Alina duduk termenung diatas ranjangnya, memikirkan ucapan Raka di taman tadi siang. Benarkah apa yang dikatakan Raka tadi? Benarkah kalau Varel juga mencintai dirinya? Ah, itu sangat tidak mungkin. Mana mungkin Varel bisa mencintainya secepat itu."Mikirin apa sih? Serius amat." Tanya Fandy yang entah sejak kapan sudah duduk di kursi meja belajar Alina.
"Ahelah lo Fan, udah kayak jelangkung aja, datang tiba-tiba." Balas Alina, ia sungguh tak memyadari kapan Fandy masuk ke dalam kamarnya, tau-tau sudah duduk saja.
"Kenapa lagi sih?" Tanya Fandy, ia khawatir dengan Alina, akhir-akhir ini ia sering menemukan Alina dalam keadaan melamun.
Alina menggelengkan kepalanya. "Gak kenapa-napa Fan."
"Ngomong ajalah, sama gue ini mah. Varel ya?" Tebak Fandy.
"Hahaha, apasih Fan sok tau lo." Alina mencoba tertawa, melepaskan masalahnya. Namun yang terdengar adalah suara tawanya yang sumbang dan aneh.
"Kalo lo masih mencintai dia kenapa lo gak coba maafin dia aja, terus kalian bisa bareng-bareng lagi." Saran Fandy.
"Dan gue akan selalu jadi yang tersakiti karna gue mencintai dia sedangkan dia enggak."
"Itukan dulu Lin. Siapa tau sekarang Varel juga cinta sama lo."
"Aneh-aneh aja lo Fan. Mana mungkin dia suka sama gue."
"Nggak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Jika Allah sudah berkehendak, maka apapun yang kelihatannya nggak mungkin terjadi bisa saja terjadi. Ingat Lin, Allah itu Maha membolak-balikkan hati manusia. Siapa tau aja sekarang saat Varel merasa kehilangan lo dia baru menyadari kalau sebenarnya dia juga memiliki perasaan sama lo. Lo tau kan Lin, gimana menyesalnya Varel telah menyakiti lo dan juga gigihnya dia untuk mendapatkan maaf lo."
Benar apa yang dikatakan Fandy. Allah memang Maha Pembolak-balik Hati, dan juga selama ini ia melihat Varel begitu gigih untuk mendapatkan maaf darinya. Apa mungkin itu karena Varel memiliki perasaan lebih pada dirinya? Kalau iya, apa yang harus dilakukannya? Memaafkan Varel dan menjalani hubungan dengan dia, atau tetap membiarkan dia merasakan bagaimana sakitnya mencintai orang yang tak pernah tau dengan perasaannya. Entahlah Alina tak tau apa yang harus dilakukannya saat ini.
"Udah, gak usah lo pikirin ucapan gue. Sebenarnya gue kesini mau minta lo nemenin gue keluar." Ucap Fandy kemudian memberitahu niat awalnya mendatangi kamar Alina.
"Kemana? Dan kenapa harus ngajak gue?" Tanya Alina.
"Ayolah Lina? Gue mau ketemu seseorang dan gue gak mau pergi sendiri." Pinta Fandy dengan memasang wajah memelasnya.
"Siapa sih Fan?" Tanya Alina yang kepo dengan seseorang yang dimaksud oleh sepupunya tersebut.
"Gue tunggu di bawah. Harus dadan yang cantik." Ucap Fandy menghiraukan pertanyaan Alina. Ia pun langsung melesat keluar kamar Alina sebelum ditanyai macam-macam.
Sementara Alina melongo. 'Itu Fandy kenapa sih? Mau ketemu siapa coba? Kenapa pula gue harus dandan?'
"Ah udahlah gak usah dipikirin. Mending ngikut aja, daripada di rumah sendiri." Ucap Alina kemudian.
* * *
Mobil yang ditumpangi Alina dan Fandy berhenti di parkiran sebuah kafe. Mereka berdua pun turun dari mobil dan berjalan bergandengan memasuki kafe. Benar-benar serasi, merela layaknya sepasang kekasih saja. Mungkin orang yang tidak mengenal dekat mereka pasti menganggap mereka benar-benar pasangan kekasih.
Alina mengernyit heran saat Fandy mengajaknya duduk di meja bagian tengah.
'Aneh? Biasanya Fandy suka duduk di pojok kok tiba-tiba sekarang ngajak di tengah-tengah gini. Ah, mungkin biar temennya mudah carinya.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Bestfriend & Love | √
Dla nastolatków[Completed] Tentang dua orang yang selalu bersama bagaikan sepasang kekasih, namun status mereka hanyalah sebatas SAHABAT. Dan siapa sangka salah satu diantara mereka memiliki perasaan lebih. Akankah status mereka bisa berubah?