Six

19 3 1
                                    

Wanita itu berjalan keluar dari ruang bagasi bandara dengan langkah mantap. High heels putih tulang yang membalut kaki jenjangnya itu melangkah mulus di atas lantai bandara dan menimbulkan suara ketukan yang khas.

Badannya yang tinggi semampai itu dibalut cantik dengan dress berwarna peach dan coat putih bersih serta sling bag berwarna coklat susu. Hidung kecil dan tingginya itu dijadikan tempat bertengger kacamata hitam keluaran brand fashion ternama menambah kesan simple but elegant yang terpancar dari diri wanita itu.

"Aku baru saja keluar bandara. Kau dimana?"

Aksen Amerika keluar dengan lancar dari mulut wanita itu. Dia berhenti sejenak di depan pintu sebuah cafè, menjepit ponselnya diantara telinga dan bahu lalu mendorong pintu tersebut sambil menarik kopernya.

"Aku tidak mau tahu. Pokoknya, kau harus sampai sini sebelum jam," dia mengangkat tangannya untuk sekedar mengecek waktu dari jam tangan mewahnya itu. "Satu siang. Aku akan menghabiskan waktu untuk makan siang. Kalau kau sampai belum datang juga, aku akan memotong gajimu selama enam bulan. Kau mengerti?" Lanjutnya sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.

Setelah memasukkan ponsel pintarnya ke dalam sling bag-nya, dia melepas kacamata hitamnya sambil menatap ke sekeliling ruangan cafè untuk mencari tempat yang kosong untuknya.

Dia menemukan meja kosong di tengah ruangan lalu tanpa pikir panjang langsung melangkahkan kakinya kesana.

Aku sudah sampai di Korea. Aku harap kau menghargaiku juga, Mark.

Dia bergumam dalam hati sambil mengeluarkan senyuman terbaiknya sebelum pelayan menghampiri dan bertanya kepadanya.

*-*-*-*-*

Mark Tuan's View

Perjodohan? Dengan anak dari relasi bisnis Papa?

Oh, tidak. Aku tidak mau.

"Umurmu ini sudah cukup untuk membangun bahtera rumah tangga, Mark. Jadi, Papa berniat untuk menjodohkan kamu dengan anak dari relasi bisnis Papa. Kebetulan, dia juga sedang ada di Korea untuk mengurus beberapa hal. Jadi, besok kita bisa bertemu sambil makan malam. Bagaimana menurutmu?"

Aku mengacak-acak rambutku frustasi.

Satu jam yang lalu, aku bertemu dengan Papa dan Mama di salah satu restoran terkenal di daerah Myeongdong untuk makan malam. Papa bilang kalau ada beberapa hal yang harus dia bicarakan denganku. Dan kalian tahu hal apa yang Papa maksud?

Ya, tentang perjodohan dan segala hal tentang rumah tangga.
Garis bawahi kata perjodohan dan rumah tangga.

Aku tahu kalau aku sudah cukup matang untuk menikah, tapi tidak bisakah Papa menungguku untuk membawa calon istriku kepadanya. Bukan malah menjodohkanku dengan anak dari relasi bisnisnya.

Aku ini juga pria dewasa yang ingin menentukan sendiri nasibku. Aku juga ingin mencari sendiri pasangan hidupku dan merasakan apa itu pacaran. Tapi, kenapa Papa seperti tidak sepemikiran denganku? Toh, aku juga masih berumur dua puluh lima tahun. Tidak terlalu tua untuk menyendiri.

Aku menggerakkan badanku gusar dan membuat kasur yang aku tiduri bergeser sedikit. Menimbulkan bunyi decitan yang memekakkan telinga.

"Hyung."

Bambam memanggilku lalu menyembulkan kepalanya sambil menatapku dengan kesal.

"Berisik tahu. Kau ini kenapa, sih?"

Aku menatapnya sekilas lalu bangun dari posisi tidurku sambil menatap kosong langit-langit kamar yang hanya berwarna putih.

"Aku ini sedang banyak pikiran, Bam. Jadi, jangan heran ya."

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang