Sepeninggalan Alina tadi Varel langsung terduduk lemas. Ia sangat terkejut, ia tak pernah menyangka jika selama ini Alina memendam perasaan padanya. Ia kira selama ini hubungan mereka murni bersahabat tanpa ada perasaan apapun. Perhatian-perhatian Alina yang di berikan padanya ternyata mengandung makna lain.
Ternyata benar ucapan Zelin waktu itu, saat mengatakan Alina menyukai dirinya. Dan sekarang ia jadi tau alasan Alina tidak suka pada Zelin. Alina pasti cemburu melihat dirinya dengan Zelin. Dan dia akan berusaha membuat dirinya putus dengan Zelin. Ia jadi semakin muak dengan apa yang dilakukan Alina. Ia tak menyangka Alina melakukan hal seperti itu padanya.
Namun di lain sisi Varel juga sedikit merasa was-was dengan apa yang dikatakan Alina tadi tentang Zelin. Selama ini Alina tak pernah berbohong padanya, dia selalu berbicara apa adanya kepada dirinya. Terlebih sampai saat ini Zelin belum juga datang.
'Ah stop Varel, jangan nething dulu, mungkin Zelin belum datang karena sedang hujan deras.' Batin Varel mencoba untuk terus berfikir positif.
2 jam berlalu, Selama itu pula Varel masih setia menunggu Zelin. Namun nyatanya yang ditunggu tak kunjung datang juga, bahkan dihubungi pun tidak bisa.
Kalau tadi Varel berfikir alasan Zelin belum datang mungkin karena turun hujan yang sangat deras, tapi sekarang saat hujan sudah mereda pun Zelin tak kunjung datang.
'Kemana Zelin sebenarnya? Ada apa dengan dia? Apa dia baik-baik saja? Atau malah Zelin jalan sama cowok lain, seperti apa yang dikatakan Alina tadi?' Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benak Varel. Ia sangat berharap Zelin tidak kenapa-napa dan ucapan Zelin tadi hanyalah bualan saja."Huft, mungkin Zelin ketiduran saat hujan tadi. Lagian ini udah terlalu malam banget." Varel tak mau berburuk sangka kepada Zelin. Ia pun memutuskan untuk beranjak dari duduknya setelah melihat jam tangannya yang menunjukkan angka 21:52. Zelin tidak akan datang, dan ia berencana untuk mengunjungi rumah Zelin besok saja. Semoga saja besok Zelin sedang berada di rumah.
* * *
Minggu pagi yang cerah, namun berbanding terbalik dengan suasana hati Alina. Saat ini ia hanya bisa meratapi nasibnya dengan berbaring di ranjang rumah sakit. Ia demam gara-gara nekat hujan-hujanan semalam. Sebenarnya hanya demam biasa dan tak perlu di rawat di rumah sakit. Namun Fandy tetap bersikeras agar dirinya tetap dirawat di rumah sakit. Alina yang tak bisa apa-apa pun hanya bisa menurut dengan kemauan Fandy. Lagian juga dengan dirawat di rumah sakit bisa digunakan untuk menghindari Varel sementara waktu.
'Ceklek'
Suara pintu di buka membuat Alina menolehkan kepalanya. Ia melihat sosok sahabatnya yang datang sambil menenteng sebuah bingkisan.
"ALINA!!!" Panggil Ira dengan suara yang begitu melengking.
Alina hanya terkekeh pelan menanggapi tingkah sahabatnya itu yang sekarang dengan seenaknya naik dan duduk di sisi ranjang di samping Alina.
"Lo kenapa bisa kayak gini sih?" Tanya Ira pada Alina.
"Gue gak papa kok Ra." Jawab Alina sambil tersenyum.
Alina mencoba untuk bangun dari berbaringnya dan Ira yang melihatnya pun membantu Alina duduk dan menatakan bantal untuk senderan Alina.
"Ohya, lo kok tau gue di sini?"
"Itu tadi kak Fandy nelpon gue. Nyuruh gue nemenin lo, dianya mau bimbel." Jelas Ira.
Alina pun mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Eh-eh, gue tadi lihat Raka keluar dari rumah sakit loh, abis ngapain ya dia?" Guman Ira heran kenapa pagi-pagi begini Raka sudah keluar dari rumah sakit, emang siapanya dia yang sakit.
"Dia semalem nginep di sini."
"WHAT? DIA TIDUR SAMA LO?" Pekik Ira dengan kencang, membuat Alina menutup telinga dengan kedua tangannya.
"Gak usah pake teriak keles." Sinis Alina.
Ira hanya menyengir gaje. "Hehe. Jadi lo berduaan dong sama dia. Awas lo nanti khilaf."
"Enak aja. Enggaklah, ada Fandy juga yang selalu siaga jagain gue. Emang Fandy mau lo kemanain. Lo gimana sih?"
"Eh iya ya." Ira menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal.
"Emang ceritanya gimana sih sampe Raka nginep disini, dan juga lo kenapa bisa masuk rumah sakit gini?" Tanya Ira memberondong Alina. Ia sangat kepo dengan kejadian yang menimpa sahabatnya itu.
Dan mau tak mau Alina pun menceritakan kejadian kemarin. Kejadian yang sukses membuat dadanya terasa sesak jika harus diingat lagi.
"Kurang ajar tuh Varel, bisa-bisanya dia seperti itu sama lo. Harus gue kasih pelajaran dia." Ucap Ira berapi-api sambil turun dari ranjang dan menyisingkan lengan kemeja panjangnya, seolah-olah ia akan berantem. Ia akan menghajar siapa saja yang berani menyakiti orang yang dekat dengannya. Dan Alina adalah sahabatnya.
"Apa sih Ra, emang lo bisa lawan dia?" Tanya Alina menanggapi tingkah Ira tersebut.
Ira tersenyum lebar pada Alina, lalu menggelengkan kepalanya. "Ya enggak sih. Tapi gue gak habis pikir deh sama Varel. Tega banget sih dia sama lo, padahal lo itu sahabatnya sendiri. Gak inget apa dia kalo setiap ada masalah lo bantuin dia. Dia emang bener-bener berubah."
Alina hanya diam termenung. 'Iya Ra, Varel memang udah berubah. Dan gue ngerasa sakit banget, gue benci dengan perubahan Varel.'
"Lo sama Raka aja." Celetuk Ira kemudian, membuat Alina menatapnya.
"Sepertinya dia suka sama lo." Sambung Ira.
"Apasih, enggak." Elak Alina.
"Beneran tau Lin, dia akhir-akhir ini care kan sama lo? Buktinya semalem dia nginep di sini nemenin lo." Jelas Ira.
"Iya sih. Tapi, entahlah gue gak bisa." Ucap Alina lesu.
"Ayolah Alina, jangan terpuruk terus. Lo harus bisa. Lo tunjukin pada Varel kalo lo bisa bahagia tanpa dia. Bikin dia nyesel udah jahat sama lo dan hancurin hubungan kalian. Gue yakin dia nanti pasti bakalan nyesel."
Alina diam meresapi ucapan Ira tersebut. Ira benar. Dirinya harus berusaha, ia tak boleh terus-terusan terpuruk seperti ini, ia harus bisa membuktikan pada Varel kalau ia bisa bahagia tanpa dia. Ia yakin kalau Varel tau yang sebenarnya pasti dia akan sangat menyesal karena lebih memilih Zelin yang teryata hatinya busuk. Dan nanti kalau tiba saatnya Varel menyesali perbuatannya dan meminta baikan dengannya, ia tak akan pernah terima itu. Ia akan membuat Varel merasakan apa yang dirasakannya saat ini.
"Bener Ra. Gue harus bisa."
Ira tersenyum mendengar reaksi Alina tersebut. 'Pilihan yang bagus Alina. Dengan begini akan lebih baik. Gue akan membuat lo lupain perasaan lo pada Varel dan akhirnya memilih Raka. Gue lebih setuju kalo lo sama Raka. Dan buat lo Varel! Saat nanti lo tau dan menyesali semua perbuatannya lo itu, jangan harap Alina akan mengulurkan tangannya buat lo. Gue gak akan biarin itu tetjadi, gue gak mau lo nyakitin sahabat gue lagi.'
* * *
20 April 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Bestfriend & Love | √
Teen Fiction[Completed] Tentang dua orang yang selalu bersama bagaikan sepasang kekasih, namun status mereka hanyalah sebatas SAHABAT. Dan siapa sangka salah satu diantara mereka memiliki perasaan lebih. Akankah status mereka bisa berubah?