[Han]
Aku tidak pernah merasa sekacau ini sebelumnya. Saat segala sesuatu yang dilakukan orang-orang di sekitarku begitu salah. Mengapa mereka membuatku muak?!
“Tidak bisakah kau tau, ini salah!”
“Memangnya sudah berapa lama kau di kantor ini, hah?”
“Apa kau tuli?! Banyak klien komplain kinerjamu yang kurang kompeten!”
“Memangnya kau tidak malu makan gaji buta? Apa kau pikir aku menggajimu tinggi untuk ini?? holy shit, ulang!”
Dan pertemuan rutin antar direksi di pertengahan bulan selalu berakhir kacau dengan tebaran omelanku disana-sini. Apa aku salah? Oh tidak, aku bos disini. Aku berhak menendang bokong para idiot yang tidak berniat bertahan di perusaahanku. Mereka merugikan, sekedar informasi.
Sorenya, telepon di mejaku berdering. Mendengus kesal, kutarik gagang telpon dan mulai bicara. “Halo.”
“Apa kau ingin perusahaan kita bangkrut?! Berhenti mengacaukan segalanya! Kau membuat semua karyawan perusahaanmu mati mengenaskan. Apa yang kau pikir kau telah lakukan? Apa kau merasa hebat sampai kau membakar semua orang dengan mulut berbisamu! Pergi dan tenangkan otak tololmu. Jangan kembali sampai kau berubah menjadi Seorang Biksu!”
Hah, aku tertawa dalam hati. Dia gila? Seorang Biksu katanya?
“Haha.. Pops, kau menyakitiku. Tidak pernah sekalipun terlintas di otakku untuk menjadi seorang penyabar. Lagi pula, aku ingin membakar perusahaanmu sekarang. Bagaimana bisa kau merekrut sekumpulan orang bodoh disini? Ayolah, sangat memuakkan saat orang-orangmu tidak bisa menyesuaikan gaya bermainku. Mereka pikir air laut terus tenang tanpa badai? Hah, mereka bermimpi di siang bolong.” Jawabku, penuh sarkastis.
Serius, Ayahku adalah jenis atasan paling sabar dan gampang dibodohi. Aku tidak menyalahkannya, hanya saja gaya kepemimpinannya bertolak belakang dengan milikku. Meskipun tak dipungki, dalam hubungan Ayah-anak, kami seperti dua orang idiot. Dia berpikiran liberal, tidak seperti Ayah teman-temanku pada umumnya. Dia memperlakukan anak semata wayangnya seperti teman. Saling mengolok, melontarkan makian satu sama lain, dan bicara blak-blakan pada saat bersamaan. Hebatnya, kami bisa dengan mudah membangun chemistry dengan cara itu. Namun, sejujurnya aku takut padanya. Jenis rasa takut seorang amatir pada sang professional. Dia seorang pemaksa dan pembunuh berdarah dingin sejati dalam hal pekerjaan.
Jangan bilang aku berlebihan, aku mengutarakan apa adanya. Kalian pikir siapa yang memaksaku pergi keliling dunia hanya untuk menawarkan produk kami ke perusaahaan cabang? Menyebalkan, memangnya tidak ada wakil lain apa?! Dia juga membuatku mati kutu saat aku mencoba menolaknya. Siapa pula yang ingin dibuang di jalanan hanya karena Ayahmu—tidak, bosmu—membenci kalimat penolakan dari ‘bawahannya’. Ugh! Aku ingin membunuhnya.
Terutama untuk pertemuaan terkutuk dengan remaja lokal sialan itu! Semua murni kesalahan Pops!
Jika saja aku tetap bersikeras menolak pergi, aku tidak akan pernah bertemu dengannya dan semua ini tidak harus terjadi.
Huh, bagaimana bisa anak itu meninggalkanku tanpa kabar selama 2 bulan?! Jangan bilang bahwa aku tidak menghubunginya. Sungguh, aku melakukan itu puluhan kali. Kotak keluar e-mailku sampai penuh dengan pesan untuknya.
“Hei! Apa kau tuli? Ampuni aku Dewa karena menanamkan sperma sialan itu di rahim istriku. Anak sialan, jangan biarkan aku menghabiskan waktuku untuk hal tidak penting seperti ini!”
Bagus. Dia tipe ayah psikopat yang ideal.
“Apa semua sudah selesai, Pops? Aku lapar.” Ucapku sembari memasang tampang malas diomeli.
“Hahh, baiklah. Ingat pesanku : jangan hancurkan bisnisku dengan tingkahmu. You hear me?” Pops balas menatapku tajam.
“Yes, Sir.” Jawabku tegas. Biasa, hanya pemanis bibir.
***
[Deni]
Aku menatap lapotopku nanar. “Udah deh, nggak usah diperbaiki. Udah waktunya laptopmu istirahat.” Nasihat Ayah ketika kami sekeluarga kumpul di ruang tamu dan mendiskusikan laptopku yang sedang di ujung maut.
“Yaudah deh, Yah. Sembarang (terserah),” balasku lemas. Aku sebenarnya gak rela. Aku kan udah nunggu 2 bulan cuma buat bilang kalau laptopku rusak, dan itu baru terwujud hari ini. Tapi kok...yaudah lagi lah. Sebagai anak satu-satunya yang sering nyusahin orangtua, aku gak tega minta ini-itu. Aku tau kondisi keluargaku sekarang seperti apa.
Dan diskusi kami beralih ke topik lain.
Aku yang biasanya cerewet kalau kumpul bareng, sekarang jadi sedikit pasif. Pikiranku fokus ke yang lain. Kalau laptopku rusak, otomatis komunikasiku dengan Han terputus. Kira-kira cara lain yang bisa bikin kami selalu berkomunikasi itu apa ya?
Tepat, ponsel.
“Yah, gak apa-apa deh laptopnya gak dibenerin, tapi hpnya aku bawa ke sekolah ya?” ucapku tiba-tiba.
Ayahku langsung mengangguk, “tapi jangan mainan hp kalau pelajaran.”
“Siaaap.” Aku membuat gerakan hormat ala Paskibra.
Masalah selesai.
***
Aku mencari warnet di sekitar sekolah untuk mengirim e-mail ke Han. Begonya, aku baru inget cara ini sekarang. 2 bulan setelah laptopku resmi mati.
Setelah ketemu, aku mencari tempat di pojokan. Malu lah kalau chat-ku sampai kebaca orang sebelah. Oh ya, kebetulan warnet ini menggunakan sistem lesehan. Jadi kelihatan lebih nyaman.
Aku membuka e-mail. Luar biasa,ada 43 e-mail yang masuk dari satu pengirim yang sama. Isinya pun hampir sama.
Ya, jika Han sekarang di hadapanku, aku yakin dia akan membunuhku di tempat.
Aku bisa menarik kesimpulan dengan membaca e-mail darinya. Intinya dia marah dan kesal karena aku absen menghubunginya selama 2 bulan. Dia berniat melupakanku.
Wait, apa?
Melupakanku?
Tidak boleh!
<hanluangwu@xxxxxx>
Hai.. Sorry aku tidak bisa menghubungimu selama 2 bulan ini karena laptopku bermasalah.
(Sent)Aku tidak tau jam berapa sekarang di negaranya, yang pasti aku sudah membalas e-mailnya. Jadi, aku berharap dia akan mengurungkan niatnya untuk melupakanku.
<hanluangwu@xxxxxx>
Apa kamu menggunakan WhatsApp? Kalau iya, ini nomer ponselku. 08xxxxxxxxxx. Hubungi aku kalau kamu sudah membaca e-mail ini. See you then.
(Sent)Tulisku lagi.
10 menit berlalu, Han belum juga membalas e-mailku.
Aku memutuskan untuk pulang. Ngapain juga disini kalau gak ada yang dikerjakan? Tunggu hari beikutnya aja, semoga Han cepat membaca e-mailku dan menghubungiku via WhatsApp.
Semoga…
***
Chapter paling berat sepanjang masa :’v gak tau harus nulis apa lagi, wkwk.
Jangan lupa vote dan comment ya? :D makasih <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewata
Aléatoire[Boyslove] Study Tour, ketemu bule, kucing-kucingan gak jelas sampai pacaran beneran, pindah ke Negara antah-berantah, dan nemu bayi di Supermarket adalah sederet hal paling absurd yang menimpa kehidupan damai Deni. Dia salah apa coba? Aish, dia g...