Mingyu

7.3K 708 50
                                    

Mingyu ✖ You

***

Kalau tahu begini aku tidak akan mau menerima ajakanmu malam itu

***

Musim gugur biasanya merupakan hal yang menyenangkan bagi diriku, namun semua itu luntur begitu saja.

Ya, itu semua disebabkan oleh tugas setinggi gunung everest yang diberikan guru bertubuh subur itu. Membuatku harus merelakan sedikit waktu liburan berhargaku untuk berkutat berjam-jam dengan Teori Isaac Newton yang berputar dikepalaku. Bahkan keripik kentang yang tadi sengaja kubeli di minimarket depan tak kusentuh sama sekali.

Ponselku berdering menandakan panggilan masuk. Panggilan itu dari Mingyu. Laki laki yang berstatus sebagai kekasihku selama 3 bulan belakangan ini.

"Apa?" Jawabku dengan nada gusar sembari mengecilkan speaker. Bukannya tak suka dengan panggilannya, tapi aku hanya terbawa emosi karena soal-soal sialan itu.

"Kamu kenapa? Memangnya kamu tidak merindukan kekasihmu yang tampan ini?" Aku menjauhkan telepon genggamku, mengernyit bingung walau aku tahu Mingyu tak akan melihatnya. Entah sejak kapan ia memiliki penyakit kepercayaan diri akut itu.

"Sudahlah Mingyu-ya,  aku ingin mengerjakan tugasku lagi. Kamu juga pasti belum mengerjakannya kan?" aku bersiap memutuskan panggilan.

"Aku sudah di depan rumahmu. Temani aku jalan-jalan." Kedua mataku menatap tak percaya pada telepon digenggamanku. Hei, bisa bisanya dia mengajakku jalan jalan di saat tugas yang mencekik leherku.

Aku lantas segera mengintip keluar jendela berusaha memastikan keberadaannya. Dibawah sana aku dapat melihat dengan jelas Mingyu yang terduduk manis diatas motornya.

"Mau apa sih. Pergi saja sendiri, aku sibuk. Oh,  kalau tidak kau pergi saja sana dengan Wonwoo." Masih dengan kegiatan diam-diamku mengintip Mingyu.

"Aish,  pacarku itu kamu bukan Wonwoo. Jadi cepat keluar dan temani aku." setelah mengucapkan kalimat itu kulihat Mingyu melambaikan tangannya kearahku. Merasa jengah, aku pun menutup gordennya kasar.

"Tidak mau! Pulang sana."

"Keluar atau aku bakar rumahmu?"

***

Aku tak habis pikir bisa takut dengan ancaman laki laki bermarga Kim itu. Namun,  jelas-jelas setelah mendengar ancamannya itu aku lantas berlari kebawah menemuinya selepas mengganti pakaianku.

"Gitu dong,  keluar rumah. Memangnya kau tidak merasa sesak napas berdiam di kamarmu terus," ucapnya yang kubalas dengan wajah cemberut.

"Kita mau kemana? Cepat atau aku akan kembali ke kamarku," ujarku setelah menaiki motornya.

Kulihat ia menyerahkan helm yang segera kuraih. Masih dengan wajah cemberutku.

"Tau cara pakai helm tidak?" goda Mingyu,   aku mendengus sebal.

"Hei, kalau kamu kesini hanya untuk mengangguku sebaiknya aku turun saja." Aku hendak turun dari motornya jika saja ia tak menahan lenganku.

"Yak! kamu jangan marah begitu. Aku hanya bercanda tau."

"Hmm."

Aku tersentak ketika ia mengarahkan kedua lenganku agar melingkar diperutnya. Pipiku terasa panas akibat perlakuannya itu. Aish, aku yakin pipiku sudah memerah layaknya buah tomat. Namun, aku sedikit bersyukur dapat kututupi dengan helm yang kupakai ini.

"Oke kita berangkat."

Aku memandang punggung Mingyu ketika ia mulai melajukan motornya membelah jalanan ini.

***

Setengah jam kuhabiskan dengan duduk diatas motor yang dikemudikan Mingyu. Sesekali aku berceloteh mengenai tidak asiknya liburan kali ini yang kuhabiskan hanya dirumah. Oh ya,  jangan lupakan pula tanganku yang masih melingkar erat diperutnya itu.

"Kamu bodoh ya?" aku bertanya tidak suka. "Ini akhir musim gugur tapi kamu malah membawaku ke kedai es krim?"

Kulihat Mingyu mengernyit. "Yak! Ini bukan kemauanku tau. Salahkan saja motorku yang malah berhenti disini." Mingyu kembali melihat daftar menunya. "Em... kamu mau pesan apa?  Kalau aku mau pesan yang rasa cokelat."

"Tidak, terimakasih. Aku tidak mau berakhir dengan terbaring diatas kasur karena flu." Aku menolak,  seraya mengalihkan pandanganku ke arah jalan.

"Kamu yakin?  padahal aku baru saja ingin mentraktirmu." Mingyu menusuk nusuk pipiku menggunakan jarinya. Aku yang merasa risih langsung menghentikannya.

"Aih,  hentikan. Aku tidak mau," elakku. Padahal dalam hatiku rasanya ingin menerima tawarannya dan segera memesan es krim vanilla kesukaanku dengan remahan oreo diatasnya.

"Yakin?  Ini gratis loh."

Tak kuat dengan godaannya itu, akhirnya aku memutuskan untuk membelinya. Hanya sedikit es krim sepertinya tak akan membuatnya terserang flu. "Aku es krim Vanilla seperti biasa saja."

Perasaan sebalku pun akhirnya lenyap juga ketika menerima sebuah es krim vanilla ditanganku. Rasanya perasaan sebalku itu lenyap bersamaan dengan lelehan lelehan es krim didalam mulutku.

Sungguh, aku tak menyangka rasanya bisa seenak ini. Apalagi dengan ditemani kekasihmu sendiri disisimu yang hari ini entah kenapa terlihat sangat tampan (walau biasanya begitu).  Membuat mataku menatap tajam sekumpulan perempuan perempuan muda yang melewati kami seraya menatap genit Mingyu disebelahku sejak tadi.

Hari ini terasa sangat indah bagiku hingga suara Mingyu menginterupsi kegiatan memakan es krim ku.

.

.

.

.

"Eh. Aku lupa kalau hari ini aku pakai celana yang tidak ada sakunya. Singkatnya sih aku lupa bawa dompet. Boleh pinjam uangmu dulu tidak?”

***

Sebong Imagine » svtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang