5th : Nightmare

196K 12.4K 535
                                    

“Sehari aja gak buat gue malu, bisa gak?” tanya gue.

“Oh, lo ngerasa malu?” tanya Valen polos.

Gue ngejambak rambut gue frustasi. “Terserah deh.” desis gue seraya beranjak dari kursi gue.

“Eh, eh, lo mau kemana?” tanya Valen.

Gue terdiam di tempat lalu membalikkan badan. “Sehari aja gak ngomong ‘eh, eh’, bisa gak?” tanya gue datar.

Valen memutar bola matanya. “Sehari aja gak ngomong ‘sehari aja’, bisa gak?” tanyanya.

“Emang udah berapa kali gue bilang ‘sehari aja’?” tanya gue datar, lagi.

“Baru... dua kali sih.” ucap Valen ragu.

“Kalo gitu gak usah sewot.” jawab gue ketus lalu ngelangkahin kaki gue keluar kantin.

----------

“Lo udah ngeliat kelas baru, Van?” tanya Varo yang baru masuk ke dalam kelas.

“Kelas diacak, lagi?” tanya gue malas.

Varo ngangguk. “Sama kayak tahun-tahun sebelumnya, kan?”

Gue melengos. Papa bikin peraturan yang aneh-aneh mulu. Ini kan semester dua, masa kelas diacak juga sih?

“DEMI APA GUE SEKELAS LAGI SAMA VARO KUPRET!” pekik seorang cewek diiringi bunyi pintu yang terdorong dengan keras.

Varo langsung sumringah mendengar pekikan Mauren. “WAAA SERIUS NIH KITA SEKELAS LAGI?” seru Varo.

“Demi apa gue ketemu sama lo, Var,” ucap Mauren datar sembari memutar bola matanya. “tapi untungnya gue sekelas sama lo, Van.” kata Mauren lalu duduk disebelah gue.

“Masih tetap di kelas ini atau... pindah?” tanya gue pelan.

“Pindah ke lokal sebelah.” ujar Mauren.

Lokal sebelah? Oh, lokalnya si troublemak-- VALEN?! SEMOGA AJA GUE GAK SEKELAS SAMA DIA.

“Oh ya, kita sekelas sama Valen.”

Mimpi buruk. Tolong bilang ini cuma mimpi.

“Cubit gue, Var.” perintah gue.

“Hah?” gumam Varo bingung.

“Kesambet apaan?” tanya Mauren sambil megang kening gue. “Gak panas kok.” gumam Mauren.

“Cubit gue,” kata gue datar.

Mauren dan Varo saling melirik. Sedetik kemudian gue ngerasain sakit di kedua pipi gue.

“Sshh, sakit,” ringis gue tertahan sambil megang kedua pipi gue.

“Dia kenapa?” tanya Varo sambil ngelirik Mauren.

Mauren menaikkan bahunya. “Aneh.”

----------

Mimpi buruk gue baru aja dimulai. Sial tipe kubik. Salah apa gue sampe harus duduk sebangku sama cewek aneh bin rese kayak--

“Van, yang ini gimana cara ngerjainnya sih?” tanya Valen sambil noel-noel bahu gue pake ujung penanya.

Gue menghembuskan napas pelan. Semoga kedepannya gue lebih sabar ngadepin cewek yang sekarang jadi temen sebangku gue.

“Vaann.” panggilnya.

“Apa?” jawab gue jutek.

“Yang nomor 3... gimana caranya?” tanya Valen sambil nunjuk angka 3 yang ada di buku paketnya.

TomfooleryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang