B&L - 07

203 12 0
                                    

Happy reading and happy new year guys!
Jangan lupa tinggalkan jejak.

* * *

Dari perjalanan pulang hingga sekarang Alina mendiamkan Fandy. Alina membiarkan saja Fandy duduk di sampingnya. Ikut-ikutan dirinya menonton tv. Ia masih sangat kesal dengan kejadian tadi. Fandy selalu saja mengejek dirinya.

Sementara Fandy sendiri tak mempermasalahkan itu. Ia mengabaikan Alina, memilih untuk menonton tv saja. Hingga ia teringat sesuatu. Dan ia harus memberi tahukan ini kepada Alina. Ia pun membuka suaranya. "Lina."

Alina tak merespon panggilan Fandy. Bahkan ia tak berusaha mengalihkan pandangannya dari tv di depannya.

Fandy menghela nafasnya. Ia tak akan menyerah. Ia pun mengeluarkan jurus jitunya untuk memanggil Alina. Kali ini pasti Alina merespon dirinya. "Princess Alina sayang."

Terbukti dengan Alina yang langsung meresponnya dengan ketus. "Apa sih lo, Fan?"

"Jangan ketus-ketus dong. Gue cuma mau nanya nih."

Alina mengalihkan pandanganya. Ia menatap Fandy dengan dahi yang mengerut. "Nanya apaan?"

"Itu tadi, Varel beneran pacaran sama Zelin?"

Alina melengos. Mood nya bertambah buruk. Fandy kembali mengingatkannya dengan kejadian di sekolah tadi. "Iyalah. Lo gak lihat mereka tadi gandengan tangan mesra."

"Biasa aja kali jawabnya. Lo cemburu ya?"

"Stop. Berhenti ledekin gue. Kenapa lo nanya begitu?"

"Yang mana? Lo cemb-"

"Hubungan Varel dengan Zelin." Potong Alina.

"Oh itu, kemarin gue lihat dia sama Angga."

"Angga? Siapa?" Alina tampak mengerutkan dahinya. Ia masih asing dengan nama itu.

"Dia rival gue di sekolah gue dulu. Dan ya gue lihat dia jalan sama Zelin." Jelas Fandy.

"Mungkin saudara kali."

"Angga gak punya saudara cewek. Lagian mana ada saudara yang mesranya kayak gitu."

"Masa sih Fan? Gak percaya gue. Zelin kelihatan sayang banget sama Varel." Alina menyanggah ucapan Fandy. Ia tidak percaya kalau Zelin seperti itu. Selama ini Zelin terlihat sangat menyayangi Varel.

"Beneran, Lin. Mana mungkin gue bohong." Ucap Fandy meyakinkan.

Alina terdiam. Jika dipikir-pikir lagi Hubungan Zelin dengan Varel terlalu mudah. Dulu Zelin sangat membenci Varel. Dan secara tiba-tiba Zelin menyukai Varel. 'Secepat itukah Zelin mencintai Varel? Atau mungkinkah Zelin hanya main-main dengan Varel? Lalu gue harus gimana? Memberi tau Varel atau bagaimana? Gue gak mau Varel bersedih lagi.'

"Lin, mikirin apaan lo?" Tanya Fandy membuyarkan lamunan Alina.

"Eh, enggak." Alina tersenyum tipis. Ia menundukkan kepalanya. "Apa gue harus kasih tau Varel, Fan? Tapi gue gak mau buat Varel sedih."

"Sebagai sahabat yang baik sih emang harusnya lo kasih tau Varel. Tapi ya terserah loe ajalah."

"Apa Varel akan percaya?"

"Kalo masalah itu sih gue gak tau, Lin."

* * *

Hari ini Alina berangkat sekolah lebih pagi. Bahkan ia meninggalkan Fandy dan memilih berangkat sendiri. Semalam ia memikirkan ucapan Fandy kemarin. Dan sekarang ia bertekad untuk memberi tahu Varel. Ia tak peduli, mau Varel percaya atau tidak. Yang penting ia sudah memberi tahunya.

Alina menunggu Varel di dalam kelas. Namun yang ditunggu-tunggu sama sekali belum menampakkan batang hidungnya 'Varel mana sih? Kok belum berangkat.'

Karena merasa jengah, Alina pun memutuskan untuk keluar kelas. Namun baru sampai di ambang pintu kelas Alina sudah disuguhi pemandangan yang tak enak. Ia melihat Varel dan Alina berjalan beriringan dengan saling bergenggaman tangan.

"Rel, aku ke toilet bentar ya." Pamit Zelin, lalu melangkah meninggalkan Varel.

Setelah Zelin tak terlihat, Alina pun menghampiri Varel. "Hai, Rel."

"Ada apa, Lin?" Tanya Varel.

"Gu- gue anu eh-" Alina terbata-bata dan itu membuat Varel menatapnya bingung.

"Kenapa sih, Lin?"

'Ayo Alina. Lo harus bisa ngomong sekarang. Lo gak mau kan Varel dibohongi terus sama Zelin.'

"Gue, em anu gu-"

"Lo kenapa? Lo mau ngomong kalo lo udah jadian sama Fandy?" Tebak Varel memotong ucapan Alina.

"Hah?" Alina membulatkan matanya. Ia syok dengan tuduhan Varel tersebut. Bisa-bisanya Varel berpikiran demikian.

"Iya kan? Longlast deh kalo gitu."

"Bu-bukan gitu, Rel. Gue gak jadian. Gu-"

"Jadian? Siapa yang jadian?" Heboh Zelin yang baru datang. Ia memotong ucapan Alina.

"Itu, Alina sama Fandy." Jawab Varel.

"Wah, longlast ya Lin." Zelin memberikan ucapan selamat pada Alina. Namun di dalam hatinya ia sangat membenci Alina. 'Pintar juga dia cari cowok. Gak bisa dapatin Varel. Tapi dapat yang lebih ganteng.'

"Gue duluan." Pamit Varel, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas.

"Jangan lupa PJ ya, Lin." Ucap Zelin, lalu ia mengikuti Varel masuk ke dalam kelas.

'Ish, nyebelin. Varel nyebelin. Zelin juga. Kenapa coba dia nganggap gue jadian sama Fandy. Angrh gue kesel.' Gerutu Alina dalam hati.

* * *

'Brak'

Bunyi pintu mobil yang di banting dengan keras mengagetkan Fandy yang duduk santai di balik kemudi. Fandy menolehkan kepalanya. Alina sudah duduk di sampingnya dengan wajak ditekuknya. "Kenapa lo?"

"Ish. Gue kesel Fan. Gue kesel sama Varel." Geram Alina. Ia mengeluarkan emosi yang sudah ditahannya sedari tadi.

"Kesel kanapa?" Tanya Fandy sambil mulai melajukan mobilnya.

"Pokoknya gue kesel sama Varel. Masa dia ngira kalo gue pacaran sama lo." Gerutu Alina memanyunkan bibirnya.

Fandy yang melihat Alina seperti itu pun langsung meledakkan tawanya. "Hahaha."

"Kenapa ketawa lo?" Sentak Alina.

"Ya lucu aja. Masa iya gue pacaran sama lo. Hahaha." Fandy masih terus melanjutkan tawanya.

"Lo nyebelin. Gue benci sama lo." Alina mengalihkan pandangannya dari Fandy. 'Bukannya hibur gue, malah bikin gue makin kesel.'

"Eh, kenapa berhenti?" Guman Alina bingung kenapa tiba-tiba Fandy menghentikan mobilnya. Padahal belum sampai di rumah.

"Tengok ke sana deh. Dia Zelin kan?"

Alina mengikuti ke arah yang ditunjuk Fandy. Seketika darahnya mendidih. Melihat Zelin berjalan bergandengan dengan cowok, yang entah dia sendiri tak tau siapa itu. Ia bener-bener gak nyangka Zelin seperti itu di belakang Varel. Ia jadi kasihan dengan Varel. Varel sangat mencintai Zelin. Dan ternyata malah begini balasan Zelin. 'Ck. Benar-benar busuk.'

"Apa itu Angga?" Tanya Alina. Ia mengingat kemarin Fandy menyebutkan nama itu.

"Ya."

'Jadi itu yang namanya Angga.' Alina manggut-manggut. "Dia cakep."

"What??" Fandy melotot pada Alina. Ia tak suka kalo ada yang memuji rivalnya itu di hadapannya. "Cakepan juga gue kali."

"Lo? Cakep?" Alina menunjuk Fandy lalu ia memutar bola matanya. "Yang ada lo itu nyebelin."

* * *

1 Januari 2018

Bestfriend & Love | √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang