Bab 8 : Kau terangi jiwaku, kau redupkan lagi..

5.4K 1K 119
                                    

Minori Ramlan(Source : pinterest)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minori Ramlan
(Source : pinterest)

Emir terus menarik tanganku, dari cara dia memegang pergelangan tanganku, terasa benar kemarahan dalam dirinya. Setelah cukup jauh dan aku tidak bisa melihat Ersad lagi, aku berhenti dan melepaskan tanganku.

"Sakit!" Aku cukup kesal sampai-sampai ingin melepas sepatu dan memukulkan ke kepalanya.

"Maaf." Dia menjawab spontan.

"Lo utang penjelasan ke gue! Nggak usah anter gue pulang, gue bisa pulang sendiri." Kutinggalkan Emir dan berjalan menuju taksi yang berhenti tak jauh dari tempat itu. Aku seperti ingin meledak. Apa-apaan sih, mereka berdua? Tadi itu sama sekali tidak lucu.

"Grogol, Pak." Aku menutup keras pintu mobil saking kesalnya. Kukeluarkan ponsel dan langsung menelepon Hana yang ternyata masih di jalan pulang.

"Emi?" Hana balik bertanya padaku.

"Iya, lo kenal Emi nggak? Emir kayaknya dendam kesumat banget sama Ersad gara-gara cewek yang namanya Emi ini," sahutku.

"Oh iya, gue inget. Ersad pernah punya teman deket cewek namanya Emilia. Panggilannya Emi," jawab Hana setengah berteriak karena antusias.

"Terus, terus?" Aku pun tak kalah antusias.

"Kalau bagi keluarga, Emilia ini pacarnya Ersad, tapi sama idola lo yang dinginnya kayak freezer dianggap teman aja. Gue cuma tahu sampai situ. Eh, gue lagi nyetir nih, sampai rumah gue telepon, ya." Hana langsung menutup teleponnya.

Jadi memang Emi dan Ersad pernah ada hubungan? Lalu Emir? Kenapa dia begitu terluka kalau Emi bermasalah dengan Ersad? Pertanyaan paling utama, mengapa nama mereka bergitu mirip? Emi, Emir, Ersad?

"Neng, ini belok kanan atau kiri." Suara supir taksi memecah lamunanku.

"Belok kiri, Pak. Nanti terus saja, di sebelah kiri jalan ada rumah pagar cokelat," jawabku.

Ketika sudah sampai dan keluar dari taksi, aku melihat mobil yang tidak asing. Ersad bersandar di pagar rumah. Kedua tangannya dimasukkan dalam saku celana. Dia menatapku dari atas ke bawah. Sudah semalam ini dengan kondisi lelah setengah mati dan aku masih harus ditelanjangi oleh tatapannya. Astaga....

"Kamu—" Aku bingung harus bicara apa. "Silakan masuk." Aku membuka pintu pagar dan memintanya mengikuti. Benakku mulai muncul pertanyaan, apa yang dia lakukan di sini? Bagaimana dia tahu rumahku? Ah, pertanyaan kedua terlalu gampang, Hana pasti jadi yang terdepan memberikan alamatku pada seorang pria.

Di teras rumah, aku berbalik. "Di luar atau di dalam?"

Dia mengangkat alis, "Apanya?"

"Ya, duduknya, dong," sahutku sambil memutar bola mata.

"Di sini aja." Ersad langsung duduk di kursi rotan.

Minori Mengejar Cinta (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang