Get Coffee

104 20 6
                                    

"Aku cariin dari tadi ternyata disini"

Terlihat Alana agak terkejut begitu mendengar suara saya namun setelahnya sebuah senyuman tersungging di bibir kecilnya, cantik.

Dia sedang berdiri sendiri di pinggir balkon villa keluarga saya di daerah puncak, iya kami sedang berlibur atau lebih tepatnya menghilangkan penat dari kegiatan kampus yang akhir-akhir ini 'menggila'. Jangan nething dulu, saya gak cuma berdua doang kok sama Alana, ada Bunda dan Ayah juga. Alana memutuskan untuk ikut kami karena kebetulan dia sendiri di rumah, orang tuanya sedang dinas ke luar kota. Kami di puncak hanya dua hari satu malam.

"Ini, aku buatin" saya berikan secangkir kopi susu kesukaannya.

"Makasih, kamu yang buat?"

"Iya dong masa bunda"

"Hehe aku kira bunda, enak gak nih?" Alana tuh ya memang sukanya meledek saya terus, mungkin dia merasa puas kalau sudah meledek saya.

"Semoga, cobain makanya. Masih amatir kan hehe" saya akui memang saya belum sepanadai Alana kalau meracik secangkir kopi. Perpaduan antara kopi, gula, susu dan creamer racikan Alana pasti langsung siapapun yang minum akan jatuh hati.

"Hmmm"

"Gimana?"

"Lumayan"

"Yah padahal udah sesuai sama resep yang kamu kasih tau Na"

"Beda tangan Dli"

"Hehe iya ya"

Gak ada sahutan lagi dari Alana, dia hanya memandang ke arah pemandangan di depan, tatapannya kosong. Mungkin dia sedang memikirkan sesuatu.

"Na"

"Hmm"

"Kamu kenapa? Ada masalah?" Senyuman masam menghiasi wajahnya, sekarang pandangannya beralih ke secangkir kopi yang dia pegang. Saya semakin yakin kalau Alana lagi gak baik-baik aja.

"Gak mau cerita? Aku siap dengerin kok Na"

Alana diam beberapa menit sebelum akhirnya membuka suaranya lagi.

"Aku bingung Dli" cuma itu yang keluar dari mulutnya setelah saya menunggu lama.

"Kenapa?"

"Gak kerasa kita sebentar lagi lulus S1 ya Dli, cepet banget" memang benar saat ini saya dan Alana sudah memasuki semester 7 yang artinya dalam hitungan kurang dari satu tahun lagi kami lulus.

"Iya Na, kenapa malah sedih?"

"Aku nanti lanjutin S2 di luar negeri"

"Loh, bagus dong Na, keren kan malah nanti gelar S2 kamu dari Universitas luar"

"Iya, masalahnya aku gak akan balik lagi ke sini Dli"

"Maksud kamu?"

"Kata papa, aku sekeluarga bakal menetap disana" ucapan Alana barusan sukses membuat saya tercengang.

Alana menoleh ke arah saya, beberapa saat pandangan kami bertemu sebelum akhirnya pandangan matanya kembali ke objek pemadangan di depan kami.

"Gapapa Na, kan itu udah keputusan papa kamu" saya mencoba tenang, agar Alana gak semakin sedih.

"Aku gak balik lagi ke sini Dli, gak balik lagi ke Indonesia. Kamu gak sedih?" Alana kadang suka lucu atau emang dia oon ya? Ya jelas lah saya sedih, cuma gak mau dia tau aja.

Saya letakkan cangkir kopi saya ke atas meja di samping kami berdiri. Perlahan saya selipkan tangan saya dari belakang ketubuh Alana. Sekarang tubuh mungilnya sudah berada dalam dekapan saya.

"Alana" tidak ada penolakan darinya, hanya saja sedikit kaget karena jujur saya sangat jarang berinteraksi fisik dengan dia.

"Kalo kamu tanya aku sedih atau engga, jawabannya udah jelas banget kalo aku sedih. Kalo kamu tanya aku seneng apa engga jawaban aku seneng, karna apa? Karna kamu mau lanjut S2 di luar negeri dan itu emang keinginan kamu. Kalo kamu nanya aku bakalan kangen sama kamu atau engga jawabannya udah pasti kangen, banget. Aku gak liat kamu sehari di kampus aja udah gak bisa konsen belajar Na, gimana ini? Bisa stress aku"

"Trus aku harus apa?" Saya tau kalau Alana sedang menahan tangisnya, sangat terdengar dari suaranya yang mulai bergetar.

"Kamu gak harus apa-apa kok Na, cukup terus sayang sama aku, cinta sama aku. Begitu juga aku"

"Aku gak bisa Dli, aku takut. Aku terlalu takut untuk jauh dari kamu"

"Gak jauh Na, kita masih di atas bumi yang sama. Kita masih di bawah langit yang sama. Kamu gak usah takut"

"Fadli, kamu ngerti gak sih?! Aku akan menetap disana, aku gak akan balik lagi ke Indonesia" sekarang tangisannya benar-benar pecah. Air mata yang sedari tadi dia tahan sudah tumpah. Nada suaranya bergetar dan agak tinggi.

"Iya aku ngerti sayang, aku paham. Tapi kalo aku sedih, apa bisa ngerubah keputusan papa kamu? Apa bisa aku ngelarang kamu untuk gak pergi? Engga Na" Alana masih terisak dalam tangisnya.

"Keputusan papa kamu pasti udah dipikirin matang-matang Na, udah dipikirin baik buruknya, udah dipikirin jauh kedepan akan kaya gimana, keputusan papa kamu yang terbaik untuk kamu sayang"

"Fadli..... tapi aku takut"

"Jangan takut, ada aku"

"Kamu di Indonesia, aku di luar negeri. Gimana bisa aku gak takut? Aku pasti takut Dli"

"Siapa bilang aku di Indonesia? Aku akan nyusul kamu Na" saya ngomong apa? Tolong tampar saya karena telah memberikan Alana sebuah harapan yang saya sendiri pun belum tau benar atau salah.

"Serius????" tubuhnya langsung memutar 360° dengan tangan saya tetap melingkar diperutnya.

Saya anggukan kepala, "iya aku serius"

"Tapi setelah aku lulus pendidikan S2-ku juga" padahal kalau boleh saya jujur saya juga akan melanjutkan pendidikan saya di luar negeri, tapi saat ini bukan waktu yang tepat untuk menceritakannya ke Alana.

"Yah masih lama dong" Alana mengerucutkan mulutnya, memberikan ekspresi wajah yang sangat menggemaskan.

"Cuma dua tahun sayang" saya menarik Alana kedalam pelukan saya lagi.

"Fadli, dua tahun itu lama. Aku takut"

"Alasan kamu untuk takut apa Na?"

"Aku takut kamu pergi dari aku, aku takut kita harus pisah, aku takut Dli"

"Yaudah biar kamu gak takut, kita nikah aja yuk sekarang" sengaja saya ucapkan hal ini, dengan tujuan agar Alana gak sedih lagi.

Alana kaget dan langsung melepaskan pelukan saya, wajahnya menunjukan ekspresi bertanya-tanya. Saya balas hanya dengan cengiran kuda dan kemudian satu pukulan kecil mendarat di pundak saya.

"Hahaha makanya jangan sedih dong, aku gak akan ninggalin kamu Na, aku gak akan pindah ke lain hati" oke saya gombal. Tapi gombalan saya barusan sukses membuat Alana tersenyum malu dan langsung memeluk saya erat.

"Aku sayang kamu Alana, jangan sedih lagi ya" dibarengi dengan saya mencium puncak kepalanya. Alana mengangguk.

"Kopinya dingin deh Na" pandangan saya tertuju ke cangkir kopi kami tadi.

"Oiya haha lupa Dli" dia lepaskan pelukannya dan segera mengambil cangkir kopinya.

"Yaudah yuk diminum, sambil main PS di dalem"

"Ayuuukkk"

Cerita KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang