Part 1
Dulu mereka mengucap janji suci. Kemudian menghadirkanku ke dunia ini. Masa kecil yang begitu indah pernah kurasakan. Dengan kehadiran malaikat tanpa sayap. Kedua orang tua yang begitu memanjakan. Melimpahkan perhatian serta kasih sayangnya. Terasa lekat dihati.
Namun, ikatan suci yang sempat mereka bina hanya bersifat sementara. Kini pupus sudah. Perceraian terjadi. Tak ada lagi keutuhan rumah tangga. Kini semua terpecah belah. Bagai hatiku yang juga turut hancur seiring kisah cinta ayah dan ibu yang telah melebur.
***
Sebelum perceraian terjadi, kehidupanku bagaikan sempurna. Hidup yang serba berkecukupan baik dari segi materi maupun kasih sayang. Ayah merupakan seorang pebisnis di bidang angkut barang, menyewakan kapal-kapal angkut barang antar pulau. Sedangkan ibu hanyalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari hanya mengurus anak-anaknya.
Sebelum kemunculan wanita idaman lain ayah, segalanya berjalan indah. Ayah yang penyayang dan ibu yang sedikit cerewet, tapi penuh perhatian. Aku dan adik perempuan yang hanya terpaut usia dua tahun pun terbilang akur.
Semua berubah setelah ayah tergoda seorang wanita muda dan memutuskan untuk menikahinya. Ibu mulai stress dan tidak lagi memperhatikan kebutuhan-kebutuhan kami. Sering keluar malam entah kemana. Ayah pun mulai lebih fokus mengurus keluarga barunya daripada memberikan kasih sayangnya kepada kami.
Hingga hanya berjarak enam bulan setelah ayah menikah lagi, ibu menggugat cerai. Betapa hancur hatiku ketika mendengar berita ini. Pedih membayangkan kehidupan yang sebelumnya begitu indah akan musnah. Namun itulah kenyataan yang harus kujalani. Hidup tanpa ada lagi perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tua. Ayah dan ibu mulai sibuk mencari bahagia masing-masing. Seolah tak ingat lagi, ada dua buah cinta mereka yang juga masih membutuhkan mereka.
Marah, benci, ingin berontak, tapi tak berdaya. Hanya pasrah pada keputusan mereka yang tak lagi ingin mempertahankan ikatan pernikahan.
***
Setelah perceraian terjadi, aku dan adik ikut ibu. Saat itu aku berusia enam belas tahun dan duduk di bangku SMA kelas 2. Adikku berusia empat belas tahun dan masih duduk di bangku SMP kelas 3.
Tak kuduga juga sebelumnya. Ternyata tidak butuh waktu lama untuk ibu mencari pengganti ayah. Proses perceraian yang mereka jalani cukup cepat dan ibu pun menikah lagi dengan seorang duda beranak tiga.
Sama seperti ayah, perhatian ibu kepada kami juga semakin terpecah belah. Aku dan adik hanya mampu pasrah pada keadaan. Berusaha mengubur kenangan indah yang terjadi saat keluarga kami masih utuh.
Tinggal bersama orang yang terbilang masih asing. Perselisihan tak jarang terjadi. Seringkali aku bertengkar dengan anak dari ayah baruku. Tiap kali terjadi pertengkaran, entah mengapa ibu selalu membela anak-anak tirinya. Entah karena ingin menjaga perasaan suaminya atau atas sebab lainnya, yang jelas aku merasa dianak tirikan oleh ibu kandungku sendiri.
Hingga akhirnya aku memutuskan untuk meminta tinggal bersama ayah kandungku. Tampak rela hati, ibu mengizinkan dan itu membuatku merasa semakin benci padanya. Seakan dirinya memang ingin membuangku.
***
Saat itu ayah dan ibu tinggal berbeda kota. Memutuskan untuk tinggal bersama ayah, artinya aku harus pindah sekolah. Sesungguhnya sangat berat berpisah dengan teman-teman yang sudah akrab sejak kelas 1 hingga kelas 2 SMA. Namun aku sudah tak ingin lagi tinggal bersama ibu yang terus menerus membuat hati ini pedih atas sikapnya.
Dulu aku adalah seorang anak yang ceria dan mudah bergaul. Namun semenjak perceraian kedua orangtua terjadi, aku jadi lebih menutup diri. Merasa sedih tiap saat. Seakan tidak ada lagi alasan untuk hidup bahagia.