Bagian 4 - Stranger

6.1K 846 52
                                    

[Han]

Bali memang indah.

Apalagi lautnya. Biru. Very beautiful.

Perjalanan bisnisku kesini rasanya tidak sia-sia. Aku ingin main di laut. Oh tidak, pasirnya dulu. Tanpa rasa malu aku tiduran di atas pasir Pantai Kuta. Iseng-iseng mencoba kamuflase dengan mengubur diri dibawahnya.

Hal ini cukup menyita perhatian. Orang-orang menatapku heran. Tapi itu bukan sesuatu yang patut dihiraukan. Aku sedang liburan, jadi bebas melakukan apapun.

Sayangnya, baru berjemur 5 menit di bawah terik matahari, tiba-tiba ada yang menendang perutku keras sampai aku hampir terguling. Untungnya keseimbangan tubuhku masih bisa kupertahankan. Detik berikutnya, seorang laki-laki mungil jatuh mencium pasir.

Aku segera bangkit, berniat menendangnya ke laut. Namun sepertinya si 'penendang' ini benar-benar terkapar tak berdaya. Lagi-lagi mengundang tawa orang-orang. Iba, aku mengulurkan tangan ke arahnya. Maksudku, mungkin tangan atau kakinya putus?

Dia bangun sambil meraba telapak tanganku pelan. Apalagi? Dia mencuri kesempatan melakukan pelecehan seksual? Boleh juga. Anggap saja jadi keuntungan buatku.

Ya, aku gay. Sudahlah, bukan jamannya orientasi seksual ditutup-tutupi. Ini bukan aib, anyway, ini hanya soal varian selera.

Singkat cerita, bukannya pergi, si bocah dan teman-temannya memintaku untuk interview (saat itu juga) yang jelas-jelas aku tolak. Tidak ada yang boleh mengganggu waktu liburanku. Apapun atau siapapun itu. Termasuk bocah laki-laki di depanku. Diluar itu, tetap gak boleh.

"Datang saja ke hotel. Saya mau diwawancarai di Lobi. Ini alamatnya." Putusku akhirnya, mencari alasan.

Tanpa menunggu jawaban, aku melangkah pergi. Melanjutkan niat awalku untuk liburan.

***

Malam harinya. Bel kamarku berbunyi. Karena tidak ada intercom yang menunjukkan siapa yang datang, terpaksa aku membuka pintu kamar. Pintu terbuka, kemudian muncullah makhluk yang tadi siang kutemui, bedanya sekarang hanya dua bocah laki-laki. Satu perempuan dan satu bocah laki-laki lain tidak ikut hadir.

"Good night, Sir." Suara laki-laki yang menendangku tadi di pantai mengawali percakapan kami. Aku mengendikkan bahu malas, "Ada apa?" jawabku dingin.

"Ingin menepati janji anda tadi siang. Ngomong-ngomong, kenalkan saya Deni, dia Fian." Deni -begitu namanya- membalas tak kalah dingin. Bocah ini.. dia mau minta tolong atau mencari gara-gara?

"Jadi?" ucapku. Jangan berpikir aku akan mempersilahkan mereka masuk.

Temannya menunjukkan ekspresi ngeri, berbisik, kemudian pergi begitu saja. Tidak menoleh ke arahku sama sekali. Apa?

***

[Deni]

Fian sialan!!!!

Dia kabur meninggalkanku dengan alasan 'Aku wedi karo bule iki. Sepurane aku mbalek dilek yo. Semangat..' (Aku takut sama bule ini, aku kembali duluan ya. Semangat).

Semangat ndasmu! (palalu)

Aku jelas-jelas membutuhkan dia untuk mencatat tugas interview kami. Sekarang kenapa dia malah kabur, hah? 2 anggota lainnya juga gitu, masih aja pakai alasan kuno 'nggak boleh keluar'. Si Rizki sama si Adit. Bangke.

Demi tuhan! Bule China ini satu hotel sama kami. Siapa yang ngelarang mereka keluar coba? Lagian ini masih jam 9!

Alah, malesin!

DewataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang