Semenjak kepulangannya dari pusat kota 3 hari yang lalu, Sisi tak berani keluar dari dalam rumahnya. Abigail marah besar. Fabio mencaci makinya dan mengatainya terus-terusan, hanya Rivan yang diam dan kadang kala pada malam hari ia menyelinap ke kamar Sisi. Ia memeluk erat adik manisnya dan berusaha menghiburnya. Rivan memang sangat menyayangi Sisi, itu bukan berarti baik Abigail maupun Fabio tidak seperti Rivan. Hanya sifat keduanya tidak sebijaksana Rivan meskipun Rivan terkenal nakal dan lebih iseng dibandingkan kakak dan adiknya. Ketiga kakak Sisi itu tidak ada yang tau ke mana Sisi pergi selama tiga hari lalu. Sisi hanya beralasan bahwa ia bermain di hutan terlarang dan membuat mukim sementara di dalamnya. Ia lupa waktu karena terlalu asik mengejar Cincilia. Mendengar alasan yang seperti itu saja Abigail mendiamkannya, apalagi jika kakak pertamanya itu tau Sisi telah dengan berani menginjakkan kaki di pemukiman Ronin, hampir mati karena mengikuti seorang Ronin tampan yang begitu memikat. Abigail pasti akan memanah kepalanya jika tau Sisi telah mempercayakan nyawanya pada lelaki yang dianggapnya Ronin jadi-jadian. Digo yang tampan dan sangat berbahaya.
"Kau tidak makan Si?" Tegur Rivan masuk ke dalam kamar adiknya. Di tangannya ia membawa semangkuk sup yang sudah pasti adalah buatan Fabio.
"Selama kutinggal pergi kalian hanya memakan sup itu?" Balas Sisi menahan tawa.
"Kaulah juru masaknya adik kecil. Hanya ini yang bisa dikerjakan Fabio. Mencampur jamur kuping dan daun hutan yang ditemukannya dengan bumbu ala kadarnya. Jika kau tidak tega melihat kakak-kakakmu ini kurus dan mati perlahan karena makanan beracun yang dibuat Fabio, keluarlah dari kamar. Memasaklah lagi untuk kami." Ujar Rivan meletakkan mangkuk yang dibawanya ke atas meja kayu.
"Hahaha, aku akan memasak nanti sore. Untuk pagi dan siang ini, cukup puaslah dengan sup buatan Fabio."
"Kedengarannya cukup bagus, Kau sudah sehat adik kecil? Kau seperti habis terluka parah. Sini, kurapikan rambutmu. Archery selalu mengepang rambutnya sayang," ucap Rivan beralih meraih rambut coklat Sisi dan menyisirnya dengan jari.
Sisi menurut pada kakak tampannya. Hanya Rivan yang selalu menjadi tempatnya mengadu dan bercerita tentang banyak hal.
"Rivan, bolehkah aku jatuh cinta?" Tanya Sisi lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Prince's Dandelion
FantasyKarna cinta sejatiku selalu membawaku kembali padamu, sesulit apapun itu. Takdir akan menuntunku, menemukanmu. Karna kau dandelionku, water lilyku, dan selamanya akan tetap begitu ....