Jenguk Mahesa

1.2K 159 101
                                    

"Key, lo laper apa doyan?" kata Dimas melihat gue sudah menghabiskan empat piring siomay.

"Laper," kata gue singkat.

"Key, si Gaza, noh," kata Willi sambil menunjuk kearah belakang gue.

Gue menoleh ke belakang. Ya, si muka datar memang dibelakang gue, tapi dia berbelok.

Gue pun menyudahi acaran makan siang gue. Lalu pergi meninggalkan kantin.

"Eh, Key!" Dimas memanggil gue.
Gue menoleh, "Apaan?"

"Siomaynya belum dibayar," kata Dimas sambil menunjuk tumpukkan piring siomay punya gue.

"Bayar pake duit lo dulu, nanti gue ganti," kata gue lalu melengos pergi.

"Eeeh, Key!" Panggil Dimas lagi.

"Apalagi sih, Diim?" kata gue geregetan.

"Lo mau kemana?" tanya Dimas.

"Mau bales dendam sama si muka datar!!! Udah ah, gue pergi," kata gue lalu berjalan dengan cepat.

Tepat dibelangkang, gue mendengar suara grusak-grusuk Gue pun menoleh ke belakang.

"Ngapain lo berdua?" tanya gue saat melihat Dimas dan Willi dibelakang gue.

"Kita ikut lo, Key. Bagaimana pun juga, elo temen gue. Elo---"

"Yaudah ayok jangan banyak cincong. Kita serang si muka datar." gue memotong ucapan Willi.

Gue berjalan beiringan dengan Dimas dan Willi. Kita bertiga memasang wajah sangar, ala-ala film action yang mau nyerang musuhnya. Jalannya diperlambat alias slow motion, rambut berterbangan ketiup angin. Bisa dibayangin betapa kerennya kita bertiga.

Tapi mungkin yang ada dipikiran orang lain saat ngeliat gue, Dimas dan Willi adalah, "Apaan sih mereka bertiga, makin hari makin nggak jelas." Ya begitulah, kadang realita nggak seindah ekspetasi.

Lagi pula, gue nggak perduli apa kata orang. Selama gue bisa bahagia dengan cara gue sendiri, kenapa harus mikirin perkataan orang lain sih?

Intinya, jadi diri sendiri itu lebih baik. Yoi nggak, coy?

"Key, kita mau kemana si?" tanya Dimas.

"Tuh, liat! Si muka datar masuk ke toilet." Gue menunjuk Gaza, sambil memperhatikan gerak-geriknya.

"Lah terus, apa hubungannya sama kita, Key?" tanya Willi.

Gue menatap Willi datar. "Kita kerjain dia lah, Williii." Gue geregetan sendiri.

Willi mengangguk. "Oh, oke oke. Jadi, rencananya gimana?"

"Jadi gini, saat gue masuk ke toilet cowok, kalian berdua jagain gue dari luar. Pokoknya, jangan ada siswa yang boleh masuk kedalem. Bilang aja toiletnya rusak." Jelas gue.

Willi dan Dimas saling bertatap-tatapan. Elah, kenapa mereka suka banget tatap-tatapan sih? Apa jangan-jangan... merekaa...

"Apaan sih? Kok lo berdua, kok malah tatap-tatapan?" tanya gue.

"Lo... mau ngapain si Gaza, Key?" tanya Willi.

"Seperti rencana lo yang kemaren, ngunciin dia di toilet sampe balik sekolah," jelas gue.

"Dan sekarang, kita butuh kunci. Kita harus cari Mang Ujang."

"Lagi ngomongin apa ini, teh? Kok nama Mang Ujang disebut-sebut?" kata Mang Ujang dengan logat Sundanya.

"Lho? Mang Ujang tiba-tiba bisa disini? tanya gue.

Gue menatap Mang Ujang. Mang Ujang malah senyum-senyum nggak jelas. Yassalam, Mang Ujang baper sama gue.

Jomblo SejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang