Takdir hidup ini

83 10 4
                                    

Kegelapan, hanya itulah yang ada dalam pikiranku. Kejam, aku berpikir bahwa dunia ini sangatlah kejam. Setiap hari berada di dunia yang kejam. Sendiri dan tenggelam dalam kesunyian juga kegelapan. Semuanya tidak perduli dengan keberadaanku. Aku berpikir bahwa mungkin aku tidak akan mempunyai akhir yang bahagia.

Dulu, aku sangatlah bahagia karena telah terlahir ke dunia yang semula kuanggap sangat indah. Orang tuaku meberiku nama Yuki. Mereka sangat menyayangiku, terutama mamaku.

Aku terlahir di keluarga yang sederhana, semua kebutuhanku dapat terpenuhi karena kerja keras papaku.

Aku sangatlah periang saat itu. Senang bisa bermain dan berteman layaknya anak-anak yang lain. Masih bisa tersenyum, tertawa, dan merasakan semua kebahagiaan yang lain.

Semua itu membuat dunia ini menjadi lebih terang dan hangat. Aku juga sangat nyaman dengan keadaan ku saat itu. Namun semua itu perlahan menghilang.

Aku merasakan kegelapan dan hawa dingin perlahan menyelimuti duniaku. Perlahan-lahan tapi pasti, akhirnya semua itu pun sudah menyelimuti duniaku secara menyeluruh. Duniaku yang penuh dengan kegelapan pun dimulai. Dunia di mana hanya ada hawa dingin dan kegelapan menghantuiku.

Semua berawal ketika orang tuaku menjadi lebih sering bertengkar. Mereka bertengkar hanya karena hal kecil atau hal yang cukup besar. Sangatlah menyeramkan melihat semua pertengkaran itu karena saat itu aku masih kecil. Mereka bahkan terkadang tidak memperdulikan keberadaanku ketika sedang bertengkar.

Di keesokan harinya, papa pergi bekerja dan mama sedang memasak. Aku pun berjalan menghampiri mama yang sibuk memasak dan mama hanya tersenyum melihatku.

"Mama, kenapa papa sama mama sering bertengkar?", tanyaku. Mama hanya diam dan tesenyum kepadaku.

"Apa karena Yuki sudah menjadi anak yang nakal?" tanyaku lagi dengan nada anak kecil yang sedih.

"Bukan apa-apa. Tenanglah, ini bukan salah Yuki.", mama menjawab dengan suara yang halus. Akhirnya mama menjawab setelah diam membisu selama beberapa detik.

Untuk sesaat, jawaban itu berhasil membuatku merasa lebih tenang. Namun rasa itu tidak bertahan terlalu lama. Aku terkejut karena papa bergegas pergi dengan membawa koper beberapa menit setelah ia sampai di rumah. Kupikir ia akan pergi ke luar kota untuk pekerjaannya, jadi aku tak menanyakan hal itu pada mama maupun papa.

Hari demi hari telah berlalu. Selalu ku tunggu kedatangan papa setiap saat. Sudah seminggu lebih papa meninggalkan kami berdua dan aku pun mulai mencemaskannya, tapi tak ada ada sedikit pun rasa cemas tergambar di wajah mama.

Aku heran dengan sikap mama akhir-akhir ini. Mama mulai tidak memperdulikan keadaan papa, bahkan merasa cemas pun tidak pernah. Kurasa sesuatu yang buruk telah terjadi.

"Mama, bagaimana keadaan papa sekarang? Papa ada di mana sekarang? Kapan papa pulang?" tanyaku dengan penuh rasa ingin tahu.

"Yuki takut papa kenapa-napa. Mama engga hawatir sama papa?" lanjutku.

"Sudahlah, Yuki. Tolong jangan bicarakan tentang papamu lagi. Lupakan saja papamu itu, dia tak akan pulang ke sini lagi. Dia telah meninggalkan kita."

Aku kaget setelah mendengar jawaban mama. Ku pikir itu hanya canda, tapi setelah ku lihat wajah mama dan mengingat cara bicaranya, aku sadar bahwa itu bukanlah candaan.

"Jadi, lupakan saja papamu itu,ya? Itu juga demi kebaikanmu" Mama tersenyum kepadaku, tapi senyumannya malah membuatku menangis.

Air mata berjatuhan dengan cepat membasahi pipiku. Aku tidak tahu penyebab pasti aku menangis. Mama tampak kaget melihat aku yang tiba-tiba menangis dan ia langsung memelukku.

A MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang