Aku berjalan saja tak peduli dengannya yang jatuh karna ku. Tiba-tiba langkahku terhenti karna Geo mengaung sambil mengatakan 'Mate'. Ya, wangi stawberry bercampur vanilla sangat menyeruak di hidungku. Aku mengikuti arah kemana wangi ini. Mataku melihat gadis yang dugaanku memiliki wangi ini. Sungguh. Ini sangat memabukkan.
'Geo, apa wangi ini berasal dari gadis itu!' tanya ku pada Geo.
'Mungkin'
___________________________
Yna POV
Aku berjalan gontai di lorong sekolah. Hari ini perasaanku campur aduk, antara senang dan takut. Senang karna skorsku sudah selesai, takut karna Kara mengganguku lagi.
Orang tua Kara adalah donatur terbesar kedua di sekolah ini. Donatur besar pertama sekolah ini menurut kabar, mereka menghilang seperti ditelan bumi. Tapi jasa mereka yang sangat besar tak akan di lupakan begitu saja.
Aku menunduk ketika semua siswa melihatku seakan ingin mencabik-cabik dan menguburku hidup-hidup.
Kututupi kepalaku menggunakan topi jaket yang kupakai. Aku terus menunduk. Kapan penderitaan ini berakhir. Kapan ada pengeran berkuda putih datang menjemputku, menyelamatkan hidupku.
Terlalu tinggi.
Itu terlalu tinggi. Tak ada pangeran berkuda putih yang mau denganmu. Cupu. Mereka malu jika bersanding denganku.
Bruk.
"Maaf, maaf aku tak sengaja." aku menyingkir dari tubuh besar yang kurasa itu lelaki. Saat akan melangkah kaki lelaki itu mencekal tanganku kembali kehadapannya. Mati aku. Dia membuka tudung jaketku, aku semakin menunduk malu. Orang orang mengerumuni ku.
Tangan kekar sudah merengkuh tubuhku di dalam dekapanya. Hidung mancung serta tarikan dan hembusan nafas bisa kurasakan di pundakku. Seperti tak ingin kehilangan. Aku mencoba melepas pelukannya. Namun Ia makin mengeratkan pelukannya. Hampir membuatku sesak.
"Hey, to...long le...pas...kan a...ku sesak. Uhukk. Uhukk." dia melepaskan pelukannya. Aku mengambil nafas sebanyak-banyaknya.
"Maaf, sweety. Kamu gak papa 'kan?"
APAA? SWEETY? SWEETY?
Aku mendongak melihat lelaki itu. Itu? Kan, Al, Ali? Alan? Ah, Al-.
"Yna, nama kamu Yna 'kan sweety?"
"Al?"
"Alendra Swis."
"Swis?"
"Iya, sweety. Swis."
"Anak yang punya sekolah ini?" dia mengangguk.
"Sweety." dia memelukku lagi dengan erat, sangat erat. Jantungku berdetak cepat karna kelakuannya. Ada apa ini? Ia melepaskan lagi pelukannya.
Bruk.
"Aw."
"Sweety!"
Tubuhku terhunyung karna bola voli yang mengenai kepalaku. Sakit sekali. Pusing. Mata ku mulai berkunang-kunang, melihat bayangan lelaki yang sangat khawatir padaku. Dan semuanya gelap.
"Sweety!"
👑👑👑
Aku membuka mataku perlahan. Persegi? Warna putih? Dimana aku? Owh ternyata itu atap. Ada lemari, lemari siapa? Bukan seperti punyaku. Dimana aku?
C'lek.
Lelaki itu?
"Sweety kau sudah bangun. Masih ada yang sakit? Dimana? Apa kau haus?" tanyanya bertubi-tubi.
"Namaku bukan sweety tapi Yna, dimana aku sekarang?"
"Tapi aku ingin memanggilmu sweety, em, kau ada di rumahku, sayang. Lebih tepatnya di kamarku." aku berusaha untuk duduk dan merebahkan kepalaku di sandaran.
"Ugh, apa kau bisa mengantarku pulang? Aku ingin pulang ke ap-."
"Tidak bisa! Kau akan tinggal disini selamanya." apa dia membentakku, suaranya meninggi.
"Ish, memangnya kau siapa bisa bisanya melarangku pulang ke rumahku sendiri. Pokoknya aku ingin pulang."
"NO!" teriaknya menggema di ruangan ini. Tanpa kusadari bulir bening sudah mengalir sedari tadi.
Alen POV
No! Air matanya adalah kelemahanku. Maafkan aku sweety. Aku langsung mendekapnya ke dalam pelukanku awalnya dia memberontak tapi dia menyerah juga. Nafasnya sudah teratur sempurna. Saat kulihat matanya tertutup sempurna. Dia tertidur. My Sweetyku yang hanya milikku. Ku rebahkan lagi tubuhnya agar lebih nyaman. Wajahnya memang sempurna seoerti bidadari yang baru turundari khayangan dan tak bisa kembali, karna dia milikku. Matanya yang sembab, hidungnya merah karna habis menangis, pipi tirus, bentuk wajahnya lonjong, apalagi bibir pinknya yang sedari tadi ku tahan untuk menciumnya dan melumatnya habis-habis. Leher yang jenjang, ah, mungkin nanti terhiasi oleh karyaku. Aku berjanji sampai kapanpun aku akan melindunginya, menjaganya, membelanya. Tak akan pernah aku lepaskan. Belum selesai. Wanginya yang sangat menggoda hidungku. Rasanya seperti mendapat sebuah lolipop besar rasa stawberry bercampur vanilla. Aku tak bisa berjauhan denganya. Mate. Mate. Mateku.
'Mateku cantik sekali dia.' ucap Geo.
'Mate kita, dia memang wanita paling cantik yang pernah kutemui setelah ibuku.'
'Aku ingin mencium bibirnya, tolong lakukan!' Aku menghela nafas atas permintaan Geo. Sekilas aku mencium bibir pink mungilnya itu. Kemudian aku ikut berbaring disampingnya memeluknya dengan erat.
'Kapan kau akan bicara padanya tentangku, dan tentangmu.' tanya Geo membuatku pusing.
'Aku tak tau, lama kelamaan juga dia pasti tau siapa aku dan siapa kita.' Aku menghela nafas. 'Aku tak yakin, dia tidak akan menerimaku.'