Chapter 10 : Lagu perpisahan

78 13 3
                                    


"Perpisahan adalah bagian paling menyakitkan dalam suatu hubungan, dan kau tanpa sadar telah memberikannya."

Entah harus senang ataupun sedih, aku tak tahu. Saat ini aku, sedang berada di cafe tempat kami -aku dan Alenn-, sering menghabiskan waktu berdua. Alenn juga sering bernyanyi di sini untuk menghiburku.

"Mau pesan apa? Kayak biasanya?" tanya Alenn yang membuyarkan lamunan masa laluku.

Aku mengangguk, "Iya, kayak biasanya aja,"

Alenn pun menyebutkan pesanan pada salah satu pelayan di cafe itu, aku tak terlalu memperhatikannya. Ku lihat panggung kecil berjarak kurang lebih 5 meter dari kami, aku pun  membayangkan Alenn sedang menyanyikan lagu sempurna dari Andra And The Backbone.

Aku tersenyum kecil membayangkan kebodohanku, bagaimana bisa Alenn menyanyikan lagu itu lagi untukku. Mustahil bukan?

Lagi-lagi lamunanku terbuyar karena Alenn menepuk pelan pundakku.

"Hei, jangan ngelamun," katanya lembut. Hatiku lagi-lagi terasa sangat perih karenanya.

Aku bingung, aku merasa lebih baik Alenn bersikap jahat padaku daripada berbaik hati seperti ini. Kenapa? Karena setiap kali Alenn bersikap baik, aku merasa menjadi orang paling jahat di muka bumi.

"Tuh kan bener, lagi ngelamun. Ntar kesambet lho!" tambahnya, aku tersenyum ke arahnya dan ia pun melakukan hal yang sama.

Pesanan kami datang, percakapan kami pun terhenti sejenak. Bahkan tadi itu tak bisa dibilang percapakan, karena hanya Alenn yang bicara. Sedangkan aku hanya mendengarkannya tanpa menjawab.

"Oh ya, kamu mau ngomong sesuatu kan?" ujar Alenn di sela-sela acara makan siangnya.

Aku menatap manik Alenn lekat-lekat, Alenn menatapku bingung.

"Hmm.. ini soal hadiah kamu," sahutku pelan, ia semakin bingung karenanya.

"Begini Al, kamu jangan terus-terusan ngasih aku hadiah, karena.." aku bingung bagaimana harus menyelesaikan kalimatku.

"Karena?" tanya Alenn penasaran.

Karena, setiap hadiah yang kamu kasih itu gak pantes buat aku! Please, berhenti bersikap baik Al! jawabku dalam hati.

Aku menghela napas pelan, "Hmmm.. aku gak mau ngerepotin kamu, please jangan ngasih hadiah mahal ke aku. Aku jadi gak enak, ini aku kembalikan," kataku tak sepenuhnya berbohong, aku pun menyerahkan gelang yang aku terima pagi tadi.

"Dil, untuk yang hari ini terima aja ya? Aku mohon, aku janji setelah hari ini aku gak bakalan ngasih hadiah ke kamu. Tapi aku bolehkan ngasih hadiah terakhir pas di hari ulang tahun kamu?"

Aku mengangguk untuk mengiyakan perkataan Alenn.

"Lucu ya, aku kadang konyol. Aku sempat berpikir mau ngasih kamu dua puluh satu hadiah biar sama kayak umur kamu. Tapi aku sadar, aku gak pantes senekat itu. Untuk itu, aku minta maaf ya," lanjutnya dengan senyum yang dipaksakan.

Bukan kamu yang gak pantes, tapi aku!

Aku hanya bisa diam mendengar perkataan Alenn, lagi-lagi aku membuatnya sedih. Senyumnya itu tak lebih dari sebuah topeng untuk menutupi kesedihannya.

"Iya, kamu boleh ngasih satu hadiah lagi! Kamu harus dateng di hari ulang tahun aku, oke?" kataku seraya tersenyum lebar, tentu saja senyumku itu hanya pura-pura semata.

Alenn tak menanggapi perkataanku, ia memasang ekspresi yang sulit diartikan.

"Al, boleh minta satu permintaan gak?" ucapku untuk menghentikan keheningan yang menyelimuti sejenak.

The Most Beautiful Gift Of God [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang