LANTAI 2
⊙⊙⊙
Marrissa masih menatap sosok itu lekat. Menunggu sang empunya buka suara.
"Ada apa?" Akhirnya dia buka suara.
"Tumben kamu baik."
"Emang biasanya aku jahat?"
Marissa mendengus. "Banget."
Sosok itu tertawa. Tawanya hangat, dia menghadapkan diri ke arah Marissa. "Gitu?"
"Iya, lah!" jawab Marissa antusias.
Dia mengusap puncak kepala Marissa dengan lembut. "Udah, ganti baju dulu sana." Perintahnya masih mengandung unsur paksaan. "Atau kamu mau ganti baju disini? Aku sih nggak keberatan."
Marissa meninju pelan lengan sosok itu. "Kamu cowok paling nyebelin yang pernah aku temui, tau nggak?"
"Tapi bikin kangen, kan?"
"Idih!" Marissa menjulurkan lidahnya tanda mengejek. Dia segera membuka pintu mobil dan keluar dari sana. "Awas kalau kamu tinggalin aku sendiri disini. Mati kamu, Darcy!"
Sosok itu, Darcy, tertawa lebar berbarengan dengan bunyi pintu mobil yang ditutup kasar.
*
*
*"Kayaknya lagi happy kamu, Ris."
Teguran dari Febby dari depan kubikelnya membuat Marissa terhenyak. Dia mendongak ke arah Febby yang berdiri didepan.
"Kenapa, Feb?"
"Makan siang bareng kami, yuk?" ajaknya sambil melambaikan empat voucher gratis dari sebuah restoran western yang cukup terkenal mahal dan enak itu ditangannya.
Marissa menautkan alis, "kami?"
"Iya, kamu, aku, Indra, sama Agung," jawab Febby. "Dua orang itu bakal nyusul kita pas di lobby."
Marissa mengangguk, kebetulan banget dia sudah lapar sekali saat ini.
"Oke."
"Pakai mobilku aja. Biar Indra yang nyetir."
Mobil Febby memang nyaman. Keluaran perusahaan mobil terkenal asal Jerman yang berlogo ada warna birunya. Berbeda dengan punya Marissa sebelumnya, mobil biasa yang kecil dan tidak semewah ini. Tetapi tak apa, toh dia membelinya cash tanpa kredit. Hasil tabungannya selama ini.
"Belok kiri, Dra."
Febby menunjukkan arah. Mereka duduk di kursi belakang sementara Indra dan Agung duduk didepan.
Saat memasuki restoran, semuanya--kecuali Febby--takjub dengan interior ruangan tersebut. Bahkan saat reservasi, hanya suara Febby yang terdengar.
"Sering-sering aja, Feb, ngajak kita kayak gini," oceh Agung.
"Aku rela nyetir non-stop kalau kamu ngajak kita makan-makan lagi," sahut indra sambil nyengir.
"Aku nggak diet, kok, Feb. Jadi aman kalau kamu mau ngajak makan dimana aja," tambah Marissa. Sedetik kemudian mereka bertiga--Indra, Agung, dan Marissa, melakukan high five.
Bahkan sampai mereka duduk, ketiga orang yang tak lain Marissa, Agung, dan Indra masih tidak berhenti mengomentari keunikan desain interior restoran ini.
"Maklum, Feb. Kita bertiga pada nggak pernah makan ditempat mahal kayak gini," ucap Indra sambil nyengir kuda.
"Boro-boro mau kesini, uang gaji aja abis buat bayar cicilan kredit," cerocos Agung.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIX TO SICK
General FictionMempertahankan sesuatu lebih sulit daripada menyembunyikannya. [Mini Series: Contains 6 Parts]