Bukan berarti harus ngebenerin juga kan? Bilang aja kakak pengen tau nomornya."
"Nggak usah sok tau deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
PION (Elegi dari Sebuah Bidak Catur)
Teen FictionCopyright hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin cerita tanpa sepengetahuan penulis.