Takdir lain

56 2 0
                                    

Teruntuk engkau, yang selalu terselip dalam doaku..

Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu
Sudah hampir 3 tahun lamanya aku memendam perasaan ini
Berharap engkaulah nanti sandaranku saat letih

Aku pun sadar, aku bukanlah Fatimah putri Rasul yang luhur budinya
Hingga kau harus berpaling menatapku

Akhi, awal kita sudah salah..
Namun, izinkan aku..
Izinkan aku untuk memantaskan diri
Dan semoga Allah menghijabahi
Agar engkau menjadi halalku nanti..

----------------

Buku diary bersampul coklat itu tertutup dengan kasar. Lembaran lembaran kertasnya basah. Entah sudah berapa banyak sampah tisu yang bercecer di bawah meja. Hanya terdengar suara terisak dari sang empu.

"Sudah nduk , jangan menyiksa dirimu sendiri seperti ini." ucap suara di seberang.

Akila mendekatkan benda kotak itu ke telinganya.

"Aku.. Aku ga bisa berhenti nangis mbak.." air mata Akila tumpah lagi.

"InshaAllah habis maghrib mas Dika telfon kamu. Mbak tinggal dulu. Jangan lupa sholat ya sayang, Assalammualaikum"

Tut

Inayah mematikan panggilannya.

Akila masih terpaku di tempat. Matanya sembab, hidungnya merah, jilbab acak-acakan. Teman sekamar Akila pun ikut bingung karena sudah 2 hari ia menangis sangat hebat.

Hati Akila hancur tak berbentuk. 3 tahun, ia menyimpan Zukruf dengan rapi di dalam hatinya. Menahan nafsu mati-matian untuk tidak mendekat, bahkan keinginan Akila untuk sekedar menyapa ia buang jauh-jauh.

'YaAllah, apa takdir sedang mempermainkanku? Apa selama ini doa ku untuk Zukruf masih tak cukup?' batin Akila menangis.

Zukruf yang sejak 3 tahun yang lalu haram bagi Akila, akan tetap menjadi haram. Karena Zukruf, sudah menemukan halalnya.

"Lak, udah belajar kitab yang ini belom?" Zuella masuk ke kamar Akila tanpa permisi.

Akila hanya mengangguk.

"Yah nangis lagi.." Zuella menarik kursi mendekat pada Akila.

"Percaya Qada dan Qadar ga Lak?" tanya Zuella serius.

"Hm"

"Kamu jangan kaya gini terus dong Lak. Sikapmu yang nangisin Zukruf kaya gini itu ga ada manfaatnya. Kalo emang Zukruf sama siapa itu lupa hehe?"

"Aisyah"

"Nah itu. Kalo emang Zukruf sekarang udah nikah sama Aisyah, berarti dia bukan jodoh kamu. Simple. Dan aku bilang kaya gini, karena aku sahabatmu."

------------------
"Mas jangan tinggal aku dong,mual nih" Inayah berlari kecil mengimbangi langkah Dika.

"Loh mi, gapapa? Kalo gakuat duduk aja, masih mual?"

Tanpa menghiraukan ucapan Dika, Inayah hanya berjalan melaluinya begitu saja. Raut muka Inayah sedikit masam. Bagaimana tidak? Inayah begitu malu ketiga Dika memanggilnya dengan sebutan 'Ami'. Memang sih dalam bahasa Arab, ami berarti ibu. Tapi kan kandungan Inayah baru berusia 3 bulan. Apa tidak terlalu cepat?

"Mii jangan cepat-cepat! Perutnya itu lhoo!!!!"

----------------

"Assalammualaikum"

"......"

"Assalammualaikum"

Hening.

Ceklek

"MashaAllah Akilaaa!! Put bangun Puut!!"

Kedua mata yang terpejam itu mengerjap.

"Hm bang Dika.."

"Eh bang Dikaa!!!!!!!"

Hampir saja Dika terjengkang ketika Akila tiba-tiba melompat ke pelukannya.

"Kila kangen hiks hiks" ucap Akila tersedu-sedu.

Dika mengusap bahu Akila dengan lembut.

"Iya Lak, abang disini.."

"Jadi, cuma sama mas Dika aja kangennya?"
Akila mendongak. Ingusnya meler kemana-mana.

"Kak Inayahh!!"

"Pelan-pelan Lak itu ada dede bayinya" ucap Dika yang dibalas ekspresi kaget Akila.

"Aku jadi tante YaAllah hahahaha" Akila tersenyum sambil mengusap perut Inayah.

"Sudah ah kok jadi melow gini, jalan-jalan yuk Lak, mbak kan juga pengen liat Mekkah" Inayah mengucapkannya dengan berbinar-binar.

"Oke, tapi Kila mandi dulu ya hehe" Akila mengeluarkan cengiran tak bersalahnya.

"Dasar Siput!"

Akila.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang