Entahlah..

56 1 0
                                    


Aku masih bingung dengan perasaan ini. Hatiku selalu saja berdebar-debar jika selalu berada di dekatnya. Perasaan ini selalu membuatku bertingkah seperti orang bodoh. Perasaan yang sangat merepotkan dan membingungkan. Sialnya, aku masih belum tahu apa-apa tentang perasaan ini.

--o0o--

Aku memasuki ruang kelasku dan pergi menuju bangkuku. Annie menyapa saat aku hendak duduk. Sama seperti biasanya, tidak ada orang yang menyapaku selain Annie. Tunggu, Annie? Jadi hari ini ia sudah diperbolehkan sekolah. Aahh mengapa aku jadi seperti ini? Mengapa aku menjadi lambat dalam berpikir?

Pelajaran pertama akan segera dimulai. Kegiatan sekolah hari ini akan dimulai dengan kelas seni. Kelas seni, biasanya aku bersemangat saat mengikuti ini. Tapi entah kenapa sekarang rasanya aku kurang merasa bersemangat. Pikiranku selalu teralihkan pada hal lain. Kurasa kalian tahu hal lain yang kumaksud itu.

Oh ya, aku masih belum tahu mengenai satu hal. Annie dan Alex sangat dekat, kurasa mereka berdua itu sudah saling mengenal satu sama lain cukup lama. Mereka begitu dekat dan juga keduanya.. tidak jauh berbeda. Yang satu keras kepala dan yang satunya lagi juga sama keras kepalanya.

Ah, bodohnya diriku. Kenapa juga aku memikirkan mereka?

--o0o--

Hari ini terasa lebih cepat dari biasanya. Well, yang perlu kulakukan hanyalah berjalan ke rumahku sekarang. Sayangnya, aku tak tahu apa yang akan kulakukan setelahnya. Kau tahu? Jika kau menjalani hidupku yang sekarang, kau akan merasakan bagaimana rasanya menjalani hidup yang monoton—sangat monoton.

"Yuki, tunggu dulu! A-aku harus membenarkan tali sepatuku dulu," ucap Annie dari belakang. Menghela napas, aku menoleh ke arahnya dengan tangan yang kulipat di depan dada. Menatapnya sedikit kesal.

"Eeee.. sedikit lagi.. dan.. yosh! Sudah. Ayo kita pulang!" Annie berlari kecil ke arahku dan menepuk pundakku.

"Ugh, bisa kau hilangkan kebiasaanmu yang itu? Kau seperti laki-laki saja,"

"Ah, maaf. Aku memang berusaha untuk terlihat seperti laki-laki."

"Tapi itu bertolak belakang dengan penampilanmu. Jadi itu percuma saja."

"He? Benarkah? Kalau begitu aku harus merubah penampilanku. Hmm.. apa aku harus memotong rambutku juga?"

Sama seperti hari-hari sebelumnya, ia membicarakan hal yang tidak berguna lagi. Tapi entah kenapa aku mulai terbiasa dengan hal itu. Biasanya aku sendiri. Tidak pernah seperti ini. Dan aku masih mengingat kenapa aku memutuskan untuk seperti itu.

Aku tidak ingin merasa kehilangan lagi. Dengan hidup sendiri, aku tidak akan memperdulikan orang yang berada di sekitarku. Tidak merasa kehilangan saat mereka pergi meninggalkanku. Haaah, alasan yang cukup bodoh untuk orang yang selalu mempunyai nilai bagus sepertiku.

Seiring berjalannya waktuku di sekolah ini, aku merasa semua sedikit berbeda dari sebelumnya. Seakan-akan ada sesuatu yang mengisi diriku yang kosong. Tapi kurasa itu akan segera menghilang. Mungkin.

"Annie," panggilku. Annie mengangkat sebelah alisnya.

Hmm.. aku masih ingat dengan perasaan aneh waktu itu. Kurasa tidak masalah jika aku menanyakan itu padanya. Tapi kenapa aku malah merasa malu saat hendak menanyakannya?

"Begini, aku ingin menanyakan satu hal padamu."

"Ooh.. kenapa tidak? Memangnya apa yang ingin kau tanyakan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang