Hai hai hai!
Gimana masih ada yang nungguin kah?
Tau kok, ini ngaret banget.
Sebenarnya sih udah nulis part ini dari bulan februari lalu terus pas mau dipublikasikan eh malah ilang. Terus ya aku males nulis lagi. Apalagi juga aku ini kelas 12 yang disibukkan sama tugas akhir dan ujian.
Dan alhamdulillah sekarang ujiannya udah selesai. Udah bisa lanjut cerita ini lagi.Selamat membaca!
Jangan lupa tinggalkan jejak!* * *
Malam yang cukup terang. Tampak indahnya gemerlap bintang dan juga sang dewi malam menghiasi langit. Namun keindahan tersebut berbanding terbalik dengan suasana hati Alina saat ini. Ia sedih, sakit hatinya, sudah cukup dulu Varel menyakiti perasaannya karena Amanda, dan sekarang Varel mengulanginya lagi bahkan sekarang rasanya lebih sakit daripada yang dulu. Varel bukan hanya berpacaran dengan Zelin tapi dia juga menjauhi dirinya, dan itu sungguh membuat dirinya merasakan sakit teramat dalam. Bayangkan saja, jika sahabatmu sekaligus orang yang kamu cintai menjauhimu dan gak mau ngomong lagi sama kamu, pasti sakit banget kan.
"Ngapain sih lo, dipanggil gak nyaut-nyaut." Ucap Fandy. Dari tadi ia mengetuk pintu kamar Alina memanggil-manggil namanya namun Alina sama sekali tak menyahutnya. Lalu setelah ia memaksa masuk ia menemukan Alina yang berdiri melamun di balkon kamarnya.
"Lina." Panggil Fandy dengan menyentuh bahu Alina.
"Eh." Alina tersentak dan membalikkan badannya. "Fandy? Sejak kapan disini?" Tanyanya bingung.
"Udah dari tadi kali. Kenapa lo? Mikirin Varel?" Tanya Fandy.
Alina menggelengkan kepalanya. "Enggak kok Fan."
"Udahlah jujur aja kali. Mata lo gak bakalan bisa bohong tau." Ucap Fandy sambil menatap intens manik mata Alina. Sementara Alina yang ditatap seperti itu pun langsung memalingkan wajahnya.
"Lo cinta banget ya sama Varel? Sampe segitunya lo mikirin dia terus." Fandy merangkul bahu Alina sementara Alina hanya bisa menunduk diam. "Kenapa sih lo masih aja mikirin dia, peduli sama dia, padahal dia aja masa bodoh sama kamu. Kenapa coba lo masih ngarepin dia. Move on Alina, jangan nyakiti diri lo sendiri. Bahkan lo udah tau dari dulu dia itu nggak suka sama lo, dia gak pernah nganggep lo itu lebih dari teman. Apalagi sekarang dia udah punya pacar, dia bakalan jaga jarak sama lo."
"Bukan gitu Fan, lo nggak akan ngerti perasaan gue. Dia sahabat gue dari kecil. Gue nggak mau aja persahabatan kita itu hancur gitu aja." Ucap Alina membela diri. Ia tidak mau berharap lebih pada Varel. Ia cuma pengen dirinya sama Varel itu tetep bisa sahabatan sampe tua, walau udah punya pasangan masing-masing.
"Yah gue emang gak tau perasaan lo. Tapi setidaknya lo buka hati lo buat orang lain. Jangan cuma terpaku pada pada satu orang. Cowok bukan hanya Varel, Lin."
"Gue gak tau, Fan." Ucap Alina memilih untuk mengakhiri percakapan mereka saja. Entahlah, rasanya ia belum bisa untuk membuka hati buat cowok lain. Lalu ia pun masuk ke dalam kamar meninggalkan Fandy sendirian dan merebahkan badannya ke kasur. Ia terlalu lelah memikirkan ini semua.
* * *
Hari ini adalah hari tepat dimana hubungan Varel dan Zelin berjalan selama satu bulan. Dan malam ini Varel berencana akan mengadakan dinner romantis bersama Zelin untuk merayakan anniversary mereka. Saat ini Varel tengah menunggu kedatangan Zelin. Awalnya ia ingin berangkat bareng dan menjemput Zelin dirumahnnya. Namun sayang, Zelin tidak mau. Zelin lebih memilih untuk datang ke restoran sendiri sendiri saja dengan alasan tak mau merepotkan dirinya.
Tiga puluh menit berlalu dan Zelin belum datang. Namun Varel masih tetap setia menunggu. Ia berpikir mungkin saja Zelin sedang terjebak macet. Apalagi ini malam minggu, pasti banyak orang yang keluar buat sekedar jalan-jalan.
"Varel." Panggil seseorang membuat Varel seketika langsung tersentak.
"Zel- eh Alina, gue kira Zelin." Lirih Varel kecewa.
"Em, lagi nungguin Zelin ya? Gue temenin ya?" Ucap Alina meminta izin namun Varel mengacuhkannya. "Lo marah ya sama gue?" Tanya Alina namun lagi-lagi Varel mengacuhkannya. "Kayaknya Zelin gak bakal datang deh, soalnya gue tadi lihat dia jalan sama cowok."
"Gue gak percaya." Ucap Varel akhirnya mulai terpancing dengan ucapan Alina.
"Tapi ini beneran loh Rel, gue ngasih tau lo agar lo gak usah nungguin Zelin lagi."
"Lo kenapasih? Kenapa ngejelekin Zelin mulu? Sebenernya apasih salah Zelin sama lo?"
"Gue gak ngejelekin dia, tapi itu memang-"
"UDAH CUKUP! Gue gak mau denger lagi. Mending lo pergi dari sini. Gue gak mau punya temen munafik kayak lo!" Potong Varel dengan suara meninggi dan begitu menusuk hati Alina.
Alina menatap Varel dengan mata yang berkaca-kaca. Ucapan Varel begitu melukai hatinya. Ia tak menyangka Varel akan setega itu kepadanya. "Kenapa Rel? Kenapa lo seperti ini ke gue? Gue peduli sama lo Rel, gue gak mau lo dibohongi sama Zelin."
'Brakk'
Varel menggebrak meja. "CUKUP! Gue bilang pergi!"
Alina langsung berdiri. "Oke kalo itu mau lo. Mulai detik ini kita gak berteman lagi. Gue turuti kemauan lo. Gue akan menjauh dan gak akan gangguin lo lagi." Alina menghea nafasnya sejenak. "Tapi asal lo tau ya Rel, gue ngelakuin ini semua karna gue itu sayang sama lo, gue peduli, gue cinta sama lo Rel!" Tegas Alina histeris mengeluarkan semua perasaannya selama ini. Lalu ia langsung berlari meninggalkan Varel tanpa mau melihat bagaimana reaksi Varel setelah mendengar pengakuan tak terduganya. Ia sudah tidak peduli lagi dengan perasaan yang ia jaga selama ini. Biar saja Varel tau, ia sudah tidak peduli lagi.
'JDUAR'
Suara petir menggelegar dan hujan turun dengan begitu derasnya ketika Alina tiba di ambang pintu restoran. Namun Alina tak memperdulikan itu, ia tetap meneruskan langkah kakinya di bawah guyuran hujan. Ia tak peduli lagi kalau dirinya nanti akan sakit karena saat ini hatinya sudah sangat sakit, hancur berkrping-keping. Ia tak pernah menyangka persahabatan yang dijaganya selama ini hancur lebur hanya karena seorang Zelin. Ia sungguh benci Zelin, namun ia jauh lebih benci Varel kerena Varel tak mempercayai dirinya yang sudah dikenalnya sejak lama dan lebih memilih Zelin yang hanya orang baru dalam kehidupannya.
"Hiks-hiks." Isak Alina memilukan dan ia pun jatuh meluruhkan tubuhnya di atas trotoar. "YA TUHAN, KENAPA HARUS SEPERTI INI!!!"
* * *
"Alina kemana sih? Tadi bilangnya sebentar." Dengan hati yang gusar Fandy menunggu Alina di rumah. Ia terus berjalan mondar-mandir di teras rumah. Sudah satu jam Alina pamit untuk keluar rumah namun sampai sekarang ia tak kunjung kembali juga. Ia khawatir Alina kenapa-napa. Mau di jemput Alina tadi tidak mengatakan mau pergi kemana. Dan mau di telpon pun handphonenya sedang tidak aktif.
'Drrtt drrt'
Suara getaran handphone membuat Fandy menghentikan aktivitas tak jelasnya. Ia mengerutkan dahinya begitu membaca nama si pemanggil. 'Raka? Tumben-tumbenan mau telpon.' Batinnya bertanya.
"Kenapa Rak?" Tanya Fandy to the point, ia sungguh tidak ingin bertele-tele saat ini.
"Alina pingsan."
"Hah? Gimana bisa?"
"Ceritanya panjang, lo ke rs pertiwi aja sekarang."
"Yaudah, gue otw ke-"
"Eh, pinjamin gue baju ganti." Potong Raka sebelum Fandy menutup teleponnya.
"Oke."
'Tut.'
Setelah menutup telepon dari Raka pun Fandy langsung bergegas ke kamar, mengambil baju ganti buat Raka dan kunci mobilnya. Lalu ia pun menuju Rumah Sakit Pertiwi tempat dimana Alina berada.
* * *
14 April 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Bestfriend & Love | √
Ficção Adolescente[Completed] Tentang dua orang yang selalu bersama bagaikan sepasang kekasih, namun status mereka hanyalah sebatas SAHABAT. Dan siapa sangka salah satu diantara mereka memiliki perasaan lebih. Akankah status mereka bisa berubah?