Dio menatap langit kamarnya. Dia tak habis pikir kenapa ia langsung menawarkan pulang bareng tadi. Padahal yang dia tau dia sangat tidak menyukai Sella. Bukan karena orangnya, tapi hobinya. Ia tak mengambil pusing, lalu ia memejamkan matanya dan mulai tertidur.
Dilain tempat, Sella tak bisa tertidur dan memikirkan hal misterius yang Dio lakukan tadi. Mulai memanggil Sella, tapi itu yakin ia lakukan karena di suruh Bu Yani. Serta kejadian di toko buku dan pada saat Dio menawarkan pulang bareng dirinya. Tanpa disangka, senyum Sella mengembang membayangkan kejadian tersebut kembali terjadi. Tiba-tiba bayangan papanya terlintas di pikiran Sella. Jujur, Sella kangen banget sama papanya. Dan sekarang yang membuat hidup Sella lebih sepi yaitu ia terlihat seperti seorang anak yatim piatu, padahal ia masih memiliki mamanya. Tapi satu hal yang Sella tau bahwa ia tidak pantas membenci mamanya.
-
Keadaan ruang kelas yang masih sepi membuat Sella bosan. Bagaimana tidak? Pagi ini masih menunjukkan pukul 06.05 tapi Sella telah tiba dikelasnya. Ia sengaja menyuruh kakaknya mengantar pagi agar dirinya tak telak seperti kemarin. Hal itu memalukan.
Sella pun mengeluarkan salah satu novel yang dibelinya kemarin dan mulai membacanya perhalaman. Bel masuk berbunyi tepat pukul 07.15 pada saat Sella telah menyelesaikan 50 halaman.
Jam pertama dimulai dengan mata pelajaran matematika peminatan yang membuat kelas agak rusuh karena soalnya yang sangat sulit.
Dio memasang earphonenya dan mulai mengerjakan soal agar terhindar dari pertanyaan kedua sahabatnya kini.
"Eh yo, lo bisa gak sih? Susah banget njir."
"Dio, gue nanya loh."
"Yo nomor 3 hasilnya 18 bukan? Jangan pelit elah."
"Anjir kita berdua dikacangin bro. Kacang mahal sekilo 30 ribu terus kalo 2 orang 2 kilo berarti 60 ribu yo. Betulkan yo?"
"Lah lo ngapain ngitung harga kacang sih van?! Lo mah satu nomor aja belum, dasar tolol."Sedangkan Revan hanya cengar-cengir mendengar omelan dari Radit--sahabatnya dan Dio sejak berada disekolah dasar.
Setelah mengerjakan soalnya, Dio pun menatap kedua sahabatnya yang sedang serius mengerjakan soalnya.
"Udah kelar belom?"
Sontak keduanya menoleh, "Gue tinggal nomor 4 dan 5 yo. Kalo Revan mah gak ngerti-ngerti dari tadi." Jawab Radit.
Dio mengangguk. "Yaudah sini gue bantu. Kita nanti nganter kedepan sama-sama."
Mereka berdua pun tersenyum cerah dan mengangguk.
Ya, begitu seorang Ferdio. Dingin dan cuek. Tapi kalo soal kedua sahabatnya, Dio menganggap mereka seperti prioritasnya. Revan yang lebih ke childish dan Radit dengan sok kecakepannya membuat Dio tidak rela berpisah dengan keduanya. Sikap itu yang membuat Revan dan Radit--kedua sahabatnya bangga pada seorang Ferdio.
Di lain bangku
"Gila parah ni soal. Lo ngerti gak sel?"
Sella mengangguk. "Gampang kok, Ra. Tini juga udah ngerti tuh." Tunjuk Sella kepada Tini yang sedang membantu Rachel dan Putri.
Aura memutar bola matanya, "Lo aja yang ngajarin gue Sel. Ogah banget kalo harus bareng dia."
"Kita mah temenan Aura. Jangan memperpanas keadaan yang ada. Maafin kalo misalnya Tini punya salah sama lo."
Aura tersenyum licik. "Dia emang gak ada salah ama gue, tapi gue akan membawa masalah besar dikehidupan busuk dia. Gue harap lo jangan terlalu dekat dengan dia."
Sedangkan Sella yang mendengar ucapan Aura, hanya terdiam mencerna kalimat yang diucapkan Aura kini.
Kring kring. Jam istirahat yang ditunggu telah tiba.
"Akhirnya kelar juga pelajaran sih big teacher ini." Teriak Revan.
"Ayo kantin bro."
Dio hanya memutar bola matanya malas dan berjalan menuju kantin bersama Revan dan Radit disampingnya.
"Yo, lo pesan apaan?" Tanya Radit saat pelayan menghampiri mereka.
"Gue mie bakso ama es teh." sambung Revan.
"Gak ada yang nanya ke lo begok." sindir Radit.
"Gue siomay, minumannya es jeruk." Jawab Dio datar.
"Jadi, siomay 2, mie bakso 1, es jeruk 1, sama es teh 2 yah mbak." Pesan Radit ke mbak pelayan kantin.
"Baik dek, ditunggu dulu yah." Jawab pelayan itu dengan senyum ramah.
"Eh Yo, kapan lagi kita nongkrong." Ucap Radit dengan mulut yang dipenuhi siomay.
"Telan dulu, Dit!" Tegur Dio
Radit pun tertawa kecil, "Terus kapan, Yo?"
"Lihat waktu aja." Jawab Dio datar.
"Yo?" Sapa seseorang.
Dio melepaskan sendok yang dipegangnya dan menoleh ke arah Sella yang memegang sandwich dan kemasan susu.
Dio mengangkat alisnya, seolah bertanya 'kenapa'
"Bu Maya minta kita berdua keruang guru buat temuin dia, s e k a r a n g."
"Hm, oke."
"Gue duluan, Van, Dit. Nih buat bayar makanan." Ucap Dio sambil menaruh uang seratus ribu di meja.
"Punya kita sekalian yah, Yo?" Ucap Revan
Dio mengangguk.
"Makasih bro." Ucap Radit
"Makasih babang Dio, makin sayang deh." Ucap Revan dengan mengedipkan matanya kearah Dio.
"Najis." Ucap Dio dan Radit bersamaan.
Sella dan Aura yang ada disitu hanya tertawa melihat kelakuan Revan yang menjadi-jadi.
-
Sella dan Dio pun menuju ruang guru sambil mendengar omongan para siswi SMA Pelita Jaya yang melihat mereka kini.
"Jadi Ibu minta tolong ke kalian berdua untuk membuat dua mading kelas yang ukurannya kecil dan besar. Jadi dimading yang kecil itu kalian isi dengan absen kelas yang hadir dan bolos dan yang besar terserah kalian. Ini salah satu syarat buat memenangkan lomba penilaian kelas angkatan kelas XI." Ucap Bu Maya langsung ketika mereka berdua tiba.
"Kapan lomba itu, Bu?"
"Penilaiannya hari Senin depan, Sel. Jadi Ibu harap minggu ini bisa kalian selesaikan. Urusan lainnya sudah Ibu bagi rata kepada semua siswa."
"Apa Bu?! Senin? Ini aja udah Kamis loh" Tanya Sella sedikit teriak.
Sedangkan Dio meringis kecil mendengar teriakan Sella yang mengganggu indera pendengarannya.
"Maaf Ibu baru tau tentang penilaian mading itu. 2 hari ini kan Ibu belum masuk karena harus ke Bandung. Boleh kan Dio?" Tanya Bu Maya menatap Dio.
Dio menatap wajah wali kelasnya dengan datar kemudian mengangguk.
"Shit. Ngerjain ini tuh gak lama, mana ngerjainnya berdua ama Dio lagi." Pikir Sella.
~ To Be Continued
jangan lupa vote dan komentarnya yah guys. Please jangan jadi siders huhu :")
KAMU SEDANG MEMBACA
About You
Teen FictionGue percaya benci itu bisa jadi cinta. Benci karena sesuatu kepada dia, akhirnya gue lama-lama luluh dan membuka hati gue lagi. ~Dio Gak tau kenapa dia bisa benci sama hobi gue. Tapi mungkin ini emang takdir dimana kita berdua terjebak dalam perasaa...