04

18.6K 2.2K 49
                                    

"Kita kedatangan tamu..."

Suara dekat pintu membuatku terjingkat dari posisiku yang terkulai di atas ranjang. Itu adalah suara Zac. Suara itu membawaku dalam kesadaran menggiringku pada ketakutan. 

Siapa yang datang? Teman? Atau musuh? 

Aku masih tak bisa menerka jam berapa sekarang. Kupaksa tubuhku untuk bangun, tidak menghiraukan rasa sakit yang menguasai kepalaku. Turun dari ranjang, kudekati arah pintu. Mencari celah untukku melalui lubang kunci untuk mengintip keadaan di luar.

Telingaku rasanya meledak ketika aku menempelkan kepalaku di permukaan pintu. Suara baku tembak terdengar seperti kembang api yang menyala tepat di sebelah telingaku. Tembakan-tembakan itu terdengar kurang dari satu menit tapi terasa begitu lama. Aku bisa mendengar deru napas seorang pria, langkah berderap ke arah pintuku. 

Lalu sunyi sesaat. 

Aku pun menyerah dalam diam, tenggelam akan pikiran-pikiran buruk yang menguasaiku. Haruskah aku kembali ke ranjang dan berdoa di sana? Atau aku harus mendobrak pintu ini? Yang mana merupakan usaha sia-sia karena jelas aku tak sesering itu berlatih di gym untuk mendapatkan kekuatan super.

Detik berikutnya, engsel pintuku bergerak-gerak kasar. Aku tersentak. Keraguan membuatku tidak berani mengambil risiko untuk berteriak dan terua mengamati gerakan liar engsel pintu itu seperti tokoh malang di film horor yang siap-siap dibunuh.

"Nona! Ailee?? Apa Anda di dalam?!" teriak sebuah suara. Suara pria yang sejak kemarin tak asing di telingaku.

"John? Apakah itu kau, John?" secercah harapan menguasaiku. John menjemputku kemari! Dia hebat. Aku yang tadinya mundur beberapa langkah dari pintu, kini berlari mendekat pada pintu, dan bersiap menghadapi apapun yang ada di depan pintu, asal aku bisa lolos.

John membuka pintu, matanya berbinar melihatku, tapi wajahnya bersimbah darah. Sebelah tangan kirinya tidak ada, buntung, astaga. Lubang di bahunya menganga lebar. Tapi belum sempat aku meraih tangan kanannya yang masih utuh, Shin berada di belakang John, ia menghunuskan katananya, lalu membelah punggung John di depanku. Mata John nanar dan pekikan kesakitan lolos dari bibirnya. Kakiku lemas saat mendengar besi tajam itu mengacaukan posisi tulang punggung John.

"Hhh... kupikir ada apa." Ucap Shin dengan santainya saat tubuh tegap John ambruk ke lantai yang hitam itu. Shin menyingkirkan mayat John dari hadapanku dengan menendangnya berguling ke samping, lalu mengamatiku dengan mata indahnya yang dingin dan menakutkan.

Pria itu berjalan mendekat. Aku memaksakan kakiku untuk mundur, tapi keduanya terasa dingin dan lemas. Aku menyerah pada hidupku dalam ketakutan membayangkan rasa sakit yang akan kuterima dari katana yang dimiliki pria ini. Seperti yang ia lakukan dengan tanpa beban pada tubuh John.

"Dia salah satu bodyguard-mu kan?" Aku hanya bisa menatap mata itu dan memohon ia segera menyelesaikan ini, melepaskanku dari ketakutan dan ketidakberdayaan, "Aku hafal yang satu ini. Ia menjaga pintu masukmu dengan sangat ketat, sangat merepotkan." Katanya lagi sambil melirik ke arah mayat John yang bergeming.

Aku tak menjawab apapun, tak bisa bergerak. Hanya memandang mata pria itu dan berusaha untuk tidak menangis ketakutan dan menunjukkan kelemahanku.

"Tidak. Aku tidak akan membunuhmu. Asal kau tidak berpikir untuk kabur, mengerti?" pria itu mengulurkan tangannya.

Aku mundur selangkah dan pria itu menangkap lenganku dan meremasnya erat. Matanya seakan sedang menginterogasiku. Menanyaiku pertanyaan dan memberiku perintah. Aku tak mengerti. Aku tak tahu apa yang diinginkan para penculik ini, tapi jika begini terus, aku yakin pria ini akan menebasku seperti apa yang ia lakukan pada John.

Beauty and The StoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang