Namja itu berjalan pelan menyusuri jalan setapak yang membawanya masuk ke kawasan lingkungan pendidikan elit. Sesekali ia menyeka keringannya karena panas yang menyengat saat ia melewati lapangan bola.Kiri. Namja itu memilih untuk lewat jalur kiri, melewati gedung D agar sedikit menghindar dari panasnya matahari. Belum apa-apa baju dan rambut coklatnya sudah basah karena peluh.
Beginilah saat memasuki Pledis University lewat jalur belakang di siang hari yang panas. Dan perlu ditekankan. Namja itu benci panas. Udara panas. Panas matahari yang menyengat seperti sekarang. Panas. Bukan hangat. Jika itu minuman, maka namja itu menyukai teh hijau hangat. Sekali lagi. Bukan panas.
Ramai. Gedung D memang ramai karena gedung D merupakan wilayah mahasiswa fakultas perhotelan dan pariwisata yang menuntut banyak kerja praktek disana. Contohnya sekarang. Sepertinya sedang diadakan ujian praktek di replika cafe untuk mahasiswa semester empat. Sebenarnya, keadaan aslinya, wujud asli 'replika' cafe tersebut benar-benar mirip seperti cafe pada umumnya. Nuansa putih dapat namja itu liat dari balik dinding kaca.
Namja itu segera mempercepat langkahnya melewati gedung D yang memang mempunyai salah satu akses jalan di wilayah kampus tersebut. Memang tak masalah jika mahasiswa fakultas lain 'berkunjung' ke gedung fakultas lainnya, namun namja itu lama-lama jadi tidak enak karena ia sendiri.
Hal lain yang namja itu benci adalah sendiri. Ia suka suasana tenang. Ia tidak suka keramaian yang bisa membuatnya pusing. Ia suka menyendiri dari keramaian namun ia benci sendiri. Ia tidak ingin sendirian. Seorang diri. Setidaknya ia harus punya seorang teman yang bisa menemaninya walau mereka hanya diam.
"Lee Jihoon!" Teman. Oke. Seperti sekarang ini. Jihoon menoleh pada seorang teman yang sering menemaninya. Sering. Bukan selalu. Bukan setiap saat. Tapi ia lah yang menemani Lee Jihoon.
"Wonwoo." Jihoon, memilih untuk diam. Menunggu Jeon Wonwoo untuk mendatanginya. Sebenarnya Jihoon sedikit malas untuk melangkah menuju taman kolam lotus yang sering digunakan para mahasiswa untuk bersantai atau mengerjakan tugas mereka. Jihoon ingin segera memasuki kelasnya.
"Mengapa kau lewat belakang?" Tanya Wonwoo, yang sudah berdiri di depan Jihoon yang lebih pendek darinya. Pendek. Jihoon itu termasuk pendek untuk namja seumuran dirinya. Mahasiswa semester satu, umur hampir menginjak sembilan belas tahun dengan tinggi 167 cm. Kata orang batas manusia bisa tumbuh adalah dua puluh tahun. Jadi Jihoon bisa menambah tiga sentimeter lagi. Mungkin. Kemungkinan. Itu harapan Jihoon.
"Tadi aku mengambil buku musik ku yang tertinggal di mobil Seungcheol hyung."
Mendengan nama Choi Seungcheol, Wonwoo mendelik. "Tadi pagi kau diantarkan Seungcheol hyung?!"
Sebelum Wonwoo berpikiran macam-macam, Jihoon segera menambahkan. "Ada Junghan hyung juga." Dan Wonwoo kembali menutup mulutnya sebelum kalimat tanya tambahan keluar. "Kau lupa aku dan Junghan hyung satu komplek? Jadi besar kemungkinan jika kami akan sering bertemu."
Ya. Demi mengurangi jarak dan biaya transport, Jihoon memilih rumah sewa di daerah Pledis University.
Mendengar penjelasan Jihoon, bibir Wonwoo membentuk huruf 'O'. "Jadi kalian bertiga sudah sangat dekat sekarang."
Jihoon sadar jika temannya ini sedang menggodanya. "Aku dan Seungcheol hyung memang dasarnya adalah teman baik jadi tak masalah bagi kami."
"Junghan hyung pasti sangat baik sampai ia tak mempermasalahkan jika mantan Seungcheol hyung dekat-dekat." Wonwoo adalah orang yang pendiam. Sama seperti Jihoon. Namun entah mengapa semenjak Wonwoo menjadi kekasih seorang Kim Mingyu, namja berwajah emo itu menjadi sedikit lebih rewel.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love (SoonHoon) (complete)
Fanfiction"Hoshi bukan Kwon Soonyoung." Jihoon terjebak dalam kisah cinta pertamanya yang bernama Kwon Soonyoung. "Hanya mata mereka saja yang mirip." Namja yang bernama Hoshi datang dan menambah nada baru untuk Jihoon. SoonHoon couple. Boy x Boy. Seventeen c...