10. It's Over

2.7K 256 31
                                    

o0o

"Sas!" Aku langsung menarik lengan Sasuke ketika ia keluar dari kelas. Ia menatapku tak suka namun walau begitu, ia tetap mengikuti langkahku, juga sama sekali tak memberontak saat aku menggenggam pergelangan tangannya.

"Lo mau apa, sih?" tanyanya, terdengar kesal ketika aku mendorong tubuhnya untuk masuk ke dalam mobilku.
"Gue bawa mobil sendiri!"

Aku mengabaikan ocehannya dan beralih menatap Pak Guy yang tengah menyaksikan kami berdua. "Pak, bisa Bapak keluar sebentar? Ada yang ingin aku bicara dengan Sasuke," ujarku padanya yang duduk di kursi pengemudi. Pak Guy mengangguk saja lalu meninggalkan kami berdua di dalam mobil.

"Lo itu denger nggak sih gue ngomong apa?!" tanya Sasuke dengan suara membentak. Ia mungkin saja kesal karena ucapannya tadi aku abaikan. Tapi, tak bisakah dia jangan membentak? Karena aku paling sensitif jika dibentak.

Untuk menghilangkan kegugupanku, aku memejamkan mata sebentar, lalu mendongakkan kepalaku ke atas ketika air mata rasanya akan tumpah saat itu juga. Barulah aku berani menatap onyx-nya yang tengah menatapku tajam. "Gue mau minta maaf karena nuduh lo yang nggak-nggak." Mataku kembali terpejam ketika mendengar suara decihannya.

Dia membuang wajahnya ke arah lain, enggan menatapku.
"Bosen gue dengernya. Walaupun gue maafin lo sekarang, pasti lagi dan lagi lo akan ngulangin kesalahan lo itu!"

Aku menggeleng, cepat. Mencoba menyangkalnya semampuku. Lagipula aku yakin ini tak akan terjadi lagi. "Nggak, Sas. Gue nggak bakal lagi langsung ngambil kesimpulan tanpa mencari tau faktanya terlebih dulu. Gue janji!" Aku mengatupkan kedua tanganku.

"Janji lo itu janji palsu. Omong kosong. Bullshit!"

Dadaku terasa sesak mendengar ucapan pedasnya. Tapi, aku tak akan menyerah untuk mendapatkan maafnya. "Kali ini gue bener-bener janji. Gue mohon, kasih gue kesempatan sekali lagi. Gue masih sayang sama elo."

Sebelah sudut bibirnya terangkat, tersenyum meremehkan padaku.
"Dari dulu lo terus ngomong sekali lagi - sekali lagi. Tapi buktinya, sekarang lo masih aja ngemis agar gue ngasih lo kesempatan itu lagi!"

"Maaf ...." Aku menunduk. Dia memang benar dan aku merasa bersalah juga egois. Aku benar-benar tak tahu diri.
Sasuke telah memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri, tapi dengan bodohnya aku justru membuat diriku tampak lebih buruk dari Shion di mata Sasuke.

"Lama-lama gue eneg denger permintaan maaf lo terus. Bisa nggak lo nggak usah minta maaf.ke gue, tapi tunjukin kalo lo bener-bener berubah dan masih nganggep gue sahabat lo?"

Aku mengangguk cepat. Ini adalah satu-satunya kesempatan yang kupunya agar Sasuke kembali memperlakukanku seperti dulu lagi. "Tapi, gimana caranya supaya gue bisa dapetin kepercayaan lo lagi?" tanyaku, seraya menyentuh lengannya, memintanya untuk memberitahu apa yang harus aku lakukan.

"Putusin Gaara!"

"A-apa?" Mataku terbelalak. Mengapa harus dengan hal itu?

"Hn. Mudah kan? Lo hanya perlu mutusin Gaara agar gue maafin lo dan kita kayak dulu lagi!"

Aku mendorong bahunya. Menatapnya penuh kekecewaan.
"Maksudlo apa, sih? Kenapa harus gitu caranya? Kenapa harus hubungan gue dan Gaara yang harus dihancurin?! Lo itu egois tau nggak?! Lo nggak mikirin perasaan gue padahal lo tau kalo gue suka sama dia, sayang sama dia! Lo jahat, Sas! Hiks, lo jahat!" Aku duduk menjauhinya. Menekuk lututku dan menangis sesugukan. Kenapa sifat Sasuke berubah? Kenapa dia menjadi egois? Kenapa dia tidak memikirkan perasaanku? Kenapa?

"Gue nyuruh lo gini karena gue mikirin perasaan lo! Gue nggak mau lo sakit hati karena dia yang terus selingkuh di belakang lo! Kenapa lo bego banget sih, Ra?!"

"Terserah lo mau nganggep gue bego kek, tolol kek, gue nggak peduli lagi! Selagi gue masih mampu bertahan dan gue nggak liat kejadian itu di depan mata gue sendiri, gue nggak akan pernah mutusin Gaara!

"Sekarang terserah elo! Lo mau atau nggak maafin gue itu bukan urusan gue lagi! Kalo memang lo mau hubungan persahabatan kita berakhir di sini, oke! Gue bakal ngakhirinnya sekarang juga! Makasih udah jadi sahabat gue selama ini. Lo emang bener-bener egois, Sas ... Hiks,"

Kulihat Sasuke hanya menatapku datar. Tatapan itu membuat hatiku rasanya hancur seketika. Menyakitkan rasanya melihat seolah hancurnya persahabatan kami bukanlah masalah besar yang harus ia perjuangkan dan pertahankan. Seharusnya aku sadar dia memang udah tidak peduli lagi dengan persahabatan ini.

"Yang egois itu elo. Lo lebih milih cowoklo daripada persahabatan kita, padahal lo dah tau kalo dia selingkuh di belakang lo! Kayaknya lo emang nggak butuh gue lagi, ya kan? Kalo itu keputusan elo, gue terima aja, buat apa gue perjuangin kalo lo aja udah nggak perduli lagi dengan hubungan yang udah kita jalanin bertahun-tahun ini!

"Makasih juga udah jadi sahabat gue, udah jadi seseorang yang nempatin tempat di hati gue, jadi seseorang yang spesial bagi gue, seseorang yang gue sayang sekaligus gue suka selama ini ... Makasih, Ra ... Setidaknya dengan berakhirnya hubungan ini, gue bakal cepet move on dari elo. Gue nggak bisa terus-terusan begini; ngerasain perasaan sebesar ini sendirian. Gue capek."

"Sas, e-elo ...?"

"Iya, gue suka sama elo dari kita kelas sepuluh, di awal ngeliat lo bahagia dengan Gaara gue mulai bisa ngerelain elo. Tapidi, ngeliat kejadian di taman itu, gue marah banget, gue nggak mau lo ngerasain sakit hati. Cuman itu, nggak lebih. Gue nggak pernah mengharapkan elo bakal jadi pacar gue.

"Jadi please, mulai sekarang anggep gue nggak pernah ada di hiduplo ... Anggep semua kenangan kita dulu hanya mimpilo. Jangan pernah bertingkah seolah lo kenal dengan gue di manapun lo berada. Karena sekarang, gue-Sasuke Uchiha nggak kenal dengan gadis berambut merah muda dan iris mata berwarna hijau!"

Sebuah kecupan lembut mendarat di dahiku. Inikah yang dinamakan ciuman terakhir itu?

"Inget pesen gue; hapus semua tentang gue dari hidup lo. Gue pasti bakal kangen dengan kecerewetan lo, chatan kita, tapi mungkin ini yang terbaik untuk kita berdua. Tenang aja, gue bakal tetep ngelindungin elo dari jauh." Senyuman manis tercipta di bibirnya. "Good bye ...."

Suara pintu mobil yang dibuka lalu ditutup kembali menjadi pembuka dari isak tangisku. Bukan kenangan kita dulu yang harus aku lupakan dan kuanggap mimpi, tapi kejadian hari ini. Kejadian yang benar-benar tak pernah kuinginkan selama ini! Aku berharap ini adalah mimpi, maka aku menepuk wajahku berkali-kali, menyubit lenganku sekeras-kerasnya.

Dan, hasilnya:

Ini bukanlah mimpi semata.

Bolehkah kusebut ini sebuah penyesalan? Tapi, bukankah tadi ini yang aku inginkan? Tuhan ... Bolehkah kuminta agar Kau memutar waktu?

**

"Sebenarnya, kau yang terlalu egois atau aku yang memang bodoh?" -Sakura.

-Lanjut

Hayoo, siapa yang salah menurut kalian? Sasuke atau Sakura? Hm ... Kalau aku sih Sakura :v *heleh, bilang aja lu nggak bisa nyalahin abang ganteng!

Btw, mayan panjang lho ini :D

FriendzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang