3. Rushing

84.6K 11.3K 255
                                    

Dua jam rapat soal piutang pihak ke tiga membuat perut Tana melilit, bukan karena ia tidak terbiasa menghadapi nominal yang sungguh luar biasa. Hanya saja sepertinya asam lambungnya naik.

Tana bisa mendengar jelas Reno yang tengah memarahi Pak Arif, Manajer Keuangan dari anak perusahaan yang tengah mereka kunjungi.
Raut ketakutan jelas tersirat di wajah Pak Arif, karena kesalahan yang ia lakukan cukup fatal.

"Ayo pulang." Ajak Reno tanpa melihat ekspresi Tana yang sedang meringis menahan sakit perutnya yang melilit.

"Ke Minimart dulu yah, Pak." ia bisa membeli obat maag di Minimart tanpa harus mencari Apotek.

Reno hanya mengangguk kemudian menjalankan mobilnya, ketika menemukan minimart di pinggir jalan pria itu lanngsung menepikan mobilnya.

"Biar saya saja yang turun sendiri, Bapak tunggu di mobil saja."

Tana melepas seatbeltnya dengan cepat, meski perutnya masih terasa nyeri. Sebelum menutup pintu mobil ia melirik sekilas pada Reno, berharap ada sedikit rasa khawatir yang terselip di wajah Reno.

Tapi Nihil, pria itu sibuk memainkan ponselnya. Lagi pula kenapa Tana berharap seperti itu, mungkin Reno memang tidak tahu jika Tana sedang kesakitan.

Tana mengambil roti sandwich dan beberapa minuman, setelah meminta obat mag cair pada kasir Tana mengeluarkan kartu debitnya. Tanpa Ragu Tana menanyakan apa ia boleh meminjam toilet, beruntung si penjaga minimart memperbolehkannya.

"Ngarep banget sih Tan dia khawatir sama lo." Tana membasuh mukanya dengan air yang mengalir dari keran. "Yah paling enggak dia punya simpati sebagai karyawan gitu sama gue."

Lagi-lagi Tana bermonolog, tangannya kini sibuk membuka kemasan obat mag lalu meminumnya agar rasa sakit di perutnya berkurang. Cukup saja rasa sakit diabaikan Reno di hatinya kini.

Kok bisa cowok kayak Reno banyak yang suka, Tana kadang bingung dengan teman-temannya yang mengagumi Reno. Tana akui Reno memang tampan, tapi tampan itu relatif, banyak pria tampan di luar sana jika sifatnya seperti Reno karena dari itu Tana akan berpikir dua kali hanya untuk jatuh hati pada Reno.

Meski cinta memang tak memakai nalar, kita tidak pernah tahu bagaimana cinta akan menyapa. Tana selalu menyelipkan dalam doa-doa nya jika Cinta yang ingin ia dapatkan bukan tentang visual, tapi tentang hati yang mampu membuat ia nyaman.

Sunyi senyap tak ada obrolan yang mengudara ketika Tana sudah kembali duduk di samping Reno, pria itu mengemudikan mobilnya dalam diam.

Tana merutuki dalam hati, ia paling tidak suka suasana canggung. Kali ini ia memaklumi rasa canggung menyeruak ketika bersama Reno, karena ia tidak mungkin mengajak Reno berbicara padahal sudah tahu jelas jika pria itu terlalu sulit mengolah kata dengan Tana.

"Mau makan apa?"

Iris mata Tana membulat, ia memastikan jika Reno sedang tidak berbicara di telpon. Dan sialnya pria itu menatap Tana, "Tanayu, kamu mau makan apa?"

Buzeeeeett.

Nada suara Reno begitu lembut, kesambet apa Manajernya?

"Ehm...," Tana menggigit bibir bawahnya pelan, ia tampak sedikit berpikir.

"Bebek goreng, mau? Kalau nggak salah di perempatan depan ada restoran yang menyediakan berbagai macam olahan bebek."

Duh ilah perhatiannya, Tana semakin yakin jika Manajernya mungkin mengidap kepribadian ganda.

Tadi dia dingin minta ampun terus tiba-tiba dengan segala tingkahnya membuat Tana terkejut tak percaya. "Apa aja deh Pak, saya ikut."

Tana tidak mau komentar lebih jauh, takut-takut kalau nanti Tana meminta tempat lain Reno kembali jutek. Biarlah sampai pulang nanti Reno dengan sikap yang mendadak lembutnya, dari pada dengan sikap juteknya yang bikin keki.

RUSHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang