Seungcheol ✖ you
***
"Laporan ini salah, perbaiki lagi"
Sial
Sial
Sial
Aku keluar dari ruangan wakil presdir dengan wajah tertunduk, tangan kananku menggenggam laporan keuangan yang semalaman kubuat hingga tengah malam. Dalam hati sesekali menyumpah serapahi laki laki bermarga Choi yang menjabat sebagai wakil presdir di perusahaan ku bekerja ini.
Baru beberapa minggu naik pangkat saja sudah sok! Awas kau!
Aku berjalan menuruni tangga dengan sebal, sesekali menghentakkan kakiku sebal. Heol, kalau saja lift sedang tidak rusak mungkin aku sudah menggunakan lift sejak tadi.
Memang sih, perbedaan ruanganku dengan ruangan Tuan wakil presdir tadi hanya satu lantai. Tapi, beda cerita kalau harus mondar mandir berkali kali turun naik tangga. Huh, sepertinya betisku sudah menyaingi Christiano Ronaldo sekarang.
Aku duduk ditempatku, kemudian menyalakan komputer untuk mengulang semua laporanku dari awal. Selama dua tahun aku bekerja pada bagian keuangan di perusahaan ini, untuk pertama kalinya aku disuruh mengulangnya lagi.
Dering telepon kantor di atas meja mengalihkan perhatianku, "Halo, dengan (Yn) dibagian keuangan."
"Keruanganku sekarang."
Demi kulit gelap Kim Mingyu, aku ingin menenggelamkan laki-laki yang menyuruhku keruangannya lagi. Hah, aku bahkan baru saja duduk tak lebih dari sepuluh menit.
.
.
"Ada apa, pak?" ucapku setelah duduk dihadapannya. Matanya tak menatapku, melainkan menatap layar laptop dihadapannya.
"Tolong buatkan saya kopi, ya." Dia tersenyum, sedikit membenarkan letak kacamatanya.
Aku menatapnya tak percaya. Jadi dia memanggilku keruangannya hanya untuk membuat secangkir kopi.
"Ehem, sudah sana. Habis itu lanjutkan pekerjaanmu."
Sabar (Yn), sabar. Dia boss mu sendiri.
"Tapi, pak. Kenapa tak meminta office boy—"
"Aku tak mau jika bukan kamu yang membuatnya..."
"... Sayang." Dia tersenyum, mengedipkan sebelah matanya padaku.
Sedikit ada perasaan menyesal bekerja ditempat yang sama dengan tunanganmu.
Tolong garis bawahi.
Tunanganmu.
Namanya Seungcheol, tepatnya Choi Seungcheol. Anak dari presdir Choi sang pemilik perusahaan tempatku bekerja. Dia tampan, sangat tampan menurutku untuk ukuran seorang wakil presdir. Namun, sifatnya yang sedikit menyebalkan membuatku gemas sendiri.
Hubungan kami sudah terjalin selama dua tahun belakangan ini, bahkan ia sudah melamarku didepan kedua orang tuaku. Rencananya, bulan depan kami akan menikah.
"Pak, kopi buatanku dan office boy kan sama saja—"
"Pokoknya aku tak mau kalau bukan kamu yang buat. Titik."
Dia juga sedikit childish.
Sedikit membuatku tak percaya laki-laki childish ini adalah atasanku sendiri, orang yang memegang kekuasaan tertinggi kedua disini.
"Baiklah."
***
Ponselku berdenting, menampakkan sebuah pesan masuk.Keruanganku, sekarang.
Aku mendesah pelan, lalu mengemasi barang barangku sebelum keruangannya.
.
.
"Apa lagi? Ini waktunya pulang," ucapku setelah menutup rapat pintu ruangannya. Dia yang sedang berbaring diatas sofa langsung bangkit, menepuk-nepuk tempat disebelahnya seraya tersenyum. "Duduklah, dulu."
Aku menurut, duduk disebelahnya.
Dia berbaring lagi disofa, menjadikan pahaku sebagai bantal.
"Kenapa wajahmu kusut begitu?" tanyanya dengan jemari yang mengusap wajahku lembut.
"Tidak apa-apa, aku hanya lelah turun naik tangga hari ini dengan heels tinggi," jawabku sambil menatap wajah Seungcheol dibawahku. Sedikit niatan menyindirnya.
"Maaf kalau penyebab kakimu sakit itu aku," ucapnya dengan nada penyesalan. Jari-jemarinya kini mulai memainkan rambutku.
"Tak apa, aku kau kan atasanku dan aku bawahanmu."
Seungcheol terkekeh, padahal jelas-jelas perkataanku tak lucu sama sekali. "Teruslah menjadi bawahanku, karena aku lebih suka berada diatas daripada dibawah," bisik Seungcheol ditelingaku membuatku merinding.
Aku mendorong dadanya menjauh dariku, mataku bergerak gelisah pertanda gugup. "Ka-kamu bilang apa, sih?!"
"Wajahmu kenapa merah, begitu?"
"Ah... Tidak, wajahku biasa aja." Kedua tanganku menangkup pipi, rasanya hangat. Duh, malunya.
Dia bangun lalu tiba tiba berjongkok dihadapanku. Melepas sepasang heels yang menyiksaku seharian ini.
"..."
"Bagian mana yang sakit, hm?"
"Pak—"
"Ish, jangan panggil aku pak. Kau membuatku terlihat tua."
"Panggil oppa seperti biasa saja," lanjutnya seraya tersenyum manis padaku.
Dia memijat lembut kakiku, sesekali mengusapnya pelan. Terlepas dari semua sifat childishnya, dia sangat perhatian padaku. Dan aku suka itu.
"Apa kakimu sakit?"
"O-oppa, kan sudah kubilang aku baik baik saja."
"Masih bisa jalan?" Dia menatapku.
Aku mengangguk, "tentu saja."
"Baiklah, jadi... Mau jalan denganku malam ini?"
***
Mau gak ya....
😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebong Imagine » svt
FanfictionSvt ✖ you Started : 14 februari 2017 Ended : ••• ©squishaff