Kicauan burung begitu menentramkan hati, bagaikan lullaby yang sering ibunya nyanyikan dulu ketika dia masih kecil. Kuroko masih tenggelam dalam selimut yang membalut tubuh mungilnya. Kalau saja jam beker di nakas sebelah ranjang tidak berdering nyaring, dan sinar matahari nakal tidak mengintip lewat celah gorden mengenai mata, rasanya sangat enggan untuk bangun.
Badan dipaksa duduk, tangan kanan terulur meraih jam beker menekan tombol off. Tidak lama berselang, tangan kiri menyibak selimut berwarna hijau tosca, sedangkan tangan kanan mengucek mata yang terasa lebih lengket, seakan tidak ingin membuka untuk beberapa menit kedepan. Kedua tangan dijulurkan ke depan, kemudian ke atas, merenggangkan otot barang sejenak, sebelum memulai aktivitas. Lima menit berlalu, dan Kuroko masih enggan meninggalkan ranjang, entah mengapa berbaring terdengar lebih menyenangkan dibanding harus berangkat ke sekolah. Apalagi pemuda manis ini baru bisa memejamkan mata saat jam menunjukkan waktu pukul 4 pagi. Itu pun karena dia memaksa matanya untuk menutup, jika tidak, mungkin dia tidak akan tidur sama sekali hingga pagi menjelang. Akibatnya, kini kepala terasa pusing dan pandangan matanya sedikit kabur.
Dengan terpaksa dan sedikit tidak rela, akhirnya Kuroko mampu meninggalkan ranjang yang seakan menggoda untuk mengajaknya kembali bergelung. Kedua kaki kemudian menapak lantai kamar yang terasa dingin, lalu berjalan gontai menuju kamar mandi.
Mata masih setengah terpejam ketika berdiri di depan washtafel, badan menunduk sejenak, tangan menengadah menampung air yang mengalir dari dalam kran, sebelum kemudian air dingin disapukan ke wajah dan membuatnya merasa lebih segar. Kepala bersurai biru terangkat, saat seluruh badan sudah tidak berbalut piyama lagi.
Entah mengapa hari ini dia ingin melihat bayangan tubuhnya di cermin, ini bukan kebiasaan yang sering dia lakukan sebenarnya. Namun entah mendapat dorongan dari mana, dia ingin melakukan itu sekarang. Iris biru melihat pantulan diri, wajahnya masih datar seperti biasa, kulitnya entah mengapa terlihat lebih pucat dari sebelumnya, kecuali di bagian bawah mata, terdapat lingkar hitam akibat jam tidur yang kurang. Netra kembali menelusuri bayangan sendiri, namun kini turun ke daerah leher dan tulang selangka, dia menemukan ruam merah keunguan. Tunggu dulu! Kalau tidak salah, bekas ini tidak ada sebelumnya, lalu kenapa bisa begini...?
Perempatan siku-siku tercetak di dahi, kilas balik perbuatan Akashi kemarin membawa dia pada sebuah pemahaman, alasan mengapa ini semua bisa terjadi. Bibir mungil menggerutu tidak terima, namun kaki tetap melangkah menuju shower, ingin segera menyegarkan badan dan pikiran. Terutama pikiran untuk segera memutilasi Akashi Seijuuro. Ingatkan dia untuk protes pada kekasih gelapnya, pada semua perbuatan yang sudah lelaki itu lakukan padanya, pada semua ciumannya yang begitu memabukkan, pada setiap sentuhannya yang—
Kuroko terperanjat pada pemikiran yang tiba-tiba terlintas di benaknya, hal tersebut tidak urung membuat kedua belah pipinya merona.
Badan sudah terasa jauh lebih segar saat tetes air membasahi tubuh pucatnya tadi, dengan cekatan Kuroko memakai seragam sekolah berupa kemeja putih panjang. Sebelum kemudian disusul gakuran warna hitam dengan corak biru memanjang secara vertikal dari leher hingga ke ujung bawah, pola warna biru serupa juga mengelilingi bagian pergelangan tangan. Seragam sudah terpasang dengan sempurna, iris biru melirik pantulan diri di depan cermin. Bibir merah mencebik, jengkel dengan apa yang dia lihat. Kerah gakuran tidak bisa menyembunyikan kiss mark yang kini menodai leher pucatnya. Otak berpikir keras, mencari cara agar hal tersebut tidak menyebabkan pertanyaan nantinya, terutama dari Kise Ryouta. Entah mengapa saat mengingat kekasih berisiknya, membuat sudut hati terasa sakit, tidak ingin rasanya melihat kekecewaan muncul di wajah yang biasanya dihiasi senyum secerah matahari itu.
Nafas dihembuskan kasar, kaki melangkah menuju lemari pakaian. Iris biru menjelajah, jemari lentik memilah, mencoba mencari scraft biru pemberian kekasih resminya di musim dingin tahun lalu. Setelah benda yang dicari berada dalam genggaman, Kuroko kembali melangkah ke depan cermin, jemari lentik melilitkan scraft di bagian leher yang dipenuhi bercak merah. Bibir tersenyum tipis, dengan begini tidak akan ada yang melihat hasil karya Akashi semalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Fiksi PenggemarSeorang Akashi tidak pernah salah dalam mengambil keputusan, namun kali ini dia melakukan kesalahan fatal. Terlalu terburu-buru, hingga membuatnya menghianati sang kekasih, karena telah menemukan sebuah cinta sejati. /"Tetsuyacchi, daisuki."/ "Sampa...