01

19.4K 1.2K 50
                                    

"Kang Seulgi! Gawat! Kau harus bangun sekarang juga!"

Suara Irene melengking, membangunkan satu-satunya gadis yang tengah tertidur disofa. Sambil tergesa-gesa, Irene menjambak rambut Seulgi hingga gadis itu merengek kesakitan. "Bangun bodoh! Katakan dimana barang-barang tersebut!?" pekiknya panik.

"Aduuuh!! Barang apa??" sahut Seulgi tak senang. Ia baru saja tertidur untuk satu jam dan kemudian dibangunkan dengan cara yang tidak wajar.

"Barang yang hendak kau antarkan malam ini! Cepat katakan dimana barang itu!" seru Irene tak sabaran. Dengan wajah kesal, Seulgi menunjuk sebuah kotak yang diletakkan dibawah meja. Kotak berwarna cokelat yang dibungkus sembarangan.

Seulgi menguap. "Memangnya kenapa kau mencari barang it―"

"UNNI!!!"

Yerim yang masih mengenakan seragam sekolahnya berlari dengan nafas yang memburu. Wajahnya ketakutan. "Mereka disini! Para polisi itu disini!" serunya yang membuat Seulgi terlonjak kaget.

"Po-polisi?"

"Aku tahu itu! Cepat bawa benda ini kebelakang!" Irene mengambil kotak dari bawah meja dan kemudian melemparkannya pada Joy yang muncul dibelakang Yerim. "Perhatikan gerakanmu! Jangan sampai ketahuan oleh polisi-polisi sialan itu!" titah Irene yang mengikuti dibelakang Joy.

Seulgi terdiam saat Irene dan Joy pergi meninggalkan ruangan. Karena akalnya yang belum sepenuhnya sadar, ia bertanya kembali pada Yerim. "Yerim, apa benar polisi itu akan kesini?"

"Aku tidak tahu, Unni. Tapi aku melihat mobil mereka bergerak kearah sini..."

Tok! Tok! Tok!

Belum sempat Yerim menyelesaikan ucapannya, pintu diketuk dengan kasar.

"...dan mereka disini..." bisik Yerim yang ketakutan. "Unni, apa yang harus kita lakukan? Aku tidak ingin tertangkap!" Mata gadis itu berair, hampir menangis. Namun Seulgi juga bingung. Padahal selama ini tempat mereka sekarang merupakan tempat paling aman untuk bersembunyi, tapi entah mengapa polisi-polisi itu bisa mengetahuinya.

Tok! Tok! Tok!

"Unni..." lirih Yerim sambil menarik baju Seulgi saat ketukan kedua terdengar lebih kasar. Gadis kecil itu benar-benar menangis.

Terpaksa Seulgi harus membuka pintu, menyambut tamu-tamu mereka. Walaupun ia sangat ketakutan hingga seluruh tangannya bergetar, ia berusaha untuk berakting senatural mungkin. Didepannya kini ada dua orang polisi bertubuh atletis yang memiliki senjata api dipinggangnya. Wajah-wajah polisi tersebut sangat tidak ramah.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Seulgi kecil.

"Maaf menganggu waktu Anda, Ma'am..." Seorang polisi berambut hitam mengeluarkan secarik kertas dan memaparkannya didepan wajah Seulgi. "Saya Park Jimin dan saya diperintahkan untuk menggeledah rumah Anda atas laporan mengenai transaksi narkoba yang dilakukan disini..."

Kertas yang bahkan Seulgi tak sempat untuk membacanya itu dimasukkan kembali kedalam saku celananya. Dengan sorot mata yang tajam, polisi itu mengucapkan kalimat yang membuat Seulgi hampir pingsan.

"Jika Anda tidak keberatan, Kang Seulgi-ssi..."

Wild LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang