Angin kering musim kemarau panjang menyibak gundukan dedaunan maple kering yang telah terkumpul di jalanan utama alun-alun Negeri Mhayya. Membawa pe-er baru bagi tukang sapu ibukota yang sudah bekerja seharian penuh menyapu jalanan. Maklum, tak hanya kekeringan fisiologis yang melanda negeri yang dulunya subur nan permai itu, namun juga kekeringan batin melanda para perjaka di sana-sini. Kering! Tandus! Setandus hati para jomblo di malam minggu yang cerah. Perjaka berkeliaran di negeri beriklim gurun tanpa pasangan? Mimpi buruk, doooh!
Terik menyengat matahari siang ini tidak mengurangi aktivitas rakyat negeri Mhayya. Para perjaka dan perawan itu masih saja ramai memenuhi pusat kota seperti halnya suasana pagi di weekend. Pasar dipenuhi para perjaka dan perawan yang masih menjomblo maupun yang telah berumah tangga. Banting tulang mengadu nasib di ibukota demi sesuap nasi dan segenggam kartu kredit unlimited.
Seorang pemuda berjalan-jalan santai sembari menghitung keping emas hasil barter ikan pancingannya dengan hati riang gembira selalu senang serta bahagia. Gumaman lagu-lagu religi yang selalu ia dendangkan tanpa sadar dikala sedang dirundung kegembiraan menyelinap keluar dari bibir merah mudanya.
Ipod yang mendendangkan album lagu salah satu boyband K-pop dengan earphone menyumpal lubang telinganya nyaris tak menandingi bunga-bunga yang bermekaran di taman hatinya.
"Aigoo, satu keping, dua keping... lima puluh keping. Haiyaaa! Fantastislah. Bisa makan ramyeon asli Negeri Gingseng ini owe." Wajah imutnya semakin memancarkan keimutan saat mata sipitnya melengkung tersenyum. Cay—pemuda tadi—sampai tidak memperhatikan jalan di depannya, sibuk menghitung tabungannya.
"Cay! AWAAAS!" Sarz, tetangga rumah Cay berseru keras melihat iring-iringan kuda kerajaan melaju kencang ke arah Cay yang imut. Sarz meraih gitar akustiknya dan berlari ingin menyadarkan temannya itu. Sayangnya, tak terjangkau. Cay sudah menghilang di antara debu-debu pasir bertebaran akibat kuda-kuda kerajaan yang besar-besar.
Kerumunan perjaka dan perawan yang memenuhi pasar terbelah oleh kharisma Jenderal Kinchiro beserta prajuritnya.
Sarz, pemuda yang berprofesi sebagai musisi jalanan itu membelalak ngeri. Digigitnya jari dan siap menerbangkan sapu tangan hitam tanda belasungkawa terhadap temannya. "Awas ada rombongan kerajaan. Jangan lewat situ, Cay, Kamu bisa mati muda! Mana belom kawin!" gumamnya menyesal tidak memperingatkan lebih awal.
"Uhuk-uhuk-uhuk. Telat govlok, owe udah kelindes ini. Untung owe cepat-cepat teleportasi beberapa detik ke masa depan."
Suara Cay di belakangnya membuat Sarz bangkit dari keterpurukan. Sarz berputar cepat seperti pemain balet andalan. "Cay! Kamu belum mati rupanya."
Cay yang penuh debu dan kotoran kuda memasang tampang datar. "Lo pikir owe mati?"
Sarz tersenyum samar. "Yang penting kamu selamat dan tidak mati sebelum kawin."
Cay memutar mata. Pandangannya beralih ke Jenderal Kinchiro yang berdiri di atas kudanya. Kudanya pun ikut berdiri agar sang Jenderal lebih tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Holly Virgin Hunters
HumorSang Perawan Suci terpilih telah diculik Raja Cepek Tong dari Negeri Tetangga! Kaisar Negeri Mhayya murka! Diumumkanlah sayembara penyelamatan sang perawan ke seluruh penjuru negeri. Mampukah ke delapan perjaka terbaik negeri menyelamatkan kepolosan...