6. Siapa yang menang?

51 14 4
                                    

Udara semakin panas, ditambah belum ada minuman yang di keluarkan.
Hanya kata-kata kutukan yang keluar dari Kayla, dan Rama.

Gue enggak terlalu kaget, melihat videonya. Karena gue udah tau, hal ini pasti terjadi. Tapi gue curiga, kayaknya ada yang enggak beres.

"Eh... Kei! Kok diem aja? Kaget ya, liat pelakunya siapa?" tanya Kayla, sambil menepuk lalu mengelus-elus pundak gue biar enggak naik darah.

"Enggak, biasa aja," jawab gue singkat, ya memang biasa aja menurut gue. Tapi bagi mereka mungkin itu suatu kejutan.

"Jadi, lo udah tau dari awal siapa yang ngambil uang dan dompetnya Starla?" tanya Rama seperti polisi yang menginterogasi tahanannya.

"Eh .... lo, kok bisa dapat videonya? Lo yang nyuruh, ya?" gue mengalihkan pembicaraan ke topik yang lain namun, masih dalam satu peristiwa.

"Eh ... lo, kok, nuduh gue?" mata Rama membulat karena gue nuduh dia.

"Iya, nih. Kok, lo jadi nuduh Rama,sih? Bukannya bilang makasih gitu?," Kayla pun mulai jengkel.

"Yak elah ... gue kan bercanda. Yaudah, bentar gue ambil minum dulu!" ucap gue sambil nepuk bahunya Rama dan  berlalu ke dapur meninggalkan mereka berdua.

Untung gue pintar, jadi banyak alasan buat kabur dari pembahasan.

Kalo dipikir-pikir Rama cocok ya, sama Kayla. Yaelah ... terus gue mau jadi mak comblang, gitu? Kisah cinta gue aja runyam, mau nyomblangin orang. Enggak salah, Key?

"Sadar!"

Seru penghuni batin gue,

"Malahan Kayla yang mau nyomblangin lo, sama Rama. Dan masalah lo, juga udah banyak. Jadi, lo jalani aja realita hidup yang sudah dibuat skenarionya sama Tuhan! Enggak osah ikut campur, Kei!" perintah batin gue, lagi.

"Ini, maaf hanya sekadarnya."
Ucap gue, lalu tersenyum.

Gue meletakkan tiga gelas merah berisi teh dipadu air murni dihiasi batu dingin yang berbentuk kotak-kotak di dalamnya di atas meja.

"Wah ... es teh manis, gue udah lama enggak nyoba," Kayla langsung mengambil satu gelas yang baru saja gue darat kan di atas meja serta langsung meminumnya.

"Bikin malu nih, anak!" seru Rama yang juga langsung mengambil gelas di hadapannya lalu menenggak isinya hingga habis.

"Ye, yang buat malu tuh siapa? Wajar gue langsung minum, haus. Nah, lo? Hingga tak tersisa," ejek Kayla,kemudian mendorong Rama. Yang di dorong hanya tertawa.

"Ehm ..... plis! Kalo pacaran, jangan di sini." Tegur gue, yang disusul senyuman dari bibir gue seraya mengejek mereka.

"Enggak, kok. Kenapa, Kei? Cemburu? Makanya kalo gue nembak lo, langsung diterima jangan pura-pura nolak. Akhirnya, nyeselkan?" tanya Rama meledek gue.

"Idih ... apaan, sih? Ge-er banget!" balas gue, lalu menaikkan bibir kanan.

"Udah-udah! Kok jadi berantem, sih? Kei, gue kesini juga mau minta maaf, karena omongan gue yang mungkin nyinggung lo," Kayla menengahai aku dan Rama, kemudian mengulurkan tangan untuk minta maaf.

"Enggak, kok, Kay. Gue enggak ke singgung. Wajar aja, sih. 'Kan lo lagi marah sama gue waktu itu, gue yang minta maaf. Maafin gue, ya?"

Gue pun berjabat tangan dengan Kayla.Dan dibalas senyuman oleh nya.

"Iya, Kei."

"Udah, Kay! Gantian, gue juga mau jabat tangan sama Keiza." Ucap Rama yang mencoba menggoda gue.

"Ih ... kalo lo, mah mau modus. Iya 'kan?" tanya gue dengan sinis.

Gue, Kayla, dan Rama pun tertawa atas tingkah yang kami buat.

"Haus gue."

Gue mengambil minuman yang memang gue buat untuk diri sendiri.Dan ...

'Glek ...

"Teh manis? Perasaan ambar, deh. Apa mereka enggak merasa ya, kalo teh buatan gue enggak ada rasa gulanya sedikit pun?"

Gue menaruh gelas yang berisi minuman tadi, lalu melihat kearah gelas Kayla, dan Rama yang kosong. Tak tersisa air, sedikit pun.

"Buset, dah. Nih anak doyan ambar, atau dehidrasi ya?
Ya, ampun. Gue lupa! Niat gue tadi kan pengen ngerjain Rama. Ada satu gelas yang sengaja gue enggak kasih gula. Aduh ... kualat gue. Ini namanya senjata makan tuan."

"Hoy! Lo, kenapa, Key?" tanya Kayla kebingungan yang melihat gue nepukin jidat.

"He ... he ... enggak, kok, Key."
Gue nyengir tanpa dosa.

***

Gue duduk di pinggir kasur sambil menghitung uang yang ada dalam tas gue.

"Menang banyak gue!" seru gue, agak kencang.

"Uang siapa itu, Kak? Banyak banget?"

Gue terkejut dan langsung melihat kebelakang.

"Uang kakak, lah."

"Masa, iya? Banyak banget?"
Mukanya mendekat, dan menunjuk uang yang gue pegang.

"Yak, iya lah."

"Kakak nyoneng, ya?" Tanya nya, penasaran.

"Ya, enggaklah. Kakak kan baru gajian." Gue menjulurkan lidah, meledeknya.

"Makanya kerja!" sambung gue lagi, seraya mengipas-ngipaskan beberapa uang merah dan biru yang gue pegang.

"Idih ... sombong banget!" timpalnya, pertanda iri.

"Makanya, jangan nuduh orang sembarang!" timpal gue.

"Berapa eksemplar yang laku, Kak?"tanya nya lagi dengan wajah penasaran namun kali ini dari bibirnya timbul senyuman.

"Alhamdulillah, sekitar 1000." Balas gue, dan senyum merekah juga terpancar dari bibir gue.

"Wah ... kakak hebat!" puji nya, lalu memeluk.badan gue yang duduk disampingnya.

"Aku pengen jadi kayak kakak!" Ucapnya lagi.

"Enggak, kamu enggak boleh jadi kayak kakak!" jawab gue agak membentak.

"Loh, kenapa, Kak?" tanya kembali penasaran dan melepaskan pelukannya.

"Karena kakak pengen adik kakak, lebih dari kakak!" Gue tersenyum dan memeluknya.

"Ih ... Kakak. Aamiin."

"Gue tau apa yang lo, rencanakan La! Dan gue harus nyadarin, lo! Biar lo, enggak seenaknya sama orang yang kelihatannya kurang dari lo!
Kita buktiin siapa yang menang?"

Batin gue berbicara, mengingat video yang diperlihatkan Kayla dan Rama tadi siang.








I Am A Simple GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang