LANTAI 6
LAST FLOOR***
Marissa baru saja melangkahkan kaki keluar dari gedung tempat seminar berlangsung ketika sebuah mobil berhenti tepat didepannya. Kaca pengemudi mobil bergeser ke bawah, memperlihatkan sang sopir dibalik kemudi. Marissa sedikit kaget tatkala tahu siapa yang menghalangi langkahnya tersebut."Darcy..."
Darcy langsung menggerakan dagunya ke pintu penumpang disebelahnya. Menyuruh gadis itu masuk ke dalam mobilnya.
"Masuk." Ia menyuarakan.
Marissa semula bimbang, namun ia tak mau bertengkar lagi. Gadis itu langsung masuk ke mobil dan duduk ke sisi Darcy. Cowok itu menjalankan mobilnya. Tidak ngebut seperti biasanya. Keheningan terjadi selama beberapa saat sebelum Darcy yang buka suara.
"Kita makan dulu," usulnya. Darcy masih mengemudikan mobilnya dengan santai sebelum mobil itu memasuki parkiran sebuah restoran. Ia kemudian melepaskan sabuk pengamannya. Marissa hanya mengikuti gerakan Darcy dan tak mau bertanya apa-apa.
Setelah memilih tempat duduk, ia dan Darcy langsung memesan tanpa basa-basi. Membuat pelayan tersebut langsung pergi dari hadapan mereka dan memberi ruang untuk keduanya.
Darcy juga sepertinya tak ingin membuka pembicaraan. Ia cenderung menyuruh Marissa mengambil kontrol. Akhirnya gadis itu yang mulai berbicara.
"Dar, aku melihatmu sarapan dengan Eliza tadi pagi." Marissa mengaku, "itu menggangguku."
"Katakan pertanyaanmu."
Marissa menelan ludah. Menjaga suaranya tetap stabil. "Kamu ingin kembali pada Eliza?"
Darcy tercengang. Dia kemudian menghembuskan nafasnya. "Apa itu yang mengganggumu selama ini?"
Marissa sengaja memandangi Darcy tepat di bola mata pria itu. "Kamu bahkan langsung kesini saat dia memintanya."
Darcy mendesis. Tanpa sadar, dia mengepalkan kedua tangannya yang terletak di atas pahanya. Wajah putih bersih pria itu merah padam. Marissa juga tahu jika Darcy cukup terbawa emosi saat berbicara padanya, terutama akhir-akhir ini.
"For God's sake! Aku langsung terbang ke Bali karena mendengarmu pergi kesini dengan pria sialan itu, Marissa!"
Darcy mengucapkannya penuh emosi. Sementara raut wajah Marissa menjadi sangat syok.
"Maaf aku membentakmu," sesal Darcy. "Hanya selalu terbawa emosi ketika membayangkan kamu dengannya."
Marissa masih blank. "Bukan karena Eliza?"
Darcy menghela nafasnya. "Eliza mengajakku pergi kesini. Katanya ia sedang liburan di Bali bersama seluruh divisi auditing. Aku yang semula tak ingin pergi, langsung menyimpulkan jika kamu pergi dengan bajingan itu."
Marissa mencicit. "Dia bukan bajingan."
"Kamu bahkan membelanya," sungut Darcy. "Kamu hampir berselingkuh dengannya."
"Aku tidak menampik tuduhanmu," sahut Marissa. "Saat kedekatanmu dengan Eliza terlalu berlebihan. Aku juga berpikir berpaling padamu. Aku berniat membuatmu cemburu, nyatanya diriku yang begitu."
Darcy mendesah kasar. "Kau berhasil melakukannya."
Marissa kembali tergelak dengan pengakuan Darcy.
"Kamu sukses melakukannya," ulang Darcy. "Aku habis terbakar sampai kedalam."
"Aku tidak menyangka..." Marissa masih bingung. "Lagipula kamu juga yang menstempel surat penugasan kami kesini."
KAMU SEDANG MEMBACA
SIX TO SICK
General FictionMempertahankan sesuatu lebih sulit daripada menyembunyikannya. [Mini Series: Contains 6 Parts]