Ailee tersenyum lebar di hadapan orang-orang yang berteriak memuja-muji suaranya. Beberapa ada yang melempar bunga, bahkan pakaian dalam mereka ke atas panggung. Mata hijau cerah milik gadis cantik itu bersinar-sinar indah, memantulakn kilat-kilatan light stick ungu, warna kesukaannya yang menjadi warna kesukaan penggemarnya, bergelombang mengelilingi lautan manusia yang berseru di bawah panggungnya, bagai ombak lautan saat senja yang penuh sihir.
"Terima kasih. Kalian sangat hebat malam ini. Aku cinta kalian, California!"
Kata-kata singkat itu cukup untuk menggetarkan seluruh Empire Polo Club, tempat sang diva muda menggelar konser. Tempat itu bergemuruh dengan teriakan dan tangisan histeris.
Konser malam ini adalah yang terakhir dari tour konser musim dingin tahun itu. Konser yang didedikasikan Ailee untuk acara amal. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk membantu korban perang, terutama untuk wanita dan anak-anak korban perang di Timur Tengah. Semuanya berjalan lancar, seperti yang sudah ia perhitungkan dan rencanakan matang-matang bersama manajernya. Tiket selalu sold out selama satu musim yang gila itu.
Ailee jelas tahu apa yang ia punya. Fans-nya dari seluruh dunia berkumpul bukan hanya untuk bersenang-senang bersamanya, namun untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan di luar sana. Lancarnya tour ini juga efektif untuk mengembalikan nama baiknya setelah ia mendapat skandal buruk tentang pemukulan di sebuah klub malam yang tak pernah terjadi sekali pun.
Senyuman bahagia di wajah Ailee mencerminkan perasaannya saat ia menyelesaikan pekerjaannya di atas panggung. Menggerakkan lautan manusia untuk bernyanyi, bersuara dengan melodi yang sama dengannya adalah sebuah pencapaian luar biasa baginya. Senyum itu terlihat begitu memukau, dan hangat di saat bersamaan, sebelum gadis muda itu melambaikan tangannya dan kembali ke belakang panggung diiringi seru-seruan pemujaan yang tak bisa ia dengar dengan jelas.
Senyum Ailee masih bertengger di sana, saat ia mendapat pelukan hangat dari seluruh kru panggung, penari latar, produser, asisten pribadi, semua orang. Semua memujinya, bangga pada dirinya yang muda, cantik, kuat dan berhati mulia. Dan Ailee membalas semua senyuman itu dengan senyuman yang sama.
Senyum palsu.
Itu adalah senyum yang ia jual saat ia turun dari tempatnya berkarya di atas panggung. Orang-orang itu, mereka mendapat keuntungan darinya yang bekerja keras. Mereka terlihat seperti sangat peduli dan mencintai Ailee. Namun gadis itu cukup cerdas --terlalu cerdas-- untuk tahu bahwa ketika ia tak bisa berkarya lagi, mereka akan meninggalkan dirinya sendirian. Di tempat itu. Di dunia penuh kepalsuan yang pernah diciptakan manusia seorang diri. Dunia entertain.
Setidaknya, sejauh ini, hanya sebatas hal-hal itulah yang terlintas di pikiran Ailee sebagai sesuatu yang perlu di khawatirkan. Ia sama sekali tak menyangka bahwa ada sosok gelap, sosok yang aneh, berbeda dari lautan manusia lainnya, tengah mengawasi dirinya dari jauh.
Di antara kerumunan penonton yang mulai membubarkan diri.
Seorang pria, tinggi, kurus, berambut hitam gondrong, terikat asal di balik lehernya masih berdiri di tempat yang sama saat penonton konser membubarkan posisi mereka dan tertawa bersama. Pria itu memakai jaket Nike abu-abu dengan hoodie yang menutupi seluruh bagian belakang kepalanya. Ia memakai masker penutup mulut, menyisakan mata tajam dengan iris keabu-abuan yang memandang bulan.
Ring. Ring.
Ia menunduk, mengangkat teleponnya yang berdering, membuyarkan apapun yang sedang ia lamunkan saat menatap bulan yang kesepian.
"Apa?"
"Sudah... selesai?"
Pria itu terkekeh. Suara yang ia dengar adalah suara Optimus Prime. Seseorang yang menghubunginya itu menggunakan voice changer dan mengubah suaranya dengan suara robot yang gagah perkasa itu, padahal nyatanya, suara asli si penelpon itu terdengar seperti anak anjing Siberian yang sedang kelaparan.
"Aku sudah merekam dari tempat VVIP, jangan meminta lebih. Kau seharusnya senang bayaranmu." Ucapnya sambil membalikkan badan, berjalan menjauhi panggung yang mulai dimatikan lampunya.
"Itu yang... kausebut... bayaran? Kau payah!"
"Berhenti merengek. Bagaimana dengan urusanmu dengan Sebastian?"
"Aku... baru saja memastikannya. Pria itu... berkhianat." Hening sejenak sebelum si Optimus Prime palsu itu kembali berkata, "Aku ambil... jaminanku."
"Oh, ini tidak mungkin serius." pria ber-hoodie itu terkekeh dan terus berjalan santai menjauh dari area konser menuju mobilnya.
"Bukan 'oh', Shin. Aku serius. Bawa... gadis itu... kemari!"
"Baiklah, Bocah. Siapkan panggungnya." Pria itu memasuki mobilnya dan mulai menyalakan mesin dan melepaskan masker yang menutupi sebagian wajahnya, "Hubungi Zac. Kami akan membawa Ailee padamu." Ucapnya dengan senyum dingin.
.
.
Rev. Sat, 140418Don't stop reading till the every end, Honey ❤
Please give vote and lemme know if you appreciate this story on the comment below. Thanks a lot.
👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The Stone
Fiksi IlmiahHighest rank #1 in Science Fiction (180717,200717,80817,110917,dst) The First Book of The Beauty's Trilogy. Aku hidup di tengah gemerlap cahaya, musik, ketenaran dan cinta. Tidak ada yang bisa kusembunyikan dari kamera yang selalu mengintaiku tiap d...