Hana selalu bertanya padaku, apa yang membuatku begitu sangat sangat amat ingin menikah. Biasanya aku jawab, karena ingin berkembang biak, dan untuk itu dibutuhkan pasangan hidup yang sah dan halal. Kecuali aku bisa berkembang biak dengan cara membelah diri seperti amoeba, mungkin aku tidak lagi butuh menikah. Tapi jawabanku selalu berbuah jitakan atau toyoran di kepala. Padahal apa yang salah dari itu?
Ah ya, cinta. Tentu saja aku akan menikah saat aku dan seorang pria itu saling mencintai. BIG NO untuk kawin kontrak, Anda kira ini drama korea di mana kawin kontrak bisa bahagia. Jadi selain cinta dan berkembang biak, menurutku tidak ada alasan lain seseorang harus menikah.
"Mbak, ditunggu Mbak Hana di Hotel ABIS," ujar Bagus sambil menyerahkan draft terbaru dari iklan ONOOPO. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Setelah gagal pemotretan beberapa hari yang lalu, pemotretan akan kembali dilaksanakan. Tentu saja kali ini harus berhasil.
"Gue mesti dateng juga ke sana?" Sesaat hening, karena junior-juniorku tidak tahu harus menjawab apa.
"Emang lo masih ada kerjaan apa, Mbak? TEH CUCUK sudah konfirmasi e-mail, mereka setuju dengan konsep kita. Lusa bisa mulai shooting." Kepala Faras menyembul dari balik kubikel. "Lagian di sana, ada pemandangan bagus, Mbak. Pak Ersad...," tuyul itu ketawa cekikikan setelah berbisik sambil menyebut nama Ersad.
Aku langsung mematikan laptop, menyambar tas dan menitipkan beberapa pesan kepada mereka. Kulirik jam tangan, masih pukul dua siang. Pemotretan akan dilangsungkan dua kali, siang dan malam. Setelah itu pihak ONOOPO yang memutuskan akan mengambil salah satu atau keduanya.
Perjalanan dari gedung kantorku di Sudirman menuju hotel ABIS di Slipi hanya memakan waktu setengah jam. Hana seperti biasa, tampak sibuk memberi briefing kepada para talent. Sementara staf peralatan menyiapkan properti untuk pemotretan. Dari kejauhan, bahkan hanya melihat punggungnya, aku bisa tahu bahwa itu Ersad. Ternyata radarku masih bagus meski sudah berusia 30-an. Ersad memakai setelan celana jeans dan kaos abu-abu yang terlihat agak basah karena keringat. Dia memotret langit, menyesuaikan dengan cahaya, kemudian memotret keadaan sekitar. Dia adalah satu-satunya manusia yang sepertinya tidak terlalu peduli dengan hiruk pikuk di sekitarnya. Yang dia perhatikan hanya benda keramat di tangannya.
Tiba-tiba dia berbalik, menatapku sekilas dan mengangkat kameranya. Aku yang terkejut hanya bisa melotot. Melihatnya mengarahkan kameranya padaku membuat jantungku berdegup lebih cepat. Ersad melihat hasilnya di kamera kemudian perhatiannya kembali ke hal lain.
"Duh, akhirnya lo dateng juga. Bantuin gue dong. Talent-nya terlalu skinny, nggak cocok pakai baju yang udah gue siapin." Hana menepuk bahuku ringan.
"Masalah lo nggak beres-beres, ya. Mana dia?" Aku mengikuti langkah kaki Hana menuju ruang make up. Beberapa dari mereka tampak sedang berbincang sambil tertawa. Aku mengenal salah satunya. Namanya Bella. Aku menyebutnya, Bellatungan karena sikapnya yang annoying. Aku akui dia menjadi salah satu andalan kami, perusahaan advertising, karena Bella dinilai mampu menjual produk. Wajah blasteran dengan tinggi badan semampai dan senyum memukau hampir selalu sukses membawa produknya laris di pasaran. Namun tingkah lakunya di luar kamera sering kali membuat kami, orang-orang di belakang layar, menjadi geram.
"Gimana, Mbak Hana? Harusnya kamu siapkan baju lain, dong. Saya nggak mau pakai baju itu, kelihatan kurus banget." Aku mengikuti arah jarinya menunjuk, dress selutut warna hijau yang cantik. Kalau aku pakai, bisa disamakan dengan lemper atau arem-arem saking ketatnya.
"Nggak ada, Mbak. Pihak ONOOPO minta nuansa hijau yang dominan. Dan warna ini sudah disetujui baik pihak ONOOPO maupun dari fotografer. Bagaimana kalau dicoba dulu?" Hana berusaha mengerem suaranya agar tidak terdengar gemas apalagi kesal. Kalau talent utama seperti Bella ngambek, bisa dipastikan pemotretan ini gagal lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/86673248-288-k952671.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Minori Mengejar Cinta (TERBIT)
Chick-LitGagal menikah di usia 33 tahun tidak membuat Minori patah semangat. Dia percaya, suatu hari cinta sejati akan datang padanya. Berbeda dengan Minori, Ersad justru tidak percaya dengan cinta. Trauma masa lalu membuat pria berusia 35 tahun itu memutus...