LANTAI 4

955 109 5
                                    

LANTAI 4

⊙⊙⊙

Darcy memarkirkan mobil jenis Ferrari hitam mengilap miliknya di pekarangan rumah pribadinya. Selama ini cowok itu lebih memilih tinggal di penthouse meskipun ia punya rumah. Rumah pribadinya terhitung luas dan besar, tetapi untuk ditinggali satu orang, rasanya itu terlalu berlebihan.

"Mommy mau ketemu sama kamu. Katanya kangen," ucap Darcy memecah keheningan. Dia menoleh ke arah Marissa yang mematung disebelahnya.

"Mommy kamu ke Jakarta?"

Darcy mengangguk.

"Kenapa nggak bilang?"

"Ini baru saja ngomong."

Marissa mengerucutkan bibirnya. "Aku jadi nggak nyiapin apa-apa 'kan buat dia."

"Nyiapin kamu saja udah cukup," sahut Darcy. Dia melepaskan sabuk pengaman dari tubuh Marissa.

"Nggak usah bukain pintu, kamu bukan sopir." Marissa mengingatkan.

Darcy mendesis. "Siapa juga yang mau treat you like a princess."

"Dasar nggak romantis!"

"Ngapain romantis kalau ngeliat aku saja kamu udah klepek-klepek," bela Darcy narsis.

"Idih! Pede amat."

"I don't care."

Mereka memasuki rumah Darcy. Kelima jemari Marissa mendingin dalam genggaman erat Darcy. Gadis itu sudah lama sekali sejak terakhir kali bertemu Ibunda Darcy.

"Marissa!"

Sapaan hangat itu langsung terdengar saat Marissa memasuki ruang makan. Terlihat jamuan makan malam sudah tersedia disana.

"Mommy, anaknya malah nggak disapa duluan." Darcy pura-pura tersinggung.

"Mommy bosan nyapa kamu terus."

Madissa terkekeh, "selamat malam, Tante."

"Mommy, Marissa. Panggil mommy."

"Mommy."

"Sounds great!"

"Dasar pemaksa," gerutu Darcy.

Marissa mengulum senyum sambil membatin. Memangnya Darxy tidak sadar seberapa pemaksa dirinya!? Lucu sekali.

"Selamat malam, semuanya!"

Suara bernada ceria dari seorang wanita itu membuat Marissa membalikkan badannya. Wajahnya mengeras ketika tahu siapa yang menyapa mereka.

Selingkuhan Darcy!

"Kamu membawa tunanganmu kesini?" tanya Marissa tajam. Sarat akan kemarahan.

Darcy hanya mengulum senyum.

"Jadi ini kekasihmu, Darcy?" Dia terlihat menilai dari penampilanku. "Cantik dan apa adanya."

Marissa melotot. Apa adanya? Apa itu semacam metafora lain untuk menyebut kata miskin?

Darcy sadar jika Marissa terbakar api cemburu. Ia membiarkan saja gadis itu dalam diam. Sebenarnya ia tertawa dalam hati.

Wanita cantik itu mengambil duduk di samping Darcy. Dia tidak melepaskan pandangannya pada Marissa.

"Aku dengar kalian sudah lama berpacaran. Empat tahun?" tanyanya lagi.

"Ya," jawab Marissa. Suaranya tercekik karena aura feminitas wanita itu begitu mengintimidasi.

Wanita itu terus saja berceloteh. Membuat nafsu makan Marissa menjadi hilang. Bahkan steaknya hanya raib sepotong kecil.

SIX TO SICKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang