Chapter 3

657 82 4
                                    



Di lantai dasar gedung serba guna Pledis University berupa loby. Terdapat banyak penghargaan yang menghiasi dinding berwarna kayu. Beberapa foto tentang kegiatan Pledis University tak luput dipajang.

Seulas senyum bangga muncul dari bibir kucing Jihoon saat ia memandang salah satu piagam bertuliskan namanya. Pernah membuat lagu untuk Universitas ternama memang harus diberi penghargaan. Walau Jihoon masih mahasiswa semester satu yang sebentar lagi akan naik semester, namun kemampuan Jihoon tidak bisa diragukan. Salah satu buah manis kemampuannya adalah ia mendapat beasiswa karena memberikan beberapa sertifikat penghargaan dalam bidang musik.

Kaki Jihoon naik ke lantai tiga dimana perpustaka berada. Beruntung gedung serba guna ini mempunyai lift dan eskalator, jika tidak, mungkin kaki orang bisa patah untung mencapai lantai enam, tempat ruang auditorium berada. Lantai dua dan tiga untuk perpustakaan. Lalu lantai empat dan lima untuk ruang meeting, belajar, diskusi dan sebagainya.

Saat Jihoon hendak melanjutkan eskalator ke lantai tiga, matanya menembus dinding kaca dan melihat Mingyu sedang mengambil sebuah buku yang cukup tebal.

Tiba-tiba Jihoon teringat Wonwoo yang sedih karena Mingyu sering mengabaikannya.

Sepertinya niat Jihoon mencari buku sejarah tentang musik harus ditunda. Ia lebih memilih berbicara pada Mingyu. Hati Jihoon itu lembut seperti kulitnya. Ia tidak tega melihat Wonwoo terus bersedih.

"Mingyu-ya." Jihoon mengambil kursi di depan Mingyu.

"Jihoon?" Mingyu yang sedang menyalin beberapa materi dari buku tebalnya menoleh. "Ingin membaca buku?" Tentu itu hanya basa-basi Mingyu karena ia sadar Jihoon tak membawa buku di tangannya.

Jihoon menggeleng. "Aku ingin bertanya padamu."

Mingyu meletakan pulpennya. "Tanya apa?"

Sejenak Jihoon ragu. Ini masalah pribadi Wonwoo dan Mingyu. Tak seharusnya ia ikut campur. Namun Jihoon hanya ingin membantu. Tidak salah bukan?

"Mengapa kau menjauhi Wonwoo?"

"Aku? Menjauhi Wonwoo?" Dan Jihoon hanya mengangguk. "Ani. aku tidak menjauhinya."

"Tapi Wonwoo yang bilang seperti itu." Sebenarnya Jihoon juga tak mengerti apa yang ia ingin katakan dan apa yang ia ingin tanya. Ia hanya ingin melihat Mingyu dan Wonwoo bersama lagi. Dengan cara mewakili Wonwoo bertanya pada Mingyu.

"Jeongmal?" Mingyu terdiam. Benarkah Wonwoo merasa Mingyu menghindari? Tapi Mingyu merasa mereka biasa saja. Tak ada yang berbeda. Hanya saja tugas kuliah mereka sama-sama menumpuk dan sebentar lagi ujian kenaikan semester.

"Aku selalu membalas pesan darinya, walau lama, karena aku sibuk di laboratorium."

"Itu!"

"Apa?"

"Karena itu!"

"Itu apa?"

"Kau terlalu sibuk Mingyu-ya." Ujar Jihoon. "Kalian jarang berkomunikasi karena kau terlalu sibuk, Mingyu-ya. Kau tidak memiliki waktu untuk 'kalian'."

"Benarkah? Tapi tak bisakah Wonwoo mengerti jika aku sibuk dengan tugas-tugas ku?"

Jihoon mendesah. Ini perpustakaan, jadi Jihoon tidak bisa meninggikan suaranya untuk mengomeli Mingyu. "Wonwoo itu kekasihmu dan ia adalah manusia yang punya kesabaran." Jihoon bangkit berdiri. "Dan kesabaran ada batasnya."

"Wonwoo merindukan mu, Mingyu-ya." Kalimat terakhir Jihoon sebelum ia pergi dari hadapan Mingyu yang terdiam. Mencerna setiap perkataan Jihoon.

Wonwoo merindukannya? Tapi setiap hari mereka berkomuniskasi. Terkadang Mingyu tidak mengerti apa yang sebenarnya Wonwoo inginkan. Dan terkadang juga Mingyu merasa Wonwoo egois. Namun faktanya, Mingyu sendiri juga egois karena secara tak langsung selalu memaksa Wonwoo untuk mengerti dirinya.

First Love (SoonHoon) (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang