Part IV: Misjudge

92 82 50
                                    

Khusus hari ini, Mimosa bangun pagi-pagi. Ia tentu tidak lupa, bahwa jam sekian nanti ia akan bertemu dengan Vincent. Saat mandi, perempuan itu memakai sabun dan shampoo dengan takaran yang sedikit berlebih. Ia tidak mau ada bau-bau aneh menempel pada dirinya. Lalu, setelah bersih, dibongkarlah isi lemarinya, mencari-cari baju yang layak untuk dipakai. Mungkin baju casual saja? Atau dress pink ini?

Mimosa menangkup dagunya, memperhatikan dua baju yang ia gelar di atas ranjangnya sambil berpikir keras.

"Sedang apa, Mimosa?" Kyle datang. Melihat perempuan itu tidak menjawab pertanyaannya, ia pun melongok dari bahu Mimosa. "Oh, bersiap untuk kencan?"

"Ini bukan kencan, oke? Aku akan pergi menemui Vincent untuk makan siang hari ini," jelas Mimosa. "Aku hanya ingin terlihat bagus saja, soalnya jarang-jarang aku bisa bepergian dengan orang lain seperti ini."

"Tetap saja kencan." Kyle mendengus. Tapi, kemudian, matanya berkilau-kilau. Seringai lebar terbentuk di lengkungan bibirnya yang tipis. "Ternyata kamu memang sudah bertumbuh dewasa, haha. Selamat bersenang-senang, Mimosa."

Mimosa tersipu. "T-terima kasih, Kyle."

Setelah memilih-milih baju, Mimosa pun bergegas keluar dari rumah menuju café di pusat kota. Kyle tidak ikut. Ia bilang, mungkin obrolan Mimosa dan Vincent bersifat pribadi, jadi ia tidak mau menganggu.

Mimosa memesan meja di luar café. Perempuan itu sempat menoleh ke sekitar, mencari-cari sosok Vincent, sebelum akhirnya duduk di kursinya dengan gugup. Ia datang terlalu cepat. Tapi, itu mungkin bagus juga. Ia pun mencoba merangkai kata-kata yang cocok untuk dilontarkan pada Vincent dalam pikirannya. Semacam sapaan begitu.

"Tenanglah, Mimosa... Santai saja. 'Hei, apa kabar?' atau, uh, 'terima kasih telah mengundangku'."

Saat tengah berpikir, telinga Mimosa menangkap suara langkah-langkah kaki dari belakangnya. Berpikir itu adalah Vincent, Mimosa pun buru-buru berdeham panjang dan berbalik. Tentu dengan senyum manis di wajahnya.

"H-hei, apa kabar?"

"Oh, hei, manis!"

Mimosa melongo ketika melihat orang tersebut bukanlah Vincent.

A-apa-apaan...?!

Orang itu ialah seorang pria. Iya, pria aneh. Rambutnya jabrik—disisir hingga menukik ke atas, kulitnya kecokelatan terbakar, dan matanya yang sipit menatap Mimosa dengan pandangan penuh nafsu. Pria itu bergerak lebih mendekat, membuat Mimosa mulai merasa tidak nyaman.

"Nah, bukankah kamu begitu manis? Kamu tidak sedang menunggu seseorang, 'kan?"

"... aku sedang menunggu," ucap Mimosa tajam, walau dalam hati ia ingin sekali cepat-cepat beranjak dari kursinya dan kabur.

"Ah, sayang sekali," pria itu mendesah pelan. Mimosa pikir dia akan segera pergi karena bosan, tapi ternyata tidak. Pria itu, dengan beraninya, mendekat dan meraih tangan Mimosa tiba-tiba, membuat Mimosa terkejut. "Daripada menunggu di sini, lebih baik kau ikut saja aku untuk bersenang-senang."

Mimosa langsung pucat pasi.

"Ayo, manis."

"T-tunggu! Aku tidak mau!" seru Mimosa panik. Ia hendak menepis tangan pria itu, tapi yang terjadi ia justru dicengkeram semakin kuat. Ia pun ditarik paksa menjauhi meja café. Jantung Mimosa berdebar tidak karuan. Tenaga pria itu yang sangat besar membuat Mimosa tidak bisa melawan. Mimosa berusaha tolah-toleh, mencari pertolongan.

Mengapa aku tidak bisa bertindak lebih tegas? Apa yang harus kulakukan dalam situasi seperti ini?!

Dan di saat setitik air mata menggenang di pelupuk mata Mimosa itulah, tiba-tiba ... Vincent muncul.

MY WILL [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang