LANTAI 5
⊙⊙⊙
Baru saja Marissa mencecap kebahagiaan pertamanya sebagai auditor senior. Sebuah petaka kembali menyambut. Hari ini ada dua orang karyawan baru yang masuk ke divisi mereka. Menggantikan posisinya dan posisi Febby. Satu orang cewek dan satu orang cowok.Sang cewek, dengan rambutnya yang berwarna kecokelatan, dibuat curly pada bagian ujungnya. Penampilan modis dan tidak jauh dari kesan seorang Febby. Bukan itu yang membuat Marissa terganggu. Tapi wajah dan sosok cewek itu.
Cewek yang tempo hari lalu memeluk Darcy ditengah lobi.
"Elizabeth Gracia."
Dia memperkenalkan diri. Masih dengan suara manja miliknya. Membuat Marissa muak dalam sekali pengenalan.
"Cukup panggil Eliza." Eliza tersenyum manis.
Hal yang lebih mengganggu. Dengan kehadiran si cowok. Selama ini hanya Wisnu yang bisa dibilang lumayan di divisi ini. Tetapi dengan kehadiran si anak baru, posisi itu otomatis menjadi miliknya. Dengan garis wajah khas Indonesia, cowok itu lumayan cakep dengan caranya sendiri. Walaupun semuanya tahu posisi the most handsome and eligable man masih disabet Darcy Sebastian. Namun cowok itu murah senyum sehingga kesannya friendly.
"Sandi, Sandi Putra Pratama."
Dia memperkenalkan diri. Tatapannya kemudian menyorot pada seorang gadis yang mematung di depan ruangan auditor senior. Marissa. Membuat sebuah senyum muncul di bibir cowok itu.
"Gebetan SMA dia, kalau kalian bingung saat tahu kami sudah saling kenal."
Telunjuknya tepat menunjuk ke arah Marissa.
*
*
*"Jadi ceritanya cinta lama bersemi kembali, Ris?"
Pertanyaan dari Mbak Maia yang saat ini satu ruangan dengan Marissa membuat gadis itu semakin pusing. Dia memijit pelipisnya dengan keras.
Belum juga permusuhannya yang mencuat kembali dengan Darcy selesai, sosok dari masa lalu dirinya juga turut hadir meramaikan suasana. Belum lagi dengan kedatangan cewek bernama Eliza.
"Tapi aku curiga," duga Mbak Maia. "Nama cewek baru itu Elizabeth. Pas banget sama nama pasangan Pak Boss di film yang dulu kita tonton itu, kan? Jangan-jangan mereka emang jodoh."
Brak!
Marissa langsung bangkit dari duduknya. Membuat kursinya bergeser dan menabrak lemari kayu berisi arsip dibelakangnya. Gadis itu merasa gerah, ia ingin mengambil air.
Mbak Maia tentu bingung dengan perubahan sikap Marissa. Ia merasa ada yang tidak beres. Marissa tidak biasanya lost control seperti ini.
"Mau kemana?" tanya Mbak Maia ketika Marissa ingin keluar ruangan.
"Bikin kopi."
Setelah itu pintu ditutup dengan kasar. Mbak Maia hanya mengernyit heran dengan perubahan rekannya itu.
Di pantry, Marissa membuat kopinya dengan kesal. Dia masih memikirkan kalimat provokatif Mbak Maia.
"Kopi tanpa gula dan banyak krimer." Suara familiar itu terdengar. Marissa berbalik dan melihat Sandi juga ada di pantry. "Kamu masih belum berubah."
"Kamu--sejak kapan kamu ada disini?"
Sandi mendekat. "Jauh sebelum kamu masuk kesini."
Marissa terhenyak. Bodohnya dia tidak melihat sosok Sandi yang sudah berada disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIX TO SICK
General FictionMempertahankan sesuatu lebih sulit daripada menyembunyikannya. [Mini Series: Contains 6 Parts]