"Bolehkah aku mencintaimu?" Ulang Digo seolah ingin Sisi mendengar ucapannya lebih keras.
"Digo, kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja dan dalam kondisi yang benar-benar sadar, jika kau meragukan ucapanku.”
"Dan aku tidak salah dengar?" Tanya Sisi masih dengan wajah takjubnya.
"Aku tau kau mungkin berfikir aku tidak tau malu. Aku konyol dan tidak tau diri. Bahkan aku dengan berani berucap cinta pada gadis yang menjadi musuh besar rasku. Tapi apa aku bisa menolaknya? Tidak bisa, Si. Aku mencintaimu tulus, dan sungguh, aku benar-benar tidak tau sejak kapan rasa ini tumbuh. Kamu istimewa, kamu cantik dan dewasa. Mungkin bagimu ungkapan cinta seperti ini kelihatan konyol kedengarannya, tapi aku serius dan benar-benar sedang bertanya. Apa boleh aku mencintaimu?" Ujar Digo panjang lebar. Matanya menatap teduh ke arah Sisi. Mata itu penuh cinta dan harapan, tidak ada waktu yang lebih sempurna di kerajaan Trusan untuk menyatakan cinta selain di musim bunga.
"Digo, aku...."
"Aku tau kau akan menolakku. Setangkai dandelion, water lily, dan tulip ungu ini melambangkan cintaku. Aku tau kita berbeda ras dan kita tidak mungkin bersatu. Dan aku tau kau sangat membenci rasku, Si," potong Digo seolah mampu membaca apa yang ada dalam pikiran Sisi. Ia mengulurkan rangkaian bunga cantik yang tadi ia sembunyikan di balik bajunya pada Sisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Prince's Dandelion
ФэнтезиKarna cinta sejatiku selalu membawaku kembali padamu, sesulit apapun itu. Takdir akan menuntunku, menemukanmu. Karna kau dandelionku, water lilyku, dan selamanya akan tetap begitu ....